Menanti Nasib Syarat Batas Usia Capres-Cawapes di Tangan MK

Tahapan pendaftaran capres dan cawapres kian mepet

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) diminta agar segera memutuskan gugatan mengenai syarat batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Desakan itu muncul dari berbagai kalangan masyarakat, mengingat sidang putusan perkara uji materiil terkait usia capres-cawapres belum dijadwalkan hingga saat ini.

Padahal, gugatan mengenai batas usia minimum capres-cawapres itu statusnya sudah sampai ke penyerahan kesimpulan oleh para pihak. Khususnya untuk perkara dengan nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023.

Di sisi lain, pendaftaran capres dan cawapres semakin mepet. Mengacu pada hasil rapat konsultasi dengan Komisi II DPR RI. Pendaftaran capres dan cawapres akan dibuka pada 19 sampai 25 Oktober 2023. Kemudian, kurang dari sebulan semenjak pendaftaran dibuka, KPU akan menetapkan dan pengumuman pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden.

Baca Juga: Gen Z Memilih, Ternyata Begini Peran Gen Z di Pemilu 2024

1. Dikhawatirkan terjadi bencana institusional

Menanti Nasib Syarat Batas Usia Capres-Cawapes di Tangan MKilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)

Peneliti pada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Violla Reininda, mengaku khawatir apabila MK mengabulkan gugatan batas usia capres dan cawapres tersebut.

Sebab, bukan tidak mungkin akan mengakibatkan terjadinya bencana institusional (institusional disaster). Potensi itu muncul lantaran penyelanggara pemilu harus menyesuaikan Putusan MK tersebut di tengah tahapan yang semakin mepet.

"Ada potensi institusional disaster karena peraturan teknis turunannya diubah cepat. Ini akan menjadi beban KPU dan Bawaslu untuk menyesuaikan peraturan, apalagi sudah mendekati jadwal pendaftaran capres-cawapres," kata Violla dalam diskusi daring, Selasa (26/9/2023).

Di sisi lain, Violla menuturkan, jika MK mengabulkan gugatan tersebut, maka berpotensi memberikan karpet merah bagi rezim sekarang untuk terus berkuasa. Gugatan batas usia ini dianggap secara luas bertujuan untuk membuka jalan putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Gibran Rakabuming yang kini berusia 35 tahun.

Kemudian, apabila MK mengabulkan gugatan tersebut, maka berpotensi menimbulkan citra negatif karena kredibilitas lembaga penjaga konstitusi itu dipertanyakan. Publik akan menilai MK tidak konsisten. Mengingat selama ini MK selalu menolak gugatan menyangkut usia dengan alasan open legal policy atau wewenang lembaga pembentuk undang-undang.

Baca Juga: Baliho Prabowo-Gibran Muncul di Soloraya, Gibran Ngaku Solid di PDIP 

2. Aturan soal batas usia capres-cawapres harusnya bukan ranah MK

Menanti Nasib Syarat Batas Usia Capres-Cawapes di Tangan MKGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, aturan mengenai batas usia capres dan cawapres tak ideal jika diputuskan oleh MK.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menuturkan, aturan mengenai salah satu komponen syarat pencalonan tersebut seharusnya dibahas dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Khoirunnisa memastikan, pandangannya tersebut juga disampaikan saat Perludem menjadi pihak terkait dalam sidang di MK.

"Dengan jadi pihak terkait dan mengatakan ini bukan ranahnya MK, saya rasa bukan kemudian menolak bahwa anak muda perlu hadir dalam ruang elektoral. Saya rasa itu jangan digiring ke sana. Sekarang kalau kita bicara anak muda, semua muda dari sisi tampilannya, dari sisi look-nya, tapi mau anak muda yang seperti apa," kata dia, Rabu (27/9/2023).

Khoirunisa menilai, proses uji materi di MK lingkup diskusi dan pelibatan berbagai lapisan masyarakat cenderung lebih sempit. Berbeda jika dilakukan revisi UU, tentu akan lebih banyak melibatkan partisipasi masyarakat secara luas.

Sebab, kata Khoirunisa, definisi batas usia capres yang disebut untuk mengakomodir potensi anak muda itu masih abu-abu.

"(Definisi soal anak muda) menurut kami juga tidak bisa dibahas dalam proses uji materi di MK. Pembahasannya adalah melalu revisi UU Pemilu sehingga kita bisa secara tuntas mendefinisikan muda ini, muda yang seperti apa," tutur dia.

