TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

AS Tangguhkan Bantuan ke Georgia Sebesar Rp1,5 Triliun

Pemerintah Georgia diklaim anti-demokrasi

ilustrasi bendera Georgia (pexels.com/kokorevas)

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) menangguhkan bantuan kepada pemerintah Georgia sebesar 95 juta dolar AS (Rp1,5 triliun) pada Kamis (1/8/2024). Keputusan ini sebagai langkah lanjutan atas rentetan tindakan anti-demokrasi Partai Georgian Dream. 

Hubungan AS-Georgia menegang imbas peresmian Undang-Undang (UU) anti-agen asing kepada organisasi non-profit dan media independen. Washington menganggap langkah itu anti-demokrasi dan akan menghambat proses aksesi Georgia untuk menjadi anggota Uni Eropa (UE). 

1. Klaim Georgia tidak layak masuk UE dan NATO

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken. (twitter.com/SecBlinken)

Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Antony Blinken, mengatakan bahwa tindakan dari pemerintah Georgia saat ini tidak kompatibel untuk masuk dalam keanggotaan UE dan NATO. 

"Pada 23 Mei, setelah serangkaian aksi anti-demokrasi dari pemerintah Georgia, saya mengumumkan sebuah ulasan komprehensif kerja sama bilateral antara AS dan Georgia. Hasilnya, AS akan menangguhkan bantuan lebih dari 95 juta dolar AS (Rp1,5 triliun) yang ditujukan kepada pemerintah Georgia," tegasnya, dikutip OC Media.

"Selama 32 tahun, persahabatan dan kerja sama antara kedua negara dan penduduknya, rakyat AS sudah memberikan bantuan lebih dari 6,2 miliar dolar AS (Rp100,9 triliun) untuk membangun dan memperkuat ekonomi serta demokrasi di Georgia," tambahnya. 

Ia menekankan, AS akan melanjutkan program bantuan untuk memperkuat demokrasi, penegakan hukum, media independen, dan pembangunan ekonomi yang berkomitmen besar terhadap rakyat Georgia dan aspirasi Euro-Atlantik. 

Baca Juga: Eks PM Georgia Disebut Jadi Sasaran Teroris Asal Ukraina

2. Hubungan AS-Georgia berada dalam tantangan besar

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS, Vedant Patel, mengatakan bahwa hubungan bilateral kedua negara saat ini berada dalam tantangan besar. Ia mengklaim Georgia dapat kembali ke arah demokrasi jika menghapuskan UU anti-agen asing. 

"Sebanyak 80 persen rakyat Georgia mendukung keanggotaan UE, tapi pemerintah Georgia lewat aksinya, termasuk menyebarkan diskriminasi soal sekutunya dan rekannya sendiri justru membawanya menjauh dari aspirasi Eropa yang diinginkan rakyatnya," ungkap Patel, dilansir Civil

"Kami akan terus mendesak pemerintah Georgia untuk mengembalikan demokrasi dan integrasi Euro-Atlantik dengan menghapus UU anti-agen asing dan menyelesaikan permasalahan legislatif, serta mengakhiri kampanye disinformasi yang digalakkan menjelang pemilu," sambungnya. 

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya