DPR Membangkang dari Putusan MK, Pilkada Bisa Inkonstitusional

Demi karpet merah buat Kaesang?

Intinya Sih...

  • Pengajar hukum pemilu dari UI, Titi Anggraini, menilai pembangkangan DPR terhadap Putusan MK bisa membuat Pilkada 2024 inkonstitusional.
  • Titi mengingatkan bahwa MK adalah satu-satunya penafsir konstitusi yang memiliki kewenangan menguji UU terhadap UUD NKRI Tahun 1945.
  • Baleg DPR RI mengusulkan usia minimal calon kepala daerah berdasarkan putusan MA, namun Putusan MK membatalkan tafsir tersebut.

Jakarta, IDN Times - Pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menilai bahwa pembangkangan yang dilakukan DPR terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pencalonan kepala daerah melalui revisi UU Pilkada, bisa membuat Pilkada 2024 inkonstitusional.

Titi menilai, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang pengujian ketentuan persyaratan batas usia minimal calon kepala daerah, bersifat final dan mengikat. Selain itu, putusan konstitusional itu juga ergo omnes atau berlaku serta merta bagi semua pihak, termasuk DPR dan pemerintah. Oleh karena itu, Titi menyebut upaya revisi UU Pilkada sebagai pembangkangan konstitusi.

"Jelas Putusan MK final dan mengikat serta berlaku serta merta bagi semua pihak atau erga omnes. Kalau sampai disimpangi maka telah terjadi pembangkangan konstitusi dan bila terus dibiarkan berlanjut, maka Pilkada 2024 adalah inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan," ucap dia saat dihubungi IDN Times, Rabu (21/8/2024).

Baca Juga: DPR Tolak Putusan MK, Ambang Batas 7,5% Hanya untuk Partai Nonparlemen

1. Semua pihak harus tunduk pada Putusan MK

DPR Membangkang dari Putusan MK, Pilkada Bisa InkonstitusionalPakar Pemilu Titi Anggraini dalam program Real Talk with Uni Lubis, Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)

Titi mengingatkan bahwa MK merupakan penafsir konstitusi satu-satunya yang memiliki kewenangan menguji UU terhadap UUD NKRI Tahun 1945 dalam sistem hukum Indonesia.

"Pemerintah, DPR, dan semua elemen bangsa harus menghormati dan tunduk pada Putusan MK dengan tanpa kecuali," tegasnya.

2. Putusan MK tidak bisa dibenturkan dengan MA

DPR Membangkang dari Putusan MK, Pilkada Bisa InkonstitusionalSuasana pembahasan revisi UU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (21/8/2024). (IDN Times/Amir Faisol).

Di sisi lain, Putusan MK tidak bisa dibenturkan dengan Putusan MA. Putusan MK merupakan pengujian konstitusionalitas norma UU terhadap UU Dasar. Sehingga Putusan MK harus dipedomani oleh semua pihak, tidak terkecuali DPR, Pemerintah, dan Mahkamah Agung. 

"Ketika MK sudah memberi tafsir, maka itulah yang harus diikuti semua pihak. Senang atau tidak senang," imbuh Titi.

3. Polemik rujukan Revisi UU Pilkada ke Putusan MA atau MK

DPR Membangkang dari Putusan MK, Pilkada Bisa InkonstitusionalIlustrasi pemimpin (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat panitia kerja (panja) untuk membahas Revisi Undang-Undang (UU) Pilkada. Rapat berjalan panas saat memasuki poin batas usia calon kepala daerah.

Baleg DPR RI sempat berdebat mengenai rujukan syarat usia itu akan menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) atau Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi alias Awiek menegaskan, Baleg tetap merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) terkait syarat batas usia calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota, dan wakil wali kota.

"Yang disampaikan semua logikanya benar tapi ada putusan hukum yang kita rujuk dalam hal ini jelas putusan Mahkamah Agung sudah ada putusannya," kata Awiek, dalam rapat itu, di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabub (21/8/2024).

Baleg DPR RI mengusulkan, calon kepala daerah harus berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota. Usia miminal itu terhitung sejak pelantikan kepala daerah terpilih.

Usul itu merujuk pada putusan MA yang mengabulkan uji materi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

MA mengungkapkan Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, aturan batas usia minimal kepala daerah itu dihitung sejak yang bersangkutan dilantik sebagai calon terpilih, bukan lagi saat ditetapkan sebagai paslon.

Putusan MA tersebut sempat menuai polemik karena dianggap memberikan karpet merah buat Putra bungsu Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang digadang-gadangkan maju di Pilkada Serentak 2024.

Kaesang masih berusia 29 tahun saat pendaftaran Pilkada Serentak 2024 yang dibuka pada 27-29 Agustus. Kaesang berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024.

Jika syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak pelantikan, kans Kaesang maju di Pilkada Serentak 2024 terbuka. Sebab, pelantikan kepala daerah yang terpilih pada Pilkada Serentak 2024 dilakukan secara bertahap mulai 1 Januari 2025.

Sementara jika merujuk Putusan MK Nomor 70, batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon. Putusan MK ini menggugurkan tafsir yang dibuat oleh MA yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik. Jika merujuk Putusan MK, maka Kaesang harus ikhlas menerima nasib gagal maju di Pilkada DKI Jakarta.

Baca Juga: Viral! Peringatan Darurat, Ungkapan Sedih Kecewa Warganet Indonesia

Topik:

  • Sunariyah
  • Mohamad Aria

Berita Terkini Lainnya