TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Khawatir Disadap Rusia, Ukraina Larang Pejabat Gunakan Telegram 

Aturan ini berlaku pada pejabat pemerintah dan militer

ilustrasi mengakses aplikasi Telegram (unsplash.com/Christian Wiediger)

Jakarta, IDN TimesUkraina telah melarang penggunaan aplikasi pesan Telegram pada perangkat resmi yang digunakan oleh pejabat pemerintah dan militer, serta staf penting lainnya.

Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional (Rnbo), yang berpengaruh di negara tersebut, mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk meminimalkan ancaman yang ditimbulkan oleh Rusia.

"Telegram secara aktif digunakan oleh musuh untuk serangan siber, penyebaran phishing dan perangkat lunak berbahaya, pelacakan lokasi pengguna, serta koreksi serangan rudal," kata Rnbo dalam sebuah pernyataan pada Jumat (20/9/2024), dikutip dari BBC.

1. Rusia dituduh dapat mengakses data pribadi pengguna Telegram

Rnbo menyatakan, larangan tersebut disepakati dalam sebuah pertemuan antara pejabat tinggi keamanan informasi Ukraina, militer, dan anggota parlemen.

Pihaknya mengatakan bahwa Kepala Intelijen Militer, Kyrylo Budanov, telah memberikan bukti yang dapat dipercaya mengenai kemampuan intelijen Rusia untuk mengakses korespondensi pribadi pengguna Telegram, termasuk pesan yang sudah dihapus.

“Saya selalu mendukung dan terus mendukung kebebasan berpendapat, namun persoalan Telegram bukanlah persoalan kebebasan berpendapat, ini persoalan keamanan nasional,” kata Budanov.

Secara terpisah, Andriy Kovalenko, kepala pusat penanggulangan disinformasi Rnbo, menjelaskan bahwa larangan tersebut hanya diterapkan pada perangkat resmi, bukan pada ponsel pribadi. Ia juga menambahkan bahwa pejabat pemerintah dan personel militer masih dapat menggunakan dan memperbarui halaman resmi Telegram mereka.

Baca Juga: Rusia Akan Dukung Pakistan Bergabung di BRICS

2. Telegram bantah pernah bocorkan data atau isi pesan pengguna

Setelah keputusan tersebut diumumkan, Telegram merilis pernyataan bahwa mereka tidak pernah membocorkan data atau isi pesan siapa pun.

"Telegram tidak pernah memberikan data pesan apa pun kepada negara mana pun, termasuk Rusia. Pesan yang dihapus akan dihapus selamanya dan secara teknis tidak mungkin dipulihkan," kata Telegram, dikutip dari BBC.

Pihaknya juga menyatakan bahwa setiap kasus yang dianggap sebagai pesan bocor telah terbukti merupakan akibat dari perangkat yang terkompromi, baik melalui penyitaan maupun malware.

Berbasis di Dubai, Telegram didirikan oleh Pavel Durov yang lahir di Rusia dan saudara laki-lakinya pada 2013. Setahun kemudian, Durov meninggalkan Rusia setelah menolak untuk memenuhi tuntutan pemerintah agar menutup komunitas oposisi di platform media sosialnya, VKontakte, yang telah ia jual.

Pria tersebut ditangkap saat mendarat di Prancis pada Agustus sebagai bagian dari penyelidikan kejahatan terkait pornografi anak, perdagangan narkoba, dan transaksi penipuan di Telegram.

Verified Writer

Fatimah

Lifelong learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya