TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Setahun Perang Ukraina, G7 Akan Jatuhkan Sanksi Baru ke Rusia

Jepang serukan negara-negara G7 bersatu menekan Rusia

Negara-negara anggota G7 (twitter.com/businessbasiics)

Jakarta, IDN Times - Negara-negara anggota Group of Seven (G7) mempersiapkan sanksi terbarunya untuk Rusia, menyusul peringatan satu tahun invasi Moskow ke Kiev pada Jumat (24/2/2023).

Sanksi tersebut menargetkan sektor ekonomi utama, serta negara atau organisasi lainnya yang membantu upaya perang Kremlin. Jepang, yang saat ini memegang presidensi G7, mengatakan sedang mempertimbangkan langkah-langkah terbarunya untuk menekan Rusia. 

"Rusia menolak untuk mengubah sikap garis keras mereka. Komunitas internasional harus bersatu dan menunjukkan solidaritas serta menjatuhkan sanksi keras terhadap Rusia," ungkap Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, dikutip dari Reuters. 

Baca Juga: Setahun Perang Rusia-Ukraina, China: Sanksi ke Moskow Harus Dihentikan

1. Jepang tegaskan kembali dukungannya untuk Ukraina

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menegaskan kembali keinginannya untuk mengunjungi negara yang dilanda perang itu. Diketahui, Kishida merupakan satu-satunya pemimpin G7 yang belum mengunjungi Kiev sejak invasi.

Duta Besar Ukraina di Tokyo, Sergiy Korsunsky, mengungkapkan bahwa kunjungan pemimpin negara itu sangat penting dilakukan untuk melihat lebih dekat bagaimana perang berlangsung.

Kendati rencana kunjungan masih didiskusikan, dia menekankan bahwa dukungan ke Ukraina tak akan goyah. 

Melalui sidang PBB, Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi menuntut agar Rusia menarik pasukannya. Dia mengatakan bahwa setiap kesepakatan yang melibatkan pemberian wilayah yang diduduki Moskow akan menjadi perdamaian yang tidak adil.

"Itu akan menjadi kemenangan bagi agresor jika tindakan seperti itu ditoleransi. Ini akan menjadi preseden buruk bagi seluruh planet ini," ujar Hayashi, dikutip dari The Japan Times

2. Jepang bakal kirim lebih banyak bantuan ke Ukraina

bendera Jepang (unsplash.com/Romeo A)

Pada Senin lalu, Jepang mengumumkan janjinya untuk mengirim tambahan bantuan ke Ukraina sebesar 5,5 miliar dolar AS (setara Rp83,9 triliun). Jumlah tersebut akan membuat total bantuan negara itu menjadi 7 miliar dolar AS (setara Rp106,8 triliun).

Bantuan yang dikirim Tokyo sebagian besar berupa bantuan kemanusiaan dan keuangan, sesuai prinsip negara itu yang melarang memberikan bantuan militer. 

Namun, Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada mengungkap kembali bahwa pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan revisi substansial terhadap prinsip tersebut. 

"Pengalihan alutsista merupakan alat kebijakan yang penting untuk menciptakan lingkungan keamanan yang diinginkan bagi negara kita dengan mencegah perubahan sepihak dalam status quo secara paksa," ujar Hamada.

"(Hal ini memungkinkan Jepang untuk) memberikan bantuan kepada negara-negara, seperti Ukraina yang menjadi sasaran agresi yang melanggar hukum internasional," sambungnya.

Baca Juga: Ukraina Kecewa Afsel Gelar Latihan Militer Gabungan dengan Rusia

Verified Writer

Angga Kurnia Saputra

Self-proclaimed foreign policy enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya