Pernikahan Anwar Usman dan Adik Jokowi Dibahas di Sidang MKMK

Eks Menkumham Denny jadi pelapor

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyinggung soal pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman dengan adik Jokowi, Idayati dalam sidang pemeriksaan pelapor yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Denny sebagai pihak pelapor melaporkan dugaan pelanggaran etik Anwar Usman yang dinilai memberikan karpet merah kepada keponakannya, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres.

Baca Juga: Jimly Masuk MKMK Periksa Anwar Usman, Dikhawatirkan Konflik Kepentingan

1. Pernikahan Anwar Usman rusak independensi MK

Pernikahan Anwar Usman dan Adik Jokowi Dibahas di Sidang MKMKGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dia mengungkapkan, pernikahan Anwar Usman itu merusak independensi MK. Sehingga diduga membuka intervensi Jokowi ke MK.

"Rusaknya independensi MK tersebut paling tidak dimulai dengan pernikahan hakim terlapor dengan Idayati, adik Presiden Jokowi, bagaimanapun pernikahan itu membuka potensi intervensi Jokowi kepada Mahkamah Konstitusi menjadi lebih terbuka," kata Denny yang hadir secara daring dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).

Denny menyebut, Putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan bentuk hancurnya independensi Hakim Konstitusi.

"Pelapor tidak melihat putusan 90 sebagai bagian peristiwa atau segmen yang berdiri sendiri, tetapi lebih dalam adalah bagian dari hancurnya kemerdekaan kekuasaan kehakiman, khususnya di mahkamah konstitusi sehingga rentan atau mudah diintervensi oleh kekuasaan istana," tutur dia.

Baca Juga: KPK Akan Unggah Harta Capres-Cawapres setelah Resmi Ditetapkan KPU

2. Dinilai merusak dan meruntuhkan wibawa MK

Pernikahan Anwar Usman dan Adik Jokowi Dibahas di Sidang MKMKGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Menurut Denny, putusan atas perkara nomor 90 itu merupakan kejahatan konstitusi yang terencana dan terorganisir.

"Putusan 90 terindikasi merupakan hasil kerja yang terencana dan terorganisir, planned and organized crime sehingga layak pelapor tasbihkan sebagai mega skandal Mahkamah Keluarga," kata Denny.

Denny mengatakan, Ketua MK Anwar Usman harusnya mundur dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 lantaran punya hubungan secara langsung dengan keluarganya, yaitu Presiden Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka. Anwar Usman dengan Gibran memiliki hubungan kekerabatan sebagai paman dan keponakan. Sementara Anwar dengan Jokowi merupakan ipar.

Gibran dianggap memanfaatkan ketentuan dalam putusan MK tersebut dengan mendaftarkan diri sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Tingkat pelanggaran etik dan kejahatan politik yang dilakukan sifatnya sangat merusak dan meruntuhkan kewibawaan Mahkamah Konstitusi, mega skandal Mahkamah Keluarga tersebut melibatkan tiga elemen tertinggi," ucap Denny.

"Tiga elemen itu ialah keterlibatan Ketua MK Anwar Usman sebagai the first chief justice, kepentingan keluarga presiden sebagai the first family, dan target untuk menempatkan Gibran di posisi lembaga kepresidenan sebagai the first office," lanjut dia.

Baca Juga: PDIP Kecewa soal Gibran, Prabowo: Kader Saya Juga Diambil Pihak Lain

3. Pelapor minta Anwar Usman diberhentikan dan digelar sidang ulang

Pernikahan Anwar Usman dan Adik Jokowi Dibahas di Sidang MKMKKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (youtube.com/Mahkamah Konstitusi)

Lebih lanjut, Denny meminta agar MKMK menjatuhkan sanksi etis berupa pemberhentian kepada Anwar Usman. Pelapor juga mendorong agar digelar sidang pemeriksaan ulang terhadap perkara nomor 90 tersebut. Dengan catatan, sidang digelar dengan komposisi berbeda dan tanpa Anwar Usman.

"Hakim yang mulia, semoga berkenan menyatakan tidak sah putusan tersebut atau paling tidak memerintahkan agar MK melakukan pemeriksaan ulang perkara 90 tersebut dengan komposisi hakim yang berbeda tanpa Hakim Pelapor," kata Denny.

Dalam petitumnya, Denny juga mengimbau putusan perkara nomor 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar pada Pilpres 2024 mendatang.

"Karena itu pelapor mengusulkan putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar untuk maju berkompetisi dalam pilpres 2024. Perlu ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan putusan 90 yang tabrak nalar dan moral konstitusi," imbuh dia.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya