Hati-Hati! Banyak Napi Jadi Pelaku Kekerasan Berbasis Gender Online

Mereka menggunakan akun palsu dan berakhir di pemerasan

Intinya Sih...

  • Narapidana pelaku KBGO tersebar di berbagai lembaga pemasyarakatan
  • Edukasi dan sosialisasi oleh pemerintah dan swasta penting untuk mencegah kekerasan seksual dan KBGO, serta partisipasi masyarakat dalam melaporkan tindakan tersebut.

Jakarta, IDN Times - Kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang marak terjadi akhir-akhir ini ternyata pelakunya banyak narapidana. Hal ini diungkapkan Kepala Unit (Kanit) Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polri, AKBP Ema Harmawati.

"Rata-rata pelakunya menggunakan akun palsu, kebanyakan kasus yang ditangani terkait KBGO pelakunya adalah para napi, narapidana di lapas, kebanyakan seperti itu," ujar Ema dalam workshop Urgensi Pedoman Pemberitaan Kekerasan Seksual Bagi Jurnalis, yang digelar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Australia, di kantor IDN Times, Jakarta, Kamis (20/Juni/2024).

Ema menyebutkan, para narapidana yang menjadi pelaku KBGO tersebut masih berada di dalam lapas (lembaga pemasyarakat) yang tersebar di berbagai lapas di Indonesia.

"Yang lebih tahu (soal ini) dari Direktorat Cyber Polri, karena penanganannya oleh mereka," ujar Ema kepada IDN Times.

Pernyataan Emma ini merujuk pada sejumlah kasus KBGO yang terjadi baru-baru ini, salah satunya kasus ibu muda di Tangerang Selatan dan Bekasi yang melecehkan anak kandungnya sendiri, yang masih di bawah umur, karena diancam oleh pelaku.

Baca Juga: Pelaku KBGO Mengintai, Bareskrim Ingatkan Pengguna Medsos Waspada

Iming-iming berujung ancaman hingga terjadi pelecehan

Hati-Hati! Banyak Napi Jadi Pelaku Kekerasan Berbasis Gender OnlineWorkshop FJPI dilaksanakan di kantor IDN HQ pada Kamis (20/6/2024). (IDN Times/Restu Rahmah Putri)

Pada awal Juni 2024, jagat maya dihebohkan oleh video seorang ibu di Tangerang Selatan dan Bekasi mencabuli anak kandungnya sendiri. Polda Metro Jaya mengungkapkan, peristiwa tersebut terjadi berawal dari sang ibu ditawari pekerjaan dengan gaji tinggi oleh pemilik akun Facebook, dengan syarat mengirim foto bugil.

Setelah permintaan itu dipenuhi, pelaku yang belakangan diketahui menggunakan akun milik perempuan lain, kemudian kembali meminta si ibu membuat video berhubungan badan dengan suaminya.

“Si pemilik akun FB itu mengancam tersangka agar mau berhubungan dengan suaminya. Kemudian divideokan, kemudian dikirim ke dia lagi,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Sayam Indradi di Polda Metro Jaya, Senin (3/6/2024).

Namun permintaan itu ditolak oleh ibu di Tangerang Selatan (R) karena sang suami tidak ada di rumah. Pelaku kemudian memaksa agar si ibu mencabuli anak kandungnya yang berusia lima tahun. Pelaku mengancam, jika itu tidak dilakukan, foto bugil si ibu akan disebarluaskan.

“Karena merasa diancam, akhirnya dia melakukan pencabulan dan melakukan hal yang tidak baik,” kata Ade Ary.

Kasus serupa ternyata pernah terjadi pada Desember 2023 lalu. Kombes Ade Ary mengatakan, ibu berinisial AK di Bekasi diancam pelaku yang menggunakan akun Facebook IS untuk melakukan hal serupa seperti R.

“Hasil sementara motif ekonomi, disuruh oleh akun FB: IS,” ujar Ade Ary.

Kasus tersebut saat ini sedang ditangani Subdit Siber Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya. Baik ibu R maupun ibu AK, dua-duanya telah ditetapkan sebagai tersangka meskipun keduanya juga menjadi korban.

Berdasarkan keterangan polisi, akun IS yang digunakan pelaku untuk melancarkan aksinya, diduga telah diretas. "Akun tersebut diduga juga telah di-hack oleh seseorang tak dikenal," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Safri Simanjuntak , Senin (10/6/2024).

Berdasarkan hasil digital forensik, pelaku diduga menduplikasi akun Facebook milik IS untuk melakukan kejahatan. Bahkan pemilik asli akun IS juga menjadi korban dari kasus serupa oleh pelaku yang diduga meretas akun FB IS.