"Sementara kita tahu proses di MK berbeda dengan revisi UU yang publik bisa beri masukan secara lebih komprehensif. Karena kalau di MK yang bisa menyampaikan argumetasi harus jadi pihak terkait," lanjut Khoirunisa.

Baca Juga: PBB Pinang Gibran jadi Cawapres Prabowo: Jangan Takut Keluar PDIP

3. Mahfud sebut MK tak punya kewenangan ubah batas usia capres dan cawapres

Menanti Nasib Syarat Batas Usia Capres-Cawapes di Tangan MKMenkopolhukam Mahfud MD saat melakukan konferensi pers di kantornya. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu)

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyerahkan kepada hakim konstitusi tentang gugatan batas minimum usia bakal cawapres di MK tersebut. Ia meminta agar tidak ada yang melakukan intervensi kepada hakim konstitusi dalam mengambil keputusan.

Namun, Mahfud menggarisbawahi, sesuai standar ilmiah MK memiliki kewenangan membatalkan undang-undang. Hal tersebut sudah berlaku sejak 1920, ketika MK berdiri di Wina, Austria.

"Standar ilmiahnya, MK itu tidak membuat aturan tetapi hanya boleh membatalkan (negative legislator) satu aturan tertentu salah. Yang boleh diputus oleh MK, bukan didasarkan karena (aturan tersebut) tidak disenangi orang, melainkan bila dianggap melanggar konstitusi. Bila tidak melanggar konstitusi, maka MK tidak boleh membatalkan atau mengubah sebuah aturan," ungkap Mahfud di Jember, Jawa Timur dalam sebuah video, dikutip Senin (25/9/2023).

Mantan Ketua MK itu memberikan contoh soal gugatan batas minumum calon wakil presiden, maka perlu diperjelas berapa yang dikatakan tidak melanggar konstitusi.

"Apakah (batas minimum) 40 tahun dikatakan melanggar (konstitusi)? Apakah (batas mininum) 25 tahun melanggar? Apakah usia 70 tahun dianggap melanggar (konstitusi)?" ujar dia.

Ia menambahkan, apabila tidak ada pengaturan yang jelas tentang hal tersebut, maka penetapan batas mininum atau maksimum bagi capres dan cawapres tak melanggar konstitusi.

Namun, batas minimum usia bakal cawapres dan capres sudah ditetapkan di dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Di dalam Pasal 169 Ayat q tertulis 'peserta yang ingin menjadi capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun.'

Menurut Mahfud, bila ingin mengubah aturan di dalam konstitusi itu, maka hal tersebut bukan menjadi kewenangan MK.

"Yang mengubah itu DPR, lembaga legislatif. MK pun sudah tahu mengenai hal itu," ujar Mahfud.

4. Jokowi pastikan tidak intervensi

Menanti Nasib Syarat Batas Usia Capres-Cawapes di Tangan MK(Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Presiden Jokowi juga sempat merespons soal gugatan batas capres dan cawapres minimal 35 tahun. Jokowi menegaskan, tak mengintervensi soal gugatan tersebut.

"Saya gak mengintervensi, itu urusan yudikatif," ujar Jokowi di Sukabumi, Jumat (4/8/2023).

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga merespons soal isu gugatan batas usia tersebut untuk memasangkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai capres-cawapres di Pilpres 2024.

"Jangan menduga-duga, jangan berandai-andai," ucap dia.

Diketahui, MK sudah menggelar sidang untuk tiga perkara sekaligus tentang batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun, yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Pertama, perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan petitum meminta batas usia minimum capres-cawapres diturunkan dari menjadi 35 tahun. PSI diketahui merupakan partai yang mengaku tegak lurus kepada Jokowi. Saat ini putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep juga menjabat sebagai Ketum PSI.

Kedua, perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda, yakni Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana. Partai Garuda meminta MK menetapkan batas usia capres dan cawapres 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara. Ahmad Ridha Sabhana merupakan adik kandung Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria. Selain itu, Partai Garuda juga merupakan pendukung Prabowo yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Ketiga, perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan oleh sejumlah kepala daerah, yang dua di antaranya adalah Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa. Erman dan Pandu sama-sama politikus Partai Gerindra.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya