TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mesir Peringatkan Risiko Perang Besar-besaran Hizbullah-Israel

Hal ini berdampak pada perundingan gencatan senjata di Gaza

bendera Mesir (unsplash.com/Ali Othman)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, memperingatkan risiko perang regional seiring meningkatnya pertempuran antara Israel dan kelompok bersenjata di Lebanon, Hizbullah. Ia mengatakan bahwa eskalasi ini berdampak negatif pada perundingan gencatan senjata di Gaza.

“Ada kekhawatiran besar mengenai eskalasi di kawasan yang mengarah pada perang regional. Tetapi Mesir, bersama dengan Qatar dan Amerika Serikat (AS), berkomitmen penuh untuk melanjutkan upaya menjadi perantara perjanjian gencatan senjata," kata Abdelatty di markas besar PBB, pada Minggu (22/9/2024), dikutip dari CNA.

Selama berbulan-bulan, Qatar, Mesir dan AS telah berupaya memediasi gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera di Gaza dalam upaya membantu meredakan ketegangan regional.

“Semua komponen kesepakatan sudah siap. Masalahnya adalah kurangnya kemauan politik di pihak Israel,” tambah menteri luar negeri tersebut.

1. Menlu salahkan kebijakan provokatif Israel atas eskalasi konflik

Pada kesempatan itu, Abdelatty juga menyalahkan kebijakan provokatif Israel atas meningkatnya pertempuran dengan Hizbullah yang didukung Iran.

“Kami sedang berbicara dengan mitra regional dan internasional kami tentang pentingnya menghentikan eskalasi dan kebijakan sepihak serta provokatif yang dilakukan Israel. Perang regional tidak menguntungkan kepentingan pihak mana pun,” kata diplomat tersebut.

Sebelumnya pada Rabu (18/9/2024), Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi berjanji meningkatkan upaya mengamankan gencatan senjata di Gaza selama pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, yang berkunjung ke negara tersebut.

Blinken mengatakan, gencatan senjata akan menjadi cara terbaik untuk menghentikan penyebaran kekerasan di Timur Tengah.

“Kita semua tahu bahwa gencatan senjata adalah peluang terbaik untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza, untuk mengatasi risiko terhadap stabilitas regional,” ujarnya.

Lebih dari 41 ribu warga Palestina telah tewas dan 95 ribu lainnya terluka akibat serangan militer Israel di Jalur Gaza. Perang tersebut dimulai setelah pejuang Hamas melancarkan serangan di Israel selatan pada 7 Oktober, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 lainnya disandera.

Baca Juga: Presiden Kolombia Kecam Sikap Diam Media atas Genosida Israel di Gaza

2. Pertarungan antara Hizbullah dan Israel makin sengit

Hizbullah dan Israel saling melancarkan serangan hebat hingga Minggu. Sekutu Hamas tersebut menembakkan roket jauh ke wilayah utara Israel setelah menghadapi serangkaian serangan hebat selama sepekan terakhir.

Pada Selasa dan Rabu (17-18/9/2024), ribuan pager dan walkie-talkie yang digunakan oleh anggota Hizbullah meledak di seluruh negeri. Israel dituding bertanggung jawab atas serangan tersebut, meskipun mereka sejauh ini belum mengonfirmasi atau membantahnya.

Pada Jumat (20/9/2024), Israel melancarkan serangan udara di pinggiran selatan Beirut, yang menargetkan komandan senior Hizbullah. Sedikitnya 45 orang tewas dalam serangan itu, termasuk dua pemimpin Hizbullah, Ibrahim Aqil dan Ahmed Wahbi, serta 14 anggota lainnya dari kelompok tersebut.

"Kita telah memasuki fase baru, yang judulnya adalah pertarungan perhitungan terbuka," kata Wakil ketua Hizbullah, Naim Qassem, saat pemakaman Aqil pada Minggu.

Ia menambahkan, eskalasi konflik yang dilakukan Israel akan menyebabkan pengungsian lebih lanjut terhadap warga negaranya sendiri.

Dilansir Reuters, militer Israel melaporkan bahwa sekitar 150 roket, rudal jelajah dan drone ditembakkan ke wilayahnya sepanjang malam hingga Minggu. Sebagian besar berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara. Beberapa bangunan terkena serangan, termasuk sebuah rumah yang rusak parah di dekat kota Haifa. Belum ada korban jiwa yang dilaporkan.

Hizbullah mengatakan, mereka menyerang barak dan posisi Israel lainnya dengan skuadron drone penyerang dan meluncurkan roket ke fasilitas industri militer sebagai tanggapan awal terhadap serangan perangkat komunikasi pekan lalu.

Sebelumnya pada Sabtu (21/9/2024), Israel mengatakan bahwa mereka menyerang sekitar 290 sasaran di Lebanon, termasuk ribuan barel peluncur roket milik Hizbullah.

3. Lebanon berada di ambang bencana

Koordinator khusus PBB di Lebanon, Jeanine Hennis-Plasscharet, menyebut wilayah itu kini berada di ambang bencana.

"Karena kawasan ini berada di ambang bencana, hal ini tidak dapat dilebih-lebihkan: TIDAK ada solusi militer yang dapat membuat kedua belah pihak lebih aman," katanya dalam sebuah unggahan di X.

Pemuka agama Kristen terkemuka di Lebanon, Bechara Boutros al-Rai, mengatakan dalam khotbahnya pada Minggu bahwa Lebanon sangat berduka atas jatuhnya korban di kalangan warga sipil dan Hizbullah dalam sepekan terakhir.

“Kami mengarahkan seruan kepada (Dewan Keamanan PBB) untuk mengakhiri perang ini dengan segala cara yang ada,” kata Rai.

Puluhan ribu orang telah meninggalkan rumah mereka di kedua sisi perbatasan Israel-Lebanon sejak kedua belah pihak yang bertikai terlibat baku tembak selama hampir setahun terakhir. Hizbullah mulai menembakkan roket ke Israel pada Oktober sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.

Baca Juga: Iran Tangkap 12 Orang yang Dituduh Bekerja untuk Israel

Verified Writer

Fatimah

Lifelong learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya