TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Niger Rayakan Penarikan Pasukan Prancis: Ini Kemenangan!

Niger salahkan Prancis atas krisis yang terjadi di negaranya

Presiden Niger, Jenderal Abdourahamane Tiani. (twitter.com/PresidenceNiger)

Jakarta, IDN Times - Presiden militer Niger Abdourahamane Tiani, pada Minggu (1/10/2023), mengungkapkan bahwa penarikan personel militer Prancis dari negaranya adalah sebuah kemenangan. Ia pun menyatakan persiapan memulangkan ribuan tentara Prancis ke negaranya. 

Pekan lalu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron memutuskan untuk menarik seluruh personel militer dan Duta Besar Prancis di Niger. Keputusan ini menyusul ketegangan Niger-Prancis, setelah Niamey mengusir perwakilan dan menolak keberadaan pasukan Prancis dari negaranya. 

Baca Juga: Macron Tarik Duta Besar dan Pasukan Prancis dari Niger

1. Tiani tegaskan bahwa kolonialisasi Prancis di Niger telah usai

Melalui wawancara Presiden Tiani dengan RFI, ia mengungkap persiapan pemulangan sekitar 1.500 personel militer Prancis dari Niger. Ia menyebut pasukan Prancis akan mengikuti duta besar yang sudah pulang terlebih dahulu. 

"Duta Besar Prancis sudah pulang beberapa hari yang lalu. Pasukan Prancis pun akan mengikuti langkahnya. Mereka akhirnya akan meninggalkan Niger dan seluruh sumber daya alam di Niger akan dimiliki oleh rakyat," ujar Tiani. 

"Banyak rekan kami yang berusaha membantu dalam memutuskan kebijakan tepat dan dengan saling menghormati. Kelanjutan kerja sama dan hubungan dengan Prancis nantinya akan bergantung pada keinginan rakyat. Dengan ini, kolonisasi di Niger telah usai," tambahnya. 

Tiani menambahkan bahwa kudeta militer di Niger ini terpaksa dilakukan karena terdapat ancaman negara akan hilang dikuasai teroris. Ia pun menyebut eks Presiden Mohamed Bazoum tidak mau mendengar nasihat dari militer. 

2. Militer Niger sebut Prancis menutup kerja sama

Tentara Prancis yang ditugaskan sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB. (twitter.com/SebLecornu)

Tiani mengakui bahwa Niger telah terlibat ketegangan dengan Prancis sejak kudeta militer pada 26 Juli lalu. Ia menolak tindakan Prancis yang tidak mau mengakui pemerintahan militer dan tetap mengakui Presiden Bazoum. 

"Mereka (Prancis) di sini untuk melawan terorisme dan kemudian mereka secara sepihak menutup semua kerja sama. Maka, saya putuskan keberadaan mereka di Niger telah berakhir," ungkap Tiani, dikutip TV5 Monde.

"Tidak hanya Prancis enggan menangkap teroris, tetapi selama ini jumlah pasukan teroris justru semakin banyak. Apabila kita terus menutup mata dengan semua ini. Terdapat risiko bahwa negara akan hilang," sambungnya. 

Di sisi lain, Tiani juga mengkritisi ECOWAS yang memberikan sanksi kepada Niger usai kudeta. Ia menyebut rakyat Niger semakin sengsara akibat embargo yang diterapkan oleh negara-negara Afrika Barat. Namun, ia bersyukur karena mendapat dukungan dari Mali, Burkina Faso, dan Guinea. 

Baca Juga: Junta Militer Mali, Burkina Faso dan Niger Bentuk Aliansi Pertahanan

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya