Emil Dardak: Anak Muda Jangan Silent Majority, Jadi Pemimpin yang Baik

Anak muda diminta harus aktif

Intinya Sih...

  • Anak muda perlu terlibat dalam dialektika publik dan agenda pembangunan bangsa.
  • Emil Dardak menyerukan anak muda menjadi pemimpin masa depan yang baik, kritis, dan memiliki mental kuat.
  • Kepemimpinan anak muda harus bertransformasi dengan pemikiran ideal, inspiratif, dan mampu membaca situasi.

Jakarta, IDN Times – Bakal Calon Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim), Emil Dardak, menekankan bahwa anak muda perlu terlibat dalam dialektika publik. 

Hal itu disampaikan mantan Wakil Gubernur Jatim tersebut dalam acara Youth Conference Rembuk Pemuda Jatim 2024 di Malang, Jawa Timur, Kamis (1/8/2024). Kegiatan ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai elemen organisasi anak muda yang ada di Jatim, seperti BEM dari berbagai universitas di Jatim, Organisasi Kepemudaan (OKP), komunitas, serta berbagai elemen anak muda.

Baca Juga: Golkar: Ada Peluang Cagub KIM Melawan Kotak Kosong di Pilkada 2024

1. Anak muda jangan jadi silent majority

Emil Dardak: Anak Muda Jangan Silent Majority, Jadi Pemimpin yang BaikMantan Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak (dok. Istimewa)

Emil Dardak menegaskan, anak muda harus banyak terlibat dalam setiap kondisi yang terjadi di Indonesia. Ia pun mengajak generasi muda tidak menjadi kelompok yang pasif sebagai silent majority.

“Saya berharap anak muda tidak hanya menjadi silent majority. Sebaliknya, anak-anak muda harus terlibat dalam dialektika publik dan secara konkret ikut dalam agenda pembangunan bangsa. Anak muda harus bisa mengaktivasi nation survival, semangat bersama, semangat kebangsaan, semangat kemerdekaan,” ujarnya.

Baca Juga: Bawaslu: Ujaran Kebencian-SARA Rawan Terjadi di Kampanye Pilkada DKI

2. Emil Dardak ungkap kriteria pemimpin ideal

Emil Dardak: Anak Muda Jangan Silent Majority, Jadi Pemimpin yang BaikMantan Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak usai sambangi rumah Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan (7/6/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam kegiatan itu, Emil Dardak juga menyerukan kepada anak muda agar bisa menjadi pemimpin masa depan yang baik dan kritis. Terutama, bisa berpikir jangka panjang serta punya mental dan usaha yang kuat.

“Anak muda harus menjadi pemimpin yang baik dengan values driver, yaitu yang berpikir long term, panjang ke depan, harus memiliki mental big effort, berdaya tahan tinggi, dan tidak mudah patah arang,” ucapnya.

Sementara, pendiri Rembuk Pemuda, Aidil Pananrang berpandangan, kepemimpinan anak muda harus bertransformasi tidak berada pada tataran transaksional. Ia menjelaskan bahwa untuk menjadi pemimpin transformasional harus memiliki pemikiran ideal, cerdas, inspiratif, serta mampu membaca situasi dan kondisi.

“Kepemimpinan anak muda harus bisa bertransformasi. Ada empat dimensi pemimpin transformarsional, yaitu idealize dengan membangun pemikiran yang ideal, intellectual stimulation untuk menghasilkan solusi yang baik, inspirational motivation, serta individual correspondance dengan menjawab dan membaca situasi dan kondisi yang ada," imbuh dia.

3. Mengenal silent majority

Emil Dardak: Anak Muda Jangan Silent Majority, Jadi Pemimpin yang BaikIlustrasi pemimpin (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Istilah silent majority sendiri sempat mengemuka dalam gelaran Pemilu 2024 lalu. Dalam konteks politik, silent majority merujuk pada sebagian besar populasi yang diam-diam mendukung suatu pandangan atau kebijakan, tetapi jarang terlibat dalam diskusi publik atau demonstrasi. Istilah ini pertama kali popular di Amerika Serikat pada era 1960-an, tetapi konsepnya masih relevan hingga saat ini.

Silent majority umumnya terdiri dari mayoritas penduduk suatu negara atau wilayah. Mereka mungkin memiliki pandangan politik atau sosial tertentu, tetapi cenderung memilih untuk tetap diam dan tidak terlibat dalam diskusi publik atau pergerakan politik.

Sebagian besar silent majority lebih memilih untuk mempertahankan kehidupan pribadi mereka dan tidak terlibat secara aktif dalam perdebatan atau demonstrasi politik. Namun demikian, meskipun diam dalam ranah publik, keberadaan dan kebijaksanaan silent majority tetap memiliki dampak yang signifikan dalam pembentukan opini dan pengambilan keputusan politik. Karena jumlah mereka yang besar, keheningan mereka sering kali disalahartikan sebagai ketidakpedulian atau ketidakberpihakan terhadap isu-isu sosial dan politik.

Selain itu, silent majority juga bisa menjadi hasil dari perasaan ketidakpuasan terhadap sistem politik atau kebijakan yang ada. Mereka mungkin merasa bahwa suara mereka tidak didengar atau diwakili oleh para pemimpin politik, sehingga memilih untuk tidak terlibat dalam proses politik yang ada.

Dalam beberapa kasus, silent majority juga dapat menjadi hasil dari apatis atau ketidakpedulian terhadap isu-isu politik yang kompleks dan membingungkan. Maka dari itu, penting untuk memahami bahwa diamnya silent majority bukanlah tanda ketidakpedulian, tetapi mungkin merupakan ekspresi dari perasaan frustrasi atau ketidakpuasan terhadap sistem politik yang ada.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya