TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rusia Apresiasi Georgia yang Tolak Desakan Barat Akui LGBT

Klaim Georgia berada di jalan yang benar

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov. (twitter.com/mfa_russia)

Intinya Sih...

  • Menteri Luar Negeri Rusia memberikan apresiasi kepada Georgia atas hukum anti-agen asing dan larangan LGBTQ+.
  • Georgia semakin mendekat ke Rusia dan menjauh dari Barat, bahkan membekukan aksesi Georgia menjadi anggota UE.
  • Uni Eropa mengkritisi UU anti-LGBT di Georgia karena merusak hak-hak fundamental dan menyerukan penangguhan proses aksesi Georgia menjadi anggota UE.

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov, pada Jumat (6/9/2024), memberikan apresiasi kepada pemerintah Georgia atas keputusannya mengesahkan hukum anti-agen asing dan melarang LGBTQ+. Ia menyebut bahwa langkah Georgia di bawah Partai Georgian Dream sudah benar. 

Dalam beberapa bulan terakhir, Georgia semakin mendekat ke Rusia dan menjauhkan diri dari Barat. Bahkan, Uni Eropa (UE) menekankan keputusan Tbilisi mengesahkan Undang-Undang (UU) anti-agen asing telah membekukan aksesi Georgia menjadi anggota UE.

1. Klaim Georgia mampu bertahan dari pengaruh Barat

ilustrasi bendera Georgia (pexels.com/kokorevas)

Lavrov menekankan bahwa Georgia telah berhasil mempertahankan diri dari pengaruh Barat yang ingin menjaga hegemoninya di seluruh dunia lewat promosi hak-hak LGBTQ+. 

"Apa yang dilakukan Georgia adalah menyadari identitas nasionalnya dan memahami bahwa rakyat Georgia memiliki nilai-nilai yang sama dengan ajaran Kristen Ortodoks. Mereka khawatir akan budaya nasional yang sudah terkikis, terhapus, dan terpinggirkan oleh pengaruh Barat," terangnya, dikutip OC Media.

Menlu Rusia tersebut menekankan bahwa rakyat Georgia tidak senang dengan pemaksaan agenda LGBTQ+ yang terus digaungkan di negaranya. 

"Rakyat Georgia yang saya ketahui benar, termasuk salah satu yang menjaga dengan baik kebudayaan dan sejarahnya selama masih berada di bawah Uni Soviet. Untuk ini, saya pikir, mereka sudah menerima peringatan dari Barat," sambungnya. 

2. Lavrov sebut Georgia sempat menuruti seluruh perintah Barat

Mantan Presiden Georgia, Mikheil Saakashvili. (x.com/SaakashviliM)

Lavrov menambahkan bahwa hubungan Rusia-Georgia sempat retak dan berbuntut pada peperangan akibat ulah pemerintah Georgia sebelumnya yang terus menuruti seluruh perintah Barat. 

"Terdapat konflik besar dengan mantan Presiden Georgia Mikheil Saakashvili yang tidak mengikuti kewajibannya terhadap Rusia untuk mendirikan pusat anti-teroris di Tbilisi dengan partisipasi Rusia di dalamnya. Cerita ini menunjukkan bagaimana kredibilitas negosiasi antara Barat dan negara lain yang secara buta harus mengikuti instruksi Barat," tuturnya, dilansir Civil

Di sisi lain, Lavrov membantah soal retaknya hubungan Rusia dan Abkhazia dalam sepekan terakhir. Kabar ini santer setelah adanya penangguhan bantuan dana dari Moskow ke wilayah pecahan Georgia tersebut. 

"Saya membantah adanya keretakan hubungan antara Kremlin dan Abkhazia. Namun, kami menekankan pentingnya pemenuhan segala kesepakatan antara kedua belah pihak dan persetujuan dari presiden," sambungnya. 

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya