TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Umumkan Penundaan Pemilu, Mali: Gegara Perusahaan Prancis!

Pilpres untuk mengakhiri masa transisi ditunda

bendera Mali (pexels.com/aboodi)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah militer Mali, pada Senin (25/9/2023), memutuskan untuk menunda pelaksanaan pemilu yang rencananya digelar pada Februari 2024. Padahal. pemilu tahun depan merupakan akses untuk menyudahi masa transisi pemerintahan dari tangan militer ke sipil.

Belakangan ini, situasi Mali kian mencekam setelah pemberontak Touareg atau Coalition des Mouvements de l'Azawad (CMA) di wilayah utara menyatakan perang kepada militer. Kondisi ini diperparah dengan insiden terorisme dari kelompok jihadis yang beroperasi di sejumlah wilayah. 

Baca Juga: PBB: 50 Warga Sipil Mali Tewas Dibunuh Tentara Mali

1. Terdapat beberapa masalah teknis dalam pilpres 2024

Pemimpin militer Mali, Assimi Goita saat menandatangani Piagam Liptako-Gourma di Bamako, Sabtu (16/9/2023). (twitter.com/GoitaAssimi)

Juru bicara pemerintah militer Mali, Abdoulaye Maiga, mengonfirmasi terkait penundaan pemilihan presiden dalam dua putaran pada 4 dan 18 Februari 2024. Keputusan ini menyusul masalah teknis soal pelaksanaan pemilu. 

Dilansir Africa News, Maiga mengemukakan bahwa masalah teknis tersebut meliputi penerapan konstitusi baru yang baru diputuskan pada Juni 2023. Selain itu, terdapat revisi Undang-Undang (UU) soal pelaksanaan pemilu di Mali. 

Pemerintah Mali pun belum memberikan keterangan resmi terkait kapan pilpres akan digelar. Namun, junta militer memastikan akan mengumumkannya dalam beberapa waktu ke depan. 

Sebelumnya, Mali telah melaksanakan referendum konstitusi baru yang disebut bertujuan menguatkan kepemimpinan presiden saat ini dan memperkuat posisi militer di Mali. Meski mendapat kritik, proposal konstitusi itu tetap disetujui dengan 96,91 persen suara. 

2. Mali berutang kepada perusahaan Prancis

Pada saat yang sama, Mali juga menyebut terdapat masalah dengan perusahaan Prancis, Idemia. Mereka menganggap perusahaan itu menolak menyerahkan kode akses data biometrik warga kepada pemerintah militer. 

Dilaporkan RFI, junta militer Mali menambahkan bahwa masalah dengan Idemia berdampak besar. Pasalnya, masalah ini akan menimbulkan lambatnya pembuatan kartu identitas biometrik nasional untuk penduduk dewasa dan mengakibatkan tertundanya pemilu tahun depan. 

Perusahaan Idemia, yang terlibat dalam sensus penduduk di Mali, sudah menjadi target dari junta militer. Pada 2022, Bamako pun menuding mantan Menteri Pertahanan Prancis, Jean-Yves le Drian, memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan kode akses dalam kontrak dengan Idemia. 

Selain itu, Mali masih memiliki utang lebih dari 5 miliar CFA franc (Rp124 miliar) kepada perusahaan Prancis tersebut. Atas hal itu, Idemia memilih menunggu transfer pembayaran sebelum menyerahkan kode akses. 

Baca Juga: PBB: Wilayah ISIS di Mali Berlipat Ganda Kurang dari Setahun

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya