Usai Putusan MK, Parpol Diharapkan Berani Usung Banyak Paslon

Fenomena koalisi gemuk jadi sorotan

Intinya Sih...

  • Pakar Hukum Pemilu UI, Titi Anggraini, harapkan lebih banyak parpol usung paslon di Pilkada 2024.
  • Titi menilai koalisi gemuk dan calon tunggal dapat melemahkan fungsi dan kontrol partai politik di parlemen.

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, berharap dengan adanya Putusan MA soal Nomor 60/PUU-XXII/2024, semakin banyak parpol yang mengusung pasangan calon (paslon) di Pilkada 2024 mendatang.

Menurut Titi, semakin banyak paslon yang maju, maka pilihan masyarakat akan semakian beragam sehingga tidak dimonopoli oleh segerombolan parpol yang tergabung dalam koalisi gemuk.

"Tentu harapannya partai politik mengambil peluang ini dan tidak menyia-nyiakannya sehingga kader terkader terbaik partai, bisa dicalonkan dan pemilih juga tidak harus berhadapan dengan fenomena calon tunggal atau calon yang diusung oleh koalisi yang obesitas," kata dia dalam keterangannya, dikutip Rabu (21/8/2024).

Baca Juga: Pakar: Putusan MK Ubah Dinamika Pilkada, PDIP Tak Jadi Dikucilkan

1. Koalisi gemuk melemahkan fungsi dan peran kontrol parpol di parlemen

Usai Putusan MK, Parpol Diharapkan Berani Usung Banyak PaslonPakar Pemilu Titi Anggraini dalam program Real Talk with Uni Lubis, Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)

Titi menilai, gemuknya koalisi yang terbangun sehingga memungkinkan calon tunggal maju, bisa melemahkan fungsi, efektivitas, dan peran kontrol partai politik di parlemen.

"Sehingga melemahkan fungsi dan peran kontrol partai politik di parlemen yang juga bisa melemahkan efektivitas parlemen kita," tuturnya.

Baca Juga: Titi: PDIP Bisa Usung Calonnya di Pilkada Jakarta Pasca-Putusan MK

2. Putusan MK jadi angin segar bagi demokrasi

Usai Putusan MK, Parpol Diharapkan Berani Usung Banyak PaslonGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Oleh sebab itu, kata Titi, putusan MK tersebut menjadi buah manis bagi demokrasi dan masyarakat Indonesia.

"Putusan yang sangat progresif dalam rangka menghadirkan kontestasi pilkada yang lebih adil dan menyajikan keragaman atau pluralisme pilihan politik bagi warga," ucap dia.

Baca Juga: Putusan MK, Ical: Golkar Bisa Ajukan Sendiri Kepala Daerah di Pilkada

3. Putusan MK soal syarat usung calon kepala daerah tak lagi mengacu pada jumlah kursi DPRD

Usai Putusan MK, Parpol Diharapkan Berani Usung Banyak PaslonGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Diketahui, MK mengetok palu mengabulkan sebagian perkara nomor Nomor 60/PUU-XXII/2024 pada Senin (20/8/2024). Dengan adanya putusan itu, syarat parpol mengusung calon kepala daerah diubah. Dari yang semula mengacu pada jumlah kursi DPRD, menjadi jumlah raihan suara yang didapat pada pileg terakhir. 

Gugatan tersebut dilayangkan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora sebagai pihak pemohon.

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).

Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai seperti berikut:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan dua juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut;

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari dua juta jiwa sampai dengan enam juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut;

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari enam juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut;

d. Provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5 persen di provinsi tersebut;

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilihan tetap sampai dengan 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut.

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai dengan 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut;

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500 ribu sampai satu juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikt 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut;

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari satu juta jiwa, partai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.

Dengan demikian, aturan syarat dukungan untuk mengusung calon kepala daerah tak lagi mengacu pada jumlah kursi DPRD, melainkan raihan suara pada pileg terakhir.

Baca Juga: Feri Amsari: Putusan MK Lebih Tinggi dari UU, Pembuat UU Wajib Patuhi

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari
  • Mohamad Aria

Berita Terkini Lainnya