[WANSUS] Kata Ahli soal Ridwan Kamil Ngide Hunian untuk Anak Muda

Ridwan Kamil juga usul hunian di atas lahan bekas pemerintah

Jakarta, IDN Times - Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta, Ridwan Kamil menyampaikan gagasan terkait program hunian bagi anak muda Jakarta yang ingin tinggal di pusat kota. Ia mengatakan, akan menyiapkan bangunan perumahan rakyat di lahan sempit Jakarta.

Mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) itu tak memungkiri, kepemilikan tempat tinggal jadi salah satu masalah yang dihadapi anak muda di Jakarta, lantaran lahannya terbatas dan tingginya harga properti. 

"Tentu sudah disampaikan problemnya sama kami amati khusus anak muda itu kepemilikan rumah," kata Ridwan Kamil saat memaparkan program di Markas Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kluster Fanta, Jakarta Pusat, Senin, 2 September 2024.

Ridwan Kamil mengaku apabila terpilih di Pilkada DKI Jakarta 2024 akan menjalankan amanat dari Presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto untuk menyulap lahan pemerintah yang tidak terpakai di Jakarta menjadi perumahan rakyat.

Selain itu, Prabowo juga meminta agar Ridwan Kamil memanfaatkan lahan sempit untuk perumahan warga Jakarta. Misalnya, membangun rumah vertikal di atas pasar, jalan, hingga stasiun.

"Jadi salah satu gagasan dan arahan Pak Prabowo salah taunya adalah Jakarta, 'tolong membuat perumahan di tengah kota'. Tapi tanahnya habis, maka nanti coba upayakan membangun di atas pasar-pasar Jakarta, di atas Stasiun Manggarai, Dukuh Atas, di atas Tanah Abang, Djuanda, dan lain-lain. Lahan-lahan pemerintahan yang ditinggal ke IKN, Pak Prabowo menyampaikan untuk perumahan rakyat," kata Ridwan Kamil.

"Secinta itu Prabowo kepada rakyat yang nomer satu, jadi presiden yang peduli dengan perumahan rakyat Jakarta. Vertikal ya, termasuk gagasan membangun di atas jalan dan lain sebagainya, itu akan menjadi prioritas," sambung Ridwan Kamil.

Mantan Wali Kota Bandung itu juga menyoroti permalasahan warga yang tak mampu beli tanah dan rumah di pusat kota, akhirnya harus tinggal di luar wilayah Jakarta. Dia meyakini jarak yang jauh dari rumah menuju kantor membuat kesehatan mental warga terganggu hingga menyebabkan polusi udara dan macet.

"Salah satu problem di Jakarta adalah jarak rumah ke tempat kerja terlalu jauh, karena terlalu jauh terjadi. Yang membuat orang akhirnya stres, membuat penghasilan warga Jakarta 30 persen habis di transportasi oleh yang membuat polusi menjadi kota ketiga terburuk di dunia, betul?" ungkap Ridwan Kamil.

Lantas bagaimana pandangan pakar mengenai gagasan yang disodorkan Ridwan Kamil tersebut? Simak wawancara khusus (wansus) IDN Times bersama Ahli Tata Kota dan Infrastruktur dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna.

Baca Juga: Ridwan Kamil Klaim Jadi Bestie Prabowo: Gampang Kalau Ada Apa-Apa

1. RK mau bikin perumahan di atas pasar, stasiun, dan lahan bekas pemerintah. Apakah ini jadi solusi bagi masyarakat Jakarta?

[WANSUS] Kata Ahli soal Ridwan Kamil Ngide Hunian untuk Anak MudaPemandangan Jakarta dari kawasan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Begini, apakah program rumah yang ditawarkan itu terjangkau atau tidak dengan income anak-anak Gen Z atau milenial. Nanti konsepnya rumah milik atau rumah sewa. Kalau rumah milik, rasanya agak berat ya, karena kita belajar dari DP 0 rupiah itu.

DP 0 rupiah itu cukup besar (harganya) karena statusnya milik, tapi kalau menggunakan di lahan pemerintah, maka harus jelas konsepnya itu. Konsepnya misalnya rumah itu harus rumah sewa. Karena anak-anak sekarang itu mungkin tidak punya cita-cita lagi pingin memiliki rumah, tapi mereka ingin dan lebih senang sewa.

Jadi yang dibangun pemerintah provinsi ke depan itu harus mengedepankan konsep gagasan yang tidak seperti konsep biasa-biasa, orang harus punya rumah. Tapi Jakarta itu bagi para gen Z dan milenial adalah rumah sewa. Tapi rumah sewa yang bagaimana?

Mungkin dengan sewa yang lebih panjang jangkanya kayak di Singapura, 90 tahun sewanya atau berapa, karena kita sudah punya pengalaman dengan rumah susun yang ada. Pada kelompok masyarakat yang katakanlah low income itu, ketika dipindahkan ke rumah susun yang sewa itu banyak yang nunggak. Karena pendekatannya memindahkan orang tambah menghidupkan ekonomi.

Baca Juga: Rano Karno: Jakarta Butuh Rumah Vertikal, tapi DP Nol Rupiah Mustahil

2. Lebih baik bikin rumah vertikal baru atau manfaatkan gedung yang sudah ada?

[WANSUS] Kata Ahli soal Ridwan Kamil Ngide Hunian untuk Anak MudaBakal calon gubernur DKI Jakarta, Ridwan Kamil mengunjungi markas TKN Fanta Prabowo-Gibran, Jakpus (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Nah, sekarang kalau bagusnya daripada membangun yang baru, mampu gak Pak Ridwan Kamil atau siapa pun itu mengonversi gedung-gedung perkantoran menjadi rumah atau apartemen atau tempat tinggal? Di luar negeri itu banyak kantor-kantor yang kosong, dijadikan perumahan.

Sekarang di Jakarta ini banyak sekali kantor-kantor yang kosong di lintasan jalur MRT, di lintasan LRT. Itu banyak tuh, di Jalan Thamrin-Sudirman itu di rumah berapa banyak gedung-gedung yang kosong dari perkantoran itu.

Jadi justru yang ditantang adalah mampu gak melakukan konversi, merubah perkantoran menjadi hunian. Nah, di situ yang dibutuhkan adalah aturan-aturan tentang pengaturan perubahan fungsi bangunan kantor menjadi tempat tinggal. Nah, itu menarik untuk menghidupkan kembali tengah kota yang Jakarta.

Karena orang kan sekarang makin ke pinggiran. Yang kerja di SCBD itu ya anak-anak SCBD, Seputaran Citayem, Bojonggede sama Depok. Mereka kerjanya di Jakarta. Itu dibangun MRT tapi sepi pada jam ini. Bagaimana MRT atau misalnya TOD yang Jakarta itu kan makin lama makin kosong itu perkantorannya. Karena perubahan cara kerja, makin berubahnya pola investasi.

Nah, kita justru ingin menghidupkan pusat kota Jakarta, kawasan intinya supaya orang tidak jauh tinggalnya dari tempat kerjanya. Bagaimana membuat rumah sewa atau apartemen yang seperti rumah kos. Kisaraan sewa Rp2 sampai Rp3 juta dengan standar yang cukup bagus. Itu masih bisa ter-cover oleh anak-anak milenial atau Gen Z itu. Itu justru lebih menarik daripada kita membangun yang baru.

Nanti belum lima tahun atau berapa, justru yang harus ditanya adalah, daripada nanti misalnya ada aset-aset gedung pemerintah yang mau pindahkan ke IKN, bisa gak di-takeover oleh DKI, kemudian DKI melakukan konversi bangunan itu, bekas besar kantor kementerian dikonversi menjadi kawasan permukiman, apalagi banyak koridor yang dekat dengan public transport.

Itu kan lebih menarik, seperti sekitar Kuningan itu. Banyak kantor-kantor itu. Justru itu yang dituntut bagaimana pemerintah atau misalnya gubernur mendatang itu memaksimalkan saja. Kantor-kantor, gedung-gedung pemerintah milik kementerian yang tidak terpakai, yang kemungkinan pindah duluan ke IKN.

Atau misalnya mengizinkan kepada para pembeli bangunan yang kosong itu, mengubah proporsinya, misalnya dengan sifat co-housing 30 persen, 70 persen. Misalnya 30 untuk kantor, 70 untuk tempat permukiman. Atau yang kosong sama sekali bisa dimanfaatkan.

Banyak juga mal yang sepi di Jakarta, artinya bisa dimanfaatkan jadi perumahan vertikal?

Berapa banyak tuh mal-mal Jakarta yang kosong sekarang, Semanggi kosong. Mana lagi yang kosong? Yang mati. Banyak tuh di sekitar Jakarta, di sekitar pusat, Roxy mati. Mana lagi yang mati? Jadi banyak yang dipetakan beberapa kawasan-kawasan yang mati. Karena mal-mal itu sudah kalah bersaing dengan mal-mal yang tumbuh kembang di pinggiran. Jadi kita hidupkan saja bagaimana meredesain ulang kawasan-kawasan yang mati, gedung-gedung yang mati, gitu kan.

Jadi dihidupkan lagi tengah kotanya. Dengan kelompok yang punya kemampuan untuk tinggal di tengah kota. Itulah tadi anak-anak milenial, pekerja-pekerja muda. Dengan sewa rumah, dengan seharga sewa rumah yang terjangkau. Tinggal dikasih insentif nanti oleh pemerintah DKI. Misalnya insentif pajaknya, insentif kemudahan untuk usaha lain yang bisa dikembangkan.

Kan misalnya contoh-contoh perkantoran bisa dikembangkan, di bawahnya bisa dibangun kafe-kafe atau resto-resto, ya kan? Daripada sekarang kota itu mati di tengah malam, penduduknya pada keluar. Jangan sampai generasi-generasi yang baru itu ujung-ujung hanya ingin beli mobil, padahal fasilitas publiknya udah cukup baik. Justru janganlah membangun yang baru lagi kalau pemanfaatannya tidak optimal. 

Baca Juga: NasDem DKI Belum Bisa Pastikan Kapan Timses Ridwan Kamil Diumumkan

3. Jika nantinya membangun perumahan vertikal baru, apakah dengan rata-rata penghasilan anak muda di Jakarta mampu membeli?

[WANSUS] Kata Ahli soal Ridwan Kamil Ngide Hunian untuk Anak Mudailustrasi gen z dan milennial (IDN Times/Aditya Pratama)

Kalau itu untuk sewa kita okelah (anak muda mampu). Karena sebetulnya masih banyak orang kos di Jakarta dengan tarif antara Rp2 sampai Rp3 juta.

Nah, barusan saya tanya (ke anak muda di dekat saya). Ada karyawan di sini kan, Rp2,3 sampai Rp3 juta. Itu kan kita anggap aja Rp2,5 juta itu ada sekitar satu per empat antara 20 sampai 30 persen dari income mereka. Mereka masih sanggup membiayai ini. Kemudian transportnya lebih nyaman. Nah, kalau yang sewa, saya setuju.

Tapi kalau milik, ini perlu hati-hati. Apalagi membangun baru, agak berat di Jakarta kalau membangun baru. Ya, karena apa? Karena tanahnya mahal.

DP 0 rupiah, kita belajar dari program itu. Ya kan, karena per meter persegi itu untuk unit bangunan Jakarta sekitar Rp12 juta per meternya. Untuk pembangunan itu. Jadi kalikan aja. Berapa harga untuk ini, cukup mahal ya kan kalau beli. Jadi, kalau sewa memang lebih pas. Dan tinggal bagaimana gubernur itu mau memberikan insentif, memberikan keleluasan bagi pemilik bangunan itu untuk bisa bernegosiasi.

Contohnya, berani gak Ridwan Kamil menghidupkan kawasan Blok M yang mati? Blok M kan mati sekarang. Kawasan Grogol juga mati. Bagaimana menghidupkan Semanggi? Bagaimana menghidupkan kawasan-kawasan lain di Jakarta yang mati itu? Dengan hunian. Dengan konsep yang disinergikan.

Itu kan menarik, jadi kalau tidak ada gagasan-gagasan baru yang inovatif dengan melihat aset yang ada, gak akan bisa, hanya akan cost baru lagi. Lebih bagus kita manfaatkan apa yang ada saja. Kemudian diberikan ruang insentif dan kemudahan-kemudahan lain. Sehingga orang tertarik untuk menawarkan kawasan dia atau gedung dia yang mati, yang kosong itu.

Sudah banyak kawasan Jakarta yang di tengah mati. Karena begitu mahalnya punya rumah di tengah Jakarta. Bukan apa-apa, orang Pondok Indah saja sekarang udah mulai pindah. Karena ternyata punya rumah besar, pajaknya besar, pemeliharaannya besar, gak bisa difungsikan apa-apa. Dia jual, kemudian dia cari rumah di pinggir yang lebih nyaman.

Itulah, fenomena itu yang harus dibaca, barulah gagasan itu dimunculkan. Karena kalau kita buat-buat satu yang baru itu gak akan pernah bisa terserap. Kita harus baca fenomena yang terjadi, kemudian apa yang harus kita lakukan untuk menyerap fenomena itu menjadi sebuah bisnis proses yang bermanfaat bagi masyarakat.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya