Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Georgia Irakli Kobakhidze mengatakan akan memblokir sejumlah partai oposisi di negaranya, yang mana mayoritas partai pro-Barat. Rencana ini diumumkan pada Jumat (23/8/2024), menjelang penyelenggaraan pemilu parlementer pada Oktober mendatang.
Rencana ini menjadi salah satu langkah kontroversial pemerintahan Partai Georgian Dream dalam beberapa tahun terakhir. Pada Juli lalu, pemerintah Georgia akhirnya meresmikan Undang-Undang (UU) anti-agen asing yang menyasar media independen dan organisasi non-profit.
Baca Juga: Israel Perintahkan Tentara di Georgia-Azerbaijan Pulang
1. Kobakhidze ingin meniru langkah Ukraina dan Moldova
Perdana Menteri Georgia, Irakli Kobakhidze. (facebook.com/KobakhidzeOfficial) Kobakhidze menekankan, partai oposisi di Georgia, termasuk partai United National Movement (UNM), Coalition for Change, Strong Georgia, dan For Georgia sudah berkoalisi secara diam-diam. Ia menyebut jika Mahkamah Konstitusi menemukan salah satu partai terlibat kasus kriminal, maka semuanya akan diblokir.
"Siapapun yang berhasil melewati ambang batas, tidak ada yang dapat melarikan diri dari hukum atas tindakan kriminal yang telah dilakukan oleh pendirinya. Pertama, kasus itu terjadi selama 9 tahun kepemimpinannya dan lebih dari 12 tahun selama menjadi oposisi di Georgia," tegasnya, dikutip OC Media.
Ia menepis tuduhan pemblokiran ini berfungsi melanggengkan kekuasaan Partai Georgian Dream di parlemen. Namun, ia memberikan contoh positif pemblokiran partai oposisi yang terjadi di Ukraina dan Moldova.
"Anda tahu bahwa satu per satu partai politik sudah dilarang beroperasi di Ukraina dan Moldova. Parlemen Moldova saat ini secara praktik dipimpin oleh satu partai, tapi semua menyambut baik upaya parlemen. Situasi serupa juga akan terjadi di Georgia," tambahnya.
2. Diklaim akan melenggangkan pemerintahan Georgian Dream
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Komisi Eropa mengungkapkan bahwa rencana PM Kobakhidze tidak mengikuti persyaratan untuk bergabung ke dalam Uni Eropa (UE). Ia menyebut ini mengarahkan negaranya ke dalam autoritarianisme.
"Ini secara efektif melarang seluruh partai oposisi yang dilihat oleh Georgian Dream sebagai ancaman. Salah satu cerminan dari aksi ini yang sudah dilakukan Presiden Belarus Alexander Lukashenko atau Korea Utara. Ini akan mengakhiri demokrasi Georgia," tutur pakar dari Pusat Studi Kebijakan Eropa, Tinatin Akhvlediani, dikutip Politico.
Sementara itu, pemimpin UNM, Tina Bokuchava sudah mengatakan bahwa langkah Kobakhidze untuk memblokir operasional partainya adalah meniru gaya autoritarianisme yang diterapkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca Juga: Georgia Investigasi Mantan Presiden yang Diduga Picu Perang