Kaesang Dianggap Gratifikasi soal Jet Pribadi, Mirip Zaman Orba

Harus ada penelusuran hukum lebih lanjut

Intinya Sih...

  • Rektor Universitas Paramadina menilai penggunaan jet pribadi oleh putra Jokowi sebagai bentuk gratifikasi.
  • Menurutnya, kasus Kaesang merupakan praktik gratifikasi yang harus ditelusuri lebih lanjut secara hukum.

Jakarta, IDN Times - Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini menilai, aksi putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo memakai jet pribadi sebagai bentuk gratifikasi.

"Demi yurisprudensi, anak seorang pejabat negara, seperti anak Presiden dalam kasus ini, menerima fasilitas atau uang dari seorang pengusaha atau pihak lain yang memiliki kepentingan tertentu. Hal tersebut bisa dianggap sebagai gratifikasi," kata Didik dalam keterangannya, Kamis (29/8/2024).

Meski Kaesang bukan pejabat negara, namun ada kekhawatiran bahwa fasilitas atau uang tersebut diberikan dengan harapan mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pejabat terkait, terutama Presiden.

Baca Juga: Gara-Gara Private Jet, Kaesang 2 Kali Dilaporkan ke KPK Hari Ini

1. Mirip seperti yang dilakukan pejabat pada masa orde baru

Kaesang Dianggap Gratifikasi soal Jet Pribadi, Mirip Zaman OrbaKaesang Pangarep dan Erina Gudono. (instagram.com/kaesangp)

Menurut Didik, kontroversi praktik gratifikasi Kaesang itu mirip seperti yang sering dilakukan oleh pejabat pada masa orde baru (orba).

"Jadi kasus Kaesang sudah gamblang merupakan bentuk, kelakuan, dan praktik gratifikasi, sama persis dengan kelakuan anak-anak pejabat masa Soeharto," ucapnya.

Ia menyampaikan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 

Jika gratifikasi diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya, maka hal tersebut dianggap suap. 

"Lingkaran keluarga yang menerima pemberikan dengan memanfaatkan kekuasaan jelas dan gamblang juga merupakan praktik gratifikasi," kata dia.

Baca Juga: Gerindra Pastikan Kaesang Tak Maju di Pilkada Solo 2024

2. Perlu penelusuran hukum lebih lanjut

Kaesang Dianggap Gratifikasi soal Jet Pribadi, Mirip Zaman OrbaKetua Umum PSI, Kaesang Pangarep (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Didik menegaskan, perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut terkait indikasi adanya gratifikasi anak Presiden tersebut.

Dalam perspektif hukum, penggunaan fasilitas mewah oleh anak pejabat negara sudah banyak yang mendesak untuk tidak hanya menjadi sasaran kritik etika dan politik. Namun, hal tersebut juga harus dimajukan ke dalam ranah hukum karena mengarah ke pada tindakan gratifikasi.  

Penelusuran hukum lebih lanjut, kata dia, diperlukan untuk melihat apakah ada indikasi bahwa fasilitas tersebut diterima sebagai imbalan dari pihak ketiga, terutama jika pihak tersebut memiliki kepentingan tertentu yang bisa dipengaruhi oleh keputusan ayahnya sebagai Presiden.  

"Hubungan antara Kaesang, Presiden, dan keluarga dengan peminjam pesawat perlu ditelusuri, tidak hanya hubungannya dalam kasus pesawat jet pribadi ini tetapi juga hubungan yang pernah terjadi selama ini," tuturnya.

Baca Juga: TOP 5: Alasan PDIP Batal Usung Anies hingga Kaesang Dilaporkan ke KPK

3. Kasus anak pejabat yang terlibat gratifikasi dan korupsi

Kaesang Dianggap Gratifikasi soal Jet Pribadi, Mirip Zaman OrbaIlustrasi korupsi (IDN Times/Arief Rahmat)

Didik menjelaskan, di Indonesia sudah ada kasus-kasus keluarga yang terlibat dalam korupsi dan gratifikasi terkait kekuasan orangtuanya. Contohnya, anak mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo dan anak mantan gubernur Banten Ratu Atut.

"Meskipun bukan pejabat langsung yang terlibat, oknum keluarga yang memanfaatkan kekuasaan orangtuanya, maka kasus itu tidak terhindar dari hukum. Karena itu, kasus Kaesang setelah heboh secara politik di masyarakat sebagai praktik tidak patut, maka sekarang mutlak harus masuk ke ranah hukum," jelas dia.

Dari kasus ini dan banyak kasus lainnya, kata dia, Jokowi dianggap secara beruntun dengan kekuasaannya telah merusak hampir semua tatanan negara, pemerintahan, hukum dan bangsa ini. 

Didik mengungkap, tatanan hukum rusak dan hancur lebur karena membiarkan anaknya mengenyam fasilitas terindikasi ilegal, KPK dilemahkan, hukum dipakai sebagai ancaman pengritik atau lawannya. Dengan begitu, ujar dia, kasus Kaesang harus ditindaklanjuti secara serius agar hukum tegak kembali.

"Dirinya mengira bersih karena tidak menerima apa pun dari pengusaha atau pihak lain, tetapi apa yang dilakukan lebih rusak dari sekedar gratifikasi karena masuk katagori state captured corruption," ucap dia. 

Baca Juga: PSI Bantah Kaesang Gantikan Mangkunegara X di Pilkada Solo 

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya