KPU Antisipasi Kasus Warga Negara Ganda hingga Ijazah Palsu di Pilkada
Intinya Sih...
- KPU ungkap tiga isu strategis jelang Pilkada Serentak 2024
- Kasus ijazah palsu calon kepala daerah perlu diwaspadai
- Status kewarganegaraan ganda dan mantan terpidana nyalon kepala daerah menjadi fenomena marak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochamad Afifuddin menjelaskan sejumlah isu strategis yang harus diantisipasi jelang Pilkada Serentak 2024.
KPU mencatat, setidaknya ada tiga fenomena yang marak terjadi pada gelaran pilkada sebelumnya.
"Isu yang atau per kejadian yang menonjol di pemilu kemarin pilkada kemarin dan harus kita antisipasi," kata Afif dalam rapat koordinasi kesiapan penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2024 di Medan, Sumatra Utara, Selasa (9/7/2024).
"Ada tiga isu ini Pilkada 2020 kemarin mengemuka," sambung dia.
Baca Juga: Tak Kosultasi soal PKPU Pilkada, KPU Bakal Dipanggil Komisi II DPR
1. Ijazah palsu calon kepala daerah
Pria yang akrab dipanggil Afif itu mengatakan, kasus ijazah calon kepala daerah yang terindikasi palsu perlu diwaspadai. Kasus tersebut salah satunya pernah terjadi dalam pilkada yang digelar di daerah Sumatera Utara (Sumut).
"Ijazah yang tidak asli itu juga pernah ada di Sumatra Utara juga pernah ada ini menjadi kewaspadaan kita," ujar Afif.
Editor’s picks
Baca Juga: Setelah Gibran, Jokowi Kini Doakan Kaesang dan Bobby di Pilkada 2024
2. Fenomena kewarganegaraan ganda
Selain itu, kata Afif, fenomena yang terjadi lainnya ialah kewarganegaraan yang bermasalah. Pada pilkada sebelumnya, sejumlah calon kepala daerah terkendala status kewarganegaraan yang ternyata ganda.
"Calon kepala daerah dengan apa istilahnya warga negara asing atau double kependudukan nah itu kejadiannya ada," ungkap dia.
Baca Juga: Mahfud Dorong Semua Komisioner Dicopot, KPU: Ungkapan Rasa Sayang
3. Jeda mantan terpidana maju sebagai kepala daerah
Lalu fenomena selanjutnya ialah terkait jeda waktu bagi kandidat calon kepala daerah yang pernah tersandung kasus alias mantan terpidana.
"Juga tadi yang saya sampaikan (fenomena yang marak terjadi), jeda mantan terpidana atau mantan terpidana nyalon kepala daerah itu juga (perlu diantisipasi)," imbuh dia.