Ketua KPU: Kami Akan Tindak Lanjuti Putusan MK

KPU akan berkoordinasi dengan DPR dan pemerintah

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menegaskan akan mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat dalam mengusung calon kepala daerah dalam gugatan UU Pilkada.

Berbeda dengan Baleg DPR RI yang membangkang dari Putusan MK, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin memastikan akan menindaklanjuti putusan MK.

"Kami sampaikan, kami ulangi lagi, sebagaimana berita beredar, KPU dalam hal ini sudah menempuh langkah untuk menindaklanjuti putusan MK," kata dia dalam jumpa pers di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Selatan, Kamis (22/8/2024).

"Jadi kalau pertanyaannya apakah KPU menindaklanjuti putusan MK? Kami tegaskan KPU menindaklanjuti putusan MK," jelas Afifuddin.

Namun, KPU akan berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR sebagai pembentuk Undang-undang untuk mengakomodasi Putusan MK dalam Peraturan KPU (PKPU).

Mengacu Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, KPU diwajibkan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum menerbitkan PKPU. Lalu putusan lainnya di tahun 2017, MK memastikan hasil rapat konsultasi tersebut tidak mengikat bagi KPU.

Pria yang akrab dipanggil Afif itu menyebut, belajar dari pengalaman pada Putusan MK Nomor 90, jajaran Komisioner KPU dinyatakan melanggar kode etik karena tidak melakukan konsultasi ke DPR maupun pemerintah.

"Kenapa (konsultasi) ini kami lakukan, kami punya pengalaman dulu ada putusan MK dalam proses pilpres, putusan 90 yang saat itu dalam perjalanannya kemudian kami tindak lanjut tetapi konsultasi tidak sempat dilakukan karena satu dan lain hal, selanjutnya dalam aduan dan putusan DKPP kami dinyatakan salah dan diberi peringatan keras dan keras terakhir," tuturnya.

Ia menuturkan konsultasi perlu dilakukan agar penerapan aturan ke PKPU sesuai prosedur.

"Tentu jalur-jalur konsultasi ini semata-mata tertib prosedur sebagimana pengalaman yang kita alami," imbuh Afif.

Sebagaimana diketahui, ada dua Putusan MK yang sempat jadi pembahasan Baleg DPR RI dalam menggodok Revisi UU Pilkada. Keduanya ialah Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Dalam putusan nomor 60, MK mengubah syarat bagi parpol untuk mengusung calon kepala daerah. Dari yang semula mengacu pada persentase jumlah kursi DPRD, menjadi berpatokan pada jumlah raihan suara pada pileg terakhir.

Dengan demikian, partai atau gabungan partai politik bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Namun, Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI tak sepenuhnya mematuhi Putusan MK.

Mereka membangkang dengan menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai tersebut hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Sementara bagi parpol yang lolos parlemen DPRD, masih mengacu pada jumlah kursi DPRD.

Kemudian dalam Putusan MK nomor 70, diatur penghitungan syarat usia minimal calon kepala daerah dilakukan sejak KPU menetapkan pasangan calon, bukan sejak calon kepala daerah terpilih dilantik. Lagi-lagi, DPR membangkang terhadap putusan itu dengan justru berdalih mengikut Putusan MA bahwa syarat usia minimal calon kepala daerah dihitung saat pelantikan paslon.

Baca Juga: Megawati: Secara Hierarki MK Itu Lebih Tinggi, KPU Mesti Jalani

Baca Juga: Civitas Akademika Fisip Unpad Minta KPU Tetapkan Putusan MK 60 & 70

Baca Juga: DPR Anulir Putusan MK, Mahasiswa NTB akan Demo Besar-besaran

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya