Bawaslu: Generasi Milenial Rawan Hoaks dan Politik SARA Jelang Pemilu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengatakan generasi milenial rawan kena hoaks dan permainan politik SARA jelang Pemilu 2024.
Menanggapi potensi masalah politik tersebut, Bawaslu tengah mempersiapkan pendidikan dan literasi digital bagi seluruh elemen masyarakat yang terlibat.
"Media sosial kan juga milik teman-teman milenial dan mereka punya ketertarikan seperti itu. Saya kira 50-60 persen pemilih kita milenial yang tidak mengalami proses demokratisasi 98-99," kata Bagja ketika meresmikan Meja Layanan Pemantau Pemilu 2024, Jumat (10/6/2022).
Baca Juga: Krisis Iklim dan Dampaknya pada Milenial dan Gen Z, Bisa Apa?
1. Generasi milenial berkaca dari Pemilu 2014 dan 2019
Begja menilai generasi milenial hanya merasakan pesta politik saat 2014 dan 2019. Di mana kondisi politik yang jadi fenomena justru masalah politik identitas. Dia menganggap masalah politik SARA bukan hanya tugas Bawaslu, melainkan menjadi pekerjaan seluruh elemen masyarakat, termasuk partai politik.
Partai politik yang meramaikan 2024 nanti diharapkan mampu memberi pemahaman kepada kadernya, sehingga tak memanfaatkan politik identitas.
"Mereka (generasi milenial) melihatnya di 2014-2019 yang kemudian bangsa ini penuh polarisasi. Ini tentu tugas bersama bukan hanya Bawaslu. Yang paling penting adalah tugas parpol mendidik kader politiknya, untuk membangun kampanye sehat tanpa hoaks dan politik SARA," ucap Bagja.
2. Parpol diharapkan mengampanyekan politik sehat
Bagja berharap parpol bisa mengampanyekan politik sehat, sehingga Pemilu 2024 berjalan lancar tanpa ada perpecahan.
"Ini kita serahkan kepada partai politik dan penyelenggara pemilu. Kita akan mengawasi dan mengajarkan kampanye yang sehat," tutur dia.
3. Kampanye itu pesta rakyat
Selain itu, Bagja menilai kampanye merupakan pesta rakyat. Oleh sebab itu, dia mengimbau agar tidak memfitnah dan menghina meskipun berbeda pandangan politik.
"Kampanye kan pesta, masyarakat kemudian mengekspresikan pilihannya. Yang penting tanpa fitnah atau menghina pilihan orang lain. Ini harus ditanamkan, ini yang kita targetkan," tutur dia.