Korban IS mengaku mendapat pesan dari akun Facebook berinisial M yang menawari pekerjaan dengan iming-iming bayaran besar pada September 2021. Modusnya pun sama dengan kasus video viral dua ibu kandung di Tangsel dan Bekasi.

"Mulanya, diperintahkan untuk mengirimi foto setengah badan dengan memegang KTP. Kemudian pemilik asli akun IS diminta untuk mengirimkan video membuka semua pakaiannya dan dituruti oleh pemilik akun FB IS,” kata Ade.

Pelaku juga meminta korban untuk mengirim videonya sedang berhubungan badan. Namun, korban menolak permintaan itu.

"Kemudian, sosok yang belum dikenal itu (pelaku) mengancam untuk menyebarkan video sebelumnya apabila tidak menuruti perintahnya," ujar Ade.

Setelah korban tidak menuruti perintahnya, pelaku menyebarluaskan video bugil IS ke keluarga dan kerabatnya.

Kasus KBGO lainnya yang pernah terungkap yakni kejadian yang dialami seorang perempuan, dimana foto radang payudara yang dialaminya disebarkan oleh seorang senior laki-laki di sekolahnya melalui grup Whatsapp. Pelaku sebelumnya sempat meminjam handphone korban saat datang menjenguk.

“Saya sama sekali tidak punya pikiran buruk kepada orang lain bahwa akan ada orang yang lancang membuka HP dan mengirimkan foto di galeri saya. Pada saat itu foto yang dia kirim adalah foto bagian dada saya ke grup angkatannya, dan dia menuliskan pesan seolah-olah itu (mengirim foto) perbuatan saya,” kata korban dilihat dari akun YouTube Kemen PPPA.

Mengenal KBGO dan bentuk-bentuknya

Hati-Hati! Banyak Napi Jadi Pelaku Kekerasan Berbasis Gender OnlineWorkshop FJPI dilaksanakan di kantor IDN HQ pada Kamis (20/6/2024). (IDN Times/Uni Lubis)

Dikutip dari data Komnas Perempuan yang dirilis di komnasperempuan.go.id, Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang sebelumnya bernama Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG) Terhadap Perempuan, yakni setiap tindakan kekerasan berbasis gender, yang dilakukan, didukung atau diperburuk sebagian atau seluruhnya dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang menyasar terhadap seorang perempuan sebagai korban, karena ia seorang perempuan atau mempengaruhi secara tidak proporsional terhadap perempuan, yang mengakibatkan, atau mungkin berakibat terhadap kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk atas ancaman tindakan berupa pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ruang publik atau dalam kehidupan pribadi.” (Komnas Perempuan, 2021).

Dalam panduan "Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online" yang disusun SAFENet dijelaskan, KBGO yang difasilitasi teknologi sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata. Tindak kekerasan tersebut memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam pemaparannya di acara workshop Urgensi Pedoman Pemberitaan Kekerasan Seksual Bagi Jurnalis menyebutkan, soal KBGO diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Bentuk-bentuk KBGO bermacam-macam antara lain cyber harassment (pelecehan online), malicious distribution (ancaman distribusi foto atau video pribadi), impersonation (penipuan profil), cyber hacking (peretasan), cyber grooming (pendekatan untuk memperdaya), online defamation (pencemaran nama baik), cyber stalking (penguntitan online), illegal content (konten ilegal), cyber recruitment (rekrutmen online), dan doxing yakni menggali dan menyebarkan informasi pribadi seseorang di internet dengan maksud untuk menyebarluaskan atau intimidasi atau pelecehan.

Menurut Emma, sejak UU TPKS disahkan pada 12 April 2022, tren kasus pelecehan dan kekerasan seksual mengarah ke KBGO dengan modus melalui media sosial.

"Saat ini kasusnya trennya ke arah sana, modusnya melalui media sosial, itu banyak sekali jenisnya. Ada sextortion, mengarah pada adanya ancaman, pemerasan, kebanyakan pelaku menggunakan identitas palsu, menggunakan akun palsu, kebanyakan seperti itu, akunnya untuk kenalan di FB misalnya pengusaha muda, polisi ganteng, di Bareskrim ditangani seperti itu," papar Emma.

Baca Juga: 4 Tips Melindungi Privasi di Medsos bagi Perempuan untuk Hindari KBGO

Bentuk KBGO yang paling banyak dilaporkan

Hati-Hati! Banyak Napi Jadi Pelaku Kekerasan Berbasis Gender OnlineWorkshop FJPI dilaksanakan di kantor IDN HQ pada Kamis (20/6/2024). (IDN Times/Uni Lubis)

Berdasarkan data Komnas Perempuan, pelaporan kasus KBGO ke Komnas Perempuan terus meningkat setiap tahunnya, dari 2017 hingga 2022. Pada 2023, meski angka pelaporan berkurang 25 persen dibanding pada 2022, yakni dari 1.697 menjadi 1.272 pelaporan, namun angka pengaduannya membanyak.

Dalam data Komnas Perempuan juga dipaparkan, pada 2020 ada peningkatan kasus pelecehan seksual siber sebanyak 348 persen, dibandingkan tahun sebelumnya. Dari banyaknya kasus tersebut, bentuk pelecehan yang paling banyak terjadi yakni ancaman untuk menyebarkan media tak senonoh sebanyak 37,5 persen, pornografi dan balas dendam 15 persen, dan penuntutan gambar atau video tak senonoh sebanyak 10,4 persen.

Menurut Institute of Development Studies (2021) yang dikutip Andy, antara 16-58 persen perempuan pernah mengalami kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi.

Sementara Economist Intelligence Unit menyebutkan, sebanyak 38 persen perempuan memiliki pengalaman pribadi terkait kekerasan online, dan 85 persen perempuan yang menghabiskan waktu untuk aktivitas online pernah menyaksikan kekerasan digital terhadap perempuan lain.

Adapun UN Women (Badan PBB yang mengurusi masalah Perempuan) menyebutkan, tindakan kekerasan yang paling umum dilaporkan adalah misinformasi dan pencemaran nama baik/defarmation sebanyak 67 persen, pelecehan online (cyber harrasment) 66 persen, ujaran kebencian 65 persen, penipuan profil (impersonation) 63 persen, peretasan dan penguntitan 63 persen, astroturfing (upaya terkoordinasi untuk secara bersamaan membagikan konten yang merusak ke seluruh platform) 58 persen, pelecehan berbasis video dan gambar 57 persen, doxing 55 persen, ancaman kekerasan 52 persen, dan gambar yang tidak diinginkan atau seksual eksplisit konten 43 persen.

Data UN Women juga menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan mengalami kekerasan berbasis gender online ketika mereka mengakses internet.

Pencegahan dan penanganan kasus KBGO

Hati-Hati! Banyak Napi Jadi Pelaku Kekerasan Berbasis Gender OnlineIlustrasi individu menggunakan 2 unit handphone (IDN Times/Ayu Afria)

Untuk pencegahan dan penanganan kasus KBGO atau kekerasan seksual pada umumnya, Emma mengatakan, sudah banyak undang-undang yang mengaturnya. Di antaranya ada UU Perlindungan Anak, UU Kebiri Kimia, UU PKDRT, UU ITE, UU Pornografi, UU TPPO, dan terbaru ada UU TPKS. Ada juga UU Sistem Peradilan Pidana Anak khusus untuk penanganan kasus terkait anak.

Kendati demikian, Emma menegaskan, perlu kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah maupun swasta, dalam menangani kasus KBGO, termasuk juga memberikan edukasi ke masyarakat.

"Sosialisasi dan edukasi oleh berbagai pihak, pemerintah dan swasta, menjadi sangat penting. Karena gini, kejadian kekerasan seksual bisa dicegah dengan partisipasi masyarakat," paparnya.

Dari berbagai kasus yang ditangani Unit PPA Polri, Emma juga mengingatkan perlunya edukasi dini tentang seksualitas kepada anak sesuai usia mereka, untuk mencegah predator-predator seks di dunia maya bisa menjangkau korbannya.

"Karena luar biasa sekali ternyata predator-predator melalui dunia maya,” ujar Emma. “Perlu edukasi bagaimana bermedia sosial yang cerdas dan bagaimana edukasi dini soal seks,” lanjutnya.

Dia juga mengimbau kepada korban dan juga siapa pun yang mengetahui adanya tindak kekerasan atau KBGO untuk melapor ke polisi atau petugas keamanan di lingkungannya atau kepada lembaga masyarakat seperti LBH atau LSM lainnya. Bila tidak berani melapor ke polisi, bisa melapor kepada RT (Rukun Tetangga).

“Pelaporan tidak harus dari korban, setiap orang yang tahu wajib laporkan, termasuk dari petugas kesehatan seperti dokter atau perawat ketika menangani kejadian tersebut,” ujar Emma.

Terkait pelaku yang merupakan narapidana, Emma mengatakan, perlu diketahui dulu darimana napi tersebut memperoleh dan menggunakan telepon seluler (HP) untuk melancarkan aksinya, mengingat benda tersebut dilarang di lapas. Untuk hal ini, Emma mengungkapkan, pihaknya sudah bekerja sama dengan lapas.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya