[WANSUS] Suciwati: Cak Munir Bukan Musuh Negara!

Selama 19 tahun Suciwati memperjuangkan keadilan bagi Munir

Jakarta, IDN Times - Raut wajah Suciwati terlihat kecewa ketika melangkahkan kaki keluar dari pertemuan tertutup di ruang Asmara Nababan, Komnas HAM, Jakarta Pusat pada 7 September 2023 lalu. Tepat pada peringatan 19 tahun kematian suaminya, Munir Said Thalib, Suciwati bersama Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mendatangi kantor Komnas HAM untuk menagih upaya tindak lanjut terkait penyelidikan kasus Munir. 

Suciwati dan KASUM sedang memperjuangkan agar kasus pembunuhan berencana Munir dinyatakan sebagai pelanggaran berat HAM. Konsekuensinya bila pembunuhan Munir dinyatakan pelanggaran berat HAM, maka kasusnya tidak akan pernah kedaluwarsa. 

Mengacu kepada UU Nomor 26 Tahun 2000 mengenai pengadilan HAM Pasal 7, pelanggaran berat HAM meliputi dua hal yaitu kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan, tegas menyatakan pembunuhan terhadap Munir adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Tetapi, rupanya komisioner Komnas HAM belum secara bulat mengakui hal tersebut. 

Semula diharapkan usai Komnas HAM tegas menyatakan kasus Munir sebagai pelanggaran berat HAM, maka laporan penyelidik dari Komnas bisa dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Proses kemudian akan bergulir di Pengadilan HAM. 

Ini merupakan jalan alternatif setelah pihak kepolisian pada 2019 lalu menyatakan pengusutan kasus Munir sudah tuntas. Sejumlah tersangka, kata Polri, sudah diproses hukum dan dijatuhi vonis. 

Maka, usai pertemuan yang berlangsung selama dua jam, Suciwati mengaku kecewa. Ia semula berharap sudah ada kemajuan dari penyelidikan Komnas HAM, sejak tim ad hoc diumumkan akhir September 2022 lalu. Itu pun, komisioner Komnas HAM dianggap berlindung di balik Peraturan Komnas HAM, sehingga mereka tak bersedia menyampaikan siapa saja yang bakal diperiksa. 

"Masak menunggu 19 tahun untuk menentukan bahwa ini kasus pelanggaran HAM berat? Itu aneh menurut saya!" ungkap Suciwati ketika menyampaikan orasi pada pekan lalu di kantor Komnas HAM. 

"Hari ini katanya sudah dibentuk tim pro justitia. Tapi, apa kabarnya?Apakah ada orang yang diperiksa sebagai dalang? Itu sebabnya kami ke Komnas HAM untuk memastikan apakah mereka benar-benar berani? Atau memang lagi cari alasan dan pembenaran (agar tak memproses kasusnya)?" tanya dia lagi. 

Selama orasi, tak jarang terdengar massa meneriakan agar Komnas HAM sebaiknya dibubarkan saja. Sebab, cara mereka mengusut kasus Munir terkesan lambat. 

IDN Times mengajak Suciwati berbincang khusus di depan kantor Komnas HAM yang dilanjutkan melalui telepon pada 8 September 2023 lalu. Apa yang menyebabkan Suciwati konsisten memperjuangkan keadilan bagi Munir selama 19 tahun terakhir? Simak perbincangan IDN Times berikut:

Apa hasil audiensi keluarga korban dan KASUM dengan Komnas HAM pada 7 September 2023 lalu?

[WANSUS] Suciwati: Cak Munir Bukan Musuh Negara!Komite Aksi Solidaritas untuk Munir ketika mendatangi kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Kamis, 7 September 2023. (IDN Times/Santi Dewi)

Komnas HAM menceritakan, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam penyelidikan kasus Cak Munir. Ada dua hal yang disampaikan. Pertama, Komnas HAM selalu yakin sudah satu suara di internal mereka sendiri, bahwa ini (pembunuhan berencana Munir) adalah kasus pelanggaran berat HAM. Ternyata belakangan baru diketahui bahwa mereka tidak satu suara. Lho, kami bingung. What?

Aku gak tahu apakah ini alasan atau pembenaran lamanya penyelidikan kasus Munir. Ada yang aku lihat juga, meski mereka tidak cerita, ada beberapa keluhan juga, misalnya bagaimana ketika Komnas HAM membuat MoU dengan Kejaksaan Agung. Keluhannya yaitu bagaimana perilaku Jaksa Agung ini yang underestimate para penyelidik di Komnas HAM. Sebab, penyelidik di Komnas HAM bekerja bukan atas sumpah.

Berbeda dari penyelidik di kepolisian dan di kejaksaan. Mereka memang memiliki kekuatan hukum untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. 

Tapi, itu saya pikir bukan alasan. Di zaman Asmara Nababan, ketika ia menjabat Sekjen Komnas HAM, ketika Cak Munir menjadi semacam penyelidik di KPP HAM Timor Timur, mereka bisa memanggil jenderal untuk datang ke Komnas HAM. 

Sekarang kenapa, ketika dimulai dari zaman Abdul Hakim Nusantara (Ketua Komnas HAM periode 2002-2007), kemunduran itu sangat jelas sekali. Alasannya, karena ada bolak-balik beberapa kali antara Komnas HAM dan Jaksa Agung. Itu mereka jadi harus membuat kajian yang lebih banyak. 

Tapi, itu jadi aneh, karena mereka punya mandat yang lebih tinggi yaitu UU tentang Pengadilan HAM Nomor 26 Tahun 2000 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Saya pikir dua UU itu sudah sangat kuat dan membuat mereka bisa bergerak. 

Mereka juga lupa bahwa di tahun 1999 dan seterusnya banyak komisioner Komnas HAM yang lebih berani dibandingkan komisioner hari ini. Proses penyelidikan tim ad hoc ini jadi lama sekali. Bikin statement tahun 2022 untuk pembentukan timnya. Lalu dibentuk lah ada tim eksternal dari luar itu, itu pun baru kemarin di bulan Juli. 

Yang terjadi juga apa hasilnya? Dijawab masih mau menyelidiki (pembunuhan berencana Munir), masih mau memanggil (saksi). Mereka kan mengaku juga terikat pada Perkom (Peraturan Komnas HAM), itu semakin aneh. 

Itu membuat kami bertanya-tanya, mengapa UU yang lebih rendah yang dipakai. Sementara, UU yang lebih tinggi justru lebih kuat. 

Baca Juga: Dinilai Lambat Selidiki Kasus Munir, Komnas HAM Didesak Bubar

Peraturan Komnas HAM yang dimaksud berisi apa?

Perkom itu menyangkut kerahasiaan. Bahwa segala proses penyelidikan tidak perlu diungkap ke publik. 

Kami bisa paham kalau nama-nama (terduga pelaku) gak perlu disebut untuk keamanan. Kami oke dan setuju. Tapi, menyangkut informasi bahwa Komnas HAM hari ini akan memeriksa orang-orang tertentu, misalnya dari Garuda Indonesia, Badan Intelijen Negara, harusnya bisa dipublikasi. 

Apakah anggota tim ad hoc yang diumumkan tahun 2022 mengalami perubahan dengan tahun ini?

[WANSUS] Suciwati: Cak Munir Bukan Musuh Negara!Istri Munir Said Thalib, Suciwati di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Ada perubahan. Kenapa Usman Hamid tidak dijadikan tim eksternal karena dia akan menjadi bagian diperiksa. 

Usman kan dulu sempat bertugas di TPF (Tim Pencari Fakta). Jadi, dia mundur supaya tidak ada konflik kepentingan. Itu yang dijaga juga oleh Komnas HAM. Jadi, dua anggota tim ad hoc yang ditunjuk tahun 2022 dan tahun 2023, yang saya dengar berbeda. Kedua orang itu namanya sudah dikenal oleh publik secara luas kok. 

Baca Juga: Lagu Munir Bergema Ingatkan Jokowi Segera Tuntaskan Kasus HAM

Apakah ada jaminan yang disampaikan oleh Komnas HAM kepada keluarga korban bahwa seandainya nanti kasus Munir dinyatakan pelanggaran berat HAM akan diproses oleh Kejagung?

Yang dikasih tahu ke aku, Komnas HAM sedang melakukan MoU untuk melakukan pro justitia itu. Jadi, MoU antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung belum diteken. Itu harus dikejar tuh ke Komnas HAM, mengapa MoU itu belum ditanda tangani. 

Komnas HAM mengaku sudah mulai bekerja dan menyelidiki. Konkretnya sudah mulai manggil saksi-saksi. Proses pemanggilan itu tidak terhalangi meski MoU dengan Kejaksaan Agung belum diteken. 

Tapi, sekali lagi, itu tidak jadi jaminan. Kalau sudah ada tanda tangan (di MoU), akan menjadi jaminan hukum yang kuat. Nanti, kalau Kejagung gembos bisa dikuatkan dengan ditunjukkan dokumen MoU itu, bahwa kalian sudah kerja sama dengan Komnas HAM. Jangan dikhianati. Di dalam MoU itu bisa juga dimasukan klausul semacam pinalti. 

Apa yang akan dilakukan oleh KASUM selanjutnya setelah tahu penyelidikan Komnas HAM berjalan lambat?

[WANSUS] Suciwati: Cak Munir Bukan Musuh Negara!Kronologi kematian Munir Said Thalib saat menuju ke Belanda pada 7 September 2004. (IDN Times/Sukma Shakti)

Kami mencari semua peluang ya. Tahu sendiri lah, teman-teman, bahwa kami tidak pernah diam. Dalam artian, ini bagian dari lembaga yang harus didukung sebagai lembaga yang tugasnya bicara soal Hak Asasi Manusia. 

Yang bisa menyatakan bahwa ini kasus pelanggaran berat HAM ya itu Komnas HAM. Jadi, buat saya penting teman-teman di Komnas HAM agar tetap didukung. Jika ini tidak kesampaian ya kami akan terus (memperjuangkan keadilan). Kami tidak peduli, mau sampai kapan pun, kami akan dorong mereka. 

Kami akan mencari peluang yang lain, apakah di tingkat internasional bisa kami gerakan. Ada banyak peluang dan ruang, di mana bisa tetap diusahakan. 

Baca Juga: Bivitri: Desakan Pengusutan Kasus Munir Tak Cuma Muncul Jelang Pemilu

Upaya mencari keadilan bagi Munir sudah melewati dua presiden berbeda. Mengapa begitu sulit menyeret otak pembunuhan ke meja hijau?

Sejak awal kami sudah melihat bahwa pembunuhnya luar bisa. Kita bisa lihat bagaimana responsnya ketika TPF mau diumumkan. 

Bagaimana alotnya proses pemeriksaan. Itu kan penuh dengan drama waktu itu. Lalu, tiba-tiba ada peristiwa bom saat kasus Cak Munir naik dan kembali jadi perhatian. Itu kan menunjukkan indikasi-indikasi siapa penjahatnya ini dan betapa kejamnya mereka. 

Mereka menghalalkan berbagai cara, agar bisa selamat. Itu bisa terbukti, mereka mencari ruang aman buat mereka dengan membentengi diri masuk ke partai kah, masuk ke lingkar kekuasaan. Cara-cara mereka yang dianggap paling membuat aman. 

Saya sih melihatnya itu akan tetap melekat di jiwanya. Hal itu tidak akan bisa dihapus di rekam jejaknya. Buat saya sih sesederhana itu. 

Tapi ya itu tadi, mereka bersembunyi di balik ketek kekuasaan. Kalau Cak Munir bilang, itu kan bagian dari advokasi yang terus disuarakan bahwa orang-orang jahat ini jangan sampai bersembunyi di ketek kekuasaan. Harusnya dibawa ke ruang-ruang pengadilan agar mereka bisa dinyatakan bersalah atau tidak. Sehingga, itu tidak menempel kehidupan anak cucunya. 

Tapi, mereka kan ngomong dengan membawa-bawa nama jenderal, berbicara dengan menggunakan sumpah korps. Sementara, kelakuannya jauh dari kata ksatria. 

Maksud Anda lewat proses peradilan, ada kejelasan status pada nama-nama yang selama ini disebut agar tidak terus menggantung?

Betul. Itu kan sebenarnya memutus sesuatu yang mungkin salah, seandainya di pengadilan divonis tidak bersalah. Itu misalnya ya. 

Tapi, kan harus ada ruang penjelasan itu dan mekanisme tersebut adanya di ruang pengadilan. Gak boleh orang ditangkap seenaknya sendiri, gak boleh orang itu dituduh. Sementara, tidak ada pemeriksaan. 

Tetapi, orang-orang terduga (pembunuh) ini kan kaitannya jelas, lalu dia kemudian defends. Why, kenapa kamu defends? Apakah karena kamu merasa memang bersalah? Atau karena ada yang dilindungi?

Kalau kamu memang gak bersalah, harus gentle dong. Maju sana seandainya mau diperiksa. 

Di sisi lain, ada orang yang dengan bangga mengakui bicara 'ya, saya menculik (aktivis).' Tapi, apakah ada proses hukum yang kemudian 'oh, oke ini ada pengakuan', mari tangkap. Gak ada kejadian itu di Indonesia. Itu kan ngeri banget. 

Itu kan harusnya bisa langsung diproses oleh negara. Gak perlu menunggu ada laporan dari masyarakat, ketika itu terjadi, sejarah yang memang harus diusut. 

Dalam pandangan Anda, apakah bila otak pembunuhan Munir terungkap bisa menjadi kredibilitas buruk bagi pemerintah yang kini berkuasa?

Tidak sama sekali. Justru sebaliknya. Dia akan mengangkat martabat pemerintahan bahwa pemerintah serius (mengusut kasus pembunuhan Munir). Keseriusan itu ditunjukan dengan pilihan hakim kredibel, jaksa penuntutnya juga begitu.

Jadi, mereka tidak membuat pengadilan main-main. Tetapi, betul-betul pengadilan HAM di mana para penjahatnya harus diseret. Jadi, bukan hakim dan jaksa yang biasa menyidangkan kasus perdata lalu diminta untuk mengawal kasus pelanggaran HAM, ya itu gak nyambung. 

Begitu pemerintah serius menuntaskan ini, maka otomatis martabatnya justru akan membaik. Sikap itu pasti akan diapresiasi oleh rakyat. 

Wong, langkah yang saya sebut menipu, seperti pembentuk Tim PP HAM nonyudisial, itu kan tipuan untuk membangun ilusi, itu direspons publik. Suciwati katakan ilusi karena pemerintah mencitrakan seolah-olah peduli dengan kasus pelanggaran berat HAM. Padahal, tidak.

Justru mereka mencari ruang bagaimana penyelesaian paling gampang. Ya udah saya mengakui saja, gak perlu minta maaf. Lalu, ketika kami tanya konsep di balik nonyudisial itu apa? Apakah pemerintah akan memberikan gaji per bulan kepada semua korban pelanggaran berat HAM untuk mengompensasi penderitaan yang sudah mereka alami, lalu dihilangkan. 

Kan para korban ini tidak punya hak politik, susah mencari kerja. Apakah korban akan diberikan fasilitas rumah, jaminan kesehatan, pemerintah tak bisa menjawab. Kami juga tahu bahwa anggaran di APBN untuk itu gak ada. Kita udah ngutang gitu lho. 

Apa yang menyebabkan Anda tetap menuntut keadilan bagi Munir selama 19 tahun terakhir, meski ada intimidasi dan tawaran materi?

Itu soal pilihan ya. Pilihan mau merendahkan diri, membuang semua komitmen kita atau mau menjaga martabat ini bahwa orang selama ini bisa disuap. Apakah itu pakai jabatan, uang langsung, rayuan-rayuan, banyak lah. 

Tapi, ini kan sekali lagi, selama ini, kita sedang melihat ruang abu-abu yang kemudian menyakitkan, bagaimana dulu aktivis berteriak-teriak. Ternyata hal tersebut hanya dijadikan portofolio untuk berkuasa. Itu mengerikan. Itu bukan hal ideal yang pernah kita mimpikan. 

Kalau kita memimpikan demokrasi dan memimpikan ruang HAM menjadi ruang panutan kita dan ditegakan secara tegak lurus yang namanya hukum serta HAM, saya pikir orang harus melakukan hal yang sama dengan apa yang saya lakukan. Dengan tetap presisi, konsisten dengan apa yang kita yakini sebagai sebuah kebenaran untuk memperbaiki. 

Bukan kemudian ngomong kayak presiden ini, menjual, menjadikan para korban HAM sebagai komoditas, lalu dia gak malu. Bahwa, dia bicara soal Wiji Tukul, menemui keluarganya, terus apa yang dia lakukan, mengkhianati. 

Jadi, kita bisa melihat bagaimana anaknya Sipon (istri Wiji Tukul) tetap miskin, apakah dibantu, kalau bicara soal PP HAM, tidak juga. Apakah kemudian (jasad) Wiji Thukul ditemukan? Gak ada. 

Malah dia berbulan madu dan berasyik masyuk dengan para orang terduga penjahat HAM. Mulai dari penculiknya, pembunuhnya di kasus Timor Leste, Talangsari, hingga pembunuhan Munir. Gak ngerti ini orang. 

Kita harus punya kekuatan dan itu harus jadi contoh. Almarhum adalah contoh yang buat saya, saya mencintai dia dan respek, bukan hanya karena dia sebagai suami tapi sebagai sosok yang memang luar biasa.

Tidak bisa disuap dengan apapun dan dia tetap independen. Sehingga, musuhnya takut sekali dengan dia. Sehingga, cara apalagi (untuk menundukan) ya dibunuh. Itu cara pengecut yang mereka lakukan. Yang menjadi ruh perjuangan, ya di sana. Karena ada konsistensi. 

Apakah laporan intimidasi dan ancaman pembunuhan ke keluarga Anda pernah diusut tuntas oleh Polri?

[WANSUS] Suciwati: Cak Munir Bukan Musuh Negara!Deretan individu yang dijerat dalam kasus Munir. (IDN Times/Sukma Shakti)

Mana ada! Kenapa sih kita perlu lapor? Karena penting ada ancaman yang akan terus ada buat kita. Nah, itu tugas polisi untuk mengamankan dan melindungi kita. 

Buat kami, kenapa sih kita harus pusing. Kami gak pusing dengan orang-orang yang mengancam. Mereka adalah orang-orang yang takut yang mengancam kami. Mereka orang rendah. Jadi, kenapa kemudian, kita harus pusing. 

Jadi, buat saya sih gak penting, bagaimana kita juga dikirim bom beberapa kali. Kami juga pernah diserang. Apakah itu gak menakutkan? Ya, pasti menakutkan, karena dilakukan oleh orang yang gelap mata, orang yang nekat. Itu sudah terjadi dengan membunuh suami saya. 

Apakah itu sebuah ruang yang harus takut? Enggak! Sama orang rendah itu, kita gak boleh takut. Kita harus berani. Kita harus lawan. Ini orang rendah yang gak punya martabat! Kita gak boleh membiarkan orang ini berkuasa atau pongah karena takut. 

Ketika ketakutan itu ditunjukkan, justru mereka semakin meraja dan menindas. Kita harus menolak itu. Itu lah roh perjuangan yang selama ini kita perjuangkan. 

Almarhum Cak Munir gak pernah berbicara soal teror. Almarhum selalu cerita siap terus menuding setiap sistem atau orang-orang yang busuk yang ada di dalam pemerintahan. Hal itu gak pernah diusut. 

Munir disebut dibunuh karena hendak menjual rahasia negara ke Belanda. Apa itu benar?

Itu perang informasi yang sejak Munir dibunuh. Musuh kami intelijen waktu itu. Orang terkait yang memiliki relasi dengan Cak Munir ini kan Badan Intelijen Negara (BIN), dibuktikan di persidangan kan? Itu yang kami jadikan pegangan. 

Ada Tim Pencari Fakta (TPF) yang melihat dalam penyelidikannya melihat itu. Itu sangat jelas. Bagaimana Pollycarpus berkomunikasi melalui telepon-telepon langsung di kantor BIN. Gak bisa kita kontak 108, lalu dikasih nomor langsung ke Deputi V BIN. 

Ponsel yang dihubungi itu diakui dipegang oleh Muchdi Prawiro Pranjono, tapi dia bilang 'siapapun bisa pakai ponsel itu. Sopir saya (pernah) pakai'. Please deh kamu Deputi V di BIN, mana ada orang yang berani. Pegang (ponsel) pun enggak. Melirik (ponsel) aja kita merasa ngeri. 

Itu kan ponsel. Kami aja sebagai perwakilan masyarakat sipil gak berani memegang ponsel orang lain. Lha, ini Deputi V BIN. Di dalam persidangan terungkap ada puluhan kali komunikasi antara Pollycarpus ke Muchdi. Itu menunjukkan bagaimana mereka terlibat.

Bagaimana antar Deputi ada perintah. Artinya, ada yang lebih tinggi yang memerintahkan dan diketahui. Lalu, ada gak pertanggungjawabannya? Itu kan harus! Itu kan lembaga publik dan pemerintah. Harus ada pertanggungjawabannya ke publik.

Kenapa kok bisa ada ini? Diawali dari komunikasi telepon lalu terjadi pembunuhan.

Justru, yang terjadi Kepala BIN saat itu menolak untuk diperiksa. Bahkan, dia membuat pernyataan, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden menyampaikan rasa kekecewaannya, eks Kepala BIN malah mengaku gak percaya. 'Dulu kan Pak SBY itu asisten saya.' Lalu, kemudian jadi melempem. 

Ini menandakan di depan mata bahwa hukum itu hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sementara, kemarin-kemarin, orang yang bekerja di bidang penegakan HAM justru dikriminalisasi. 

BIN sampai terlibat, apakah artinya almarhum Cak Munir dianggap musuh oleh negara?

Yang Suciwati mau jelaskan, Cak Munir bukan musuh negara. Tapi, ada oknum yang menyalahgunakan lembaga negara untuk kepentingan mereka. Itu yang harus diperjelas. 

Karena sejak awal, orang-orang ini membuat skenario yang luar biasa. Bagaimana nanti dipilih ada seorang prajurit TNI dengan pangkat kolonel, itu misalnya dokter forensik NFI (Institut Forensik Belanda) memberikan laporan, lalu ada dari mereka yang memberikan komentar. 

Perwakilan dari LSM yang ditunjuk siapa. Sampai segitunya. Itu menunjukkan betapa terkoordinasinya. Itu bukan kerja masyarakat sipil, tapi lembaga-lembaga yang sudah terbiasa. Itu cara mereka menyebarkan disinformasi terkait apa yang dilakukan Cak Munir. 

Saya pikir anak-anak sekarang sudah cukup pintar untuk mencari tahu informasi yang akurat, yang bukan hoaks. Banyak anak-anak yang lugu yang menanyakan ke saya 'Mba Suci kan ada wawancara Cak Munir dengan Fadli Zon yang menyatakan Prabowo tidak bersalah.' Nah, kamu harus melihat dengan lengkap isi wawancaranya. Video itu dipotong. 

Coba, cari dokumen asli wawancaranya. Jangan justru mengonsumsi yang sudah dipotong-potong begitu. Justru Cak Munir bilang Prabowo tidak bersalah jika itu diputuskan oleh pengadilan. 

Makanya, ini lah pentingnya kasus yang menyangkut Prabowo diusut oleh penegak hukum dan datang ke pengadilan. Seandainya dia tidak bersalah, maka hakim harus menyatakan tidak bersalah.

Ini kan enggak. Informasi itu luar biasa untuk membuat ini jadi disinformasi. Kalau mau mencari informasi kan bisa di media yang kredibel. 

Kami sering mendapatkan undangan dari kampus untuk mengetahui sosok Cak Munir ini seperti apa. Ketika tahu pribadi Cak Munir, gak mungkin lah dia mau menjual (rahasia negara). Orang dia cinta banget sama negaranya. 

Ketika pergi ke Belanda, Cak Munir gak mau tiketnya dari maskapai KLM. Dia memilih naik Garuda yang mengantarkan nyawanya. Padahal, dia bangga banget karena ikut menyumbang devisa kepada negara. 

Bagaimana dia memperjuangkan UU gajinya para prajurit. Kok dibilang benci sama militer. Benci kok malah memperjuangkan agar prajurit dapat kesejahteraan. 

Antek asing yang menjual negara ke pihak asing bukannya sedang terjadi saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi? Masak mereka gak melek dan gak koar-koar kalau ini antek asing?

Menurut Anda, presiden yang berkuasa saat itu diduga ikut terlibat dalam peristiwa Munir?

Apakah dia terkait atau tidak menjadi urusan penyidikan. Tapi, dalam penemuan meninggalnya Cak Munir, tidak ditemukan indikasi itu. Yang ada indikasinya ke Badan Intelijen Negara. 

Saya gak mau ya berbicara mengenai sejumlah konspirasi. Apalagi tanpa fakta. Bagi saya pengadilan itu sangat kuat. Dalam penyidikan ada. Jadi, ini orang-orang jahat yang ingin selamat dari kejahatannya. 

Bisa saja orang yang berkuasa sebelumnya (diduga ikut terlibat), bisa. Tapi, saya gak mau berandai-andai, harus ada fakta yang jelas. 

Apakah Cak dibunuh sebagai tumbal? Ya, bisa jadi. Karena orang akan melihat sebuah ruang di mana Munir selalu dikenal karena kritik keras terhadap militer sehingga Munir dianggap anti militer. Padahal, sesungguhnya Munir anti militeristik. 

Itu beda banget maknanya. Orang sipil juga bisa melakukan kekerasan. Hal itu tidak terbatas militer. 

Buat saya berbasis fakta aja deh. Fakta di pengadilan ditemukan ini, ada Muchdi, ada Hendropriyono sebagai Kepala BIN dan dia jadi bagian dari tim kampanye penyuksesan Megawati waktu itu. 

Apa dampaknya bagi pegiat HAM bila pembunuhan berencana Munir gagal diklasifikasikan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran berat HAM?

Kami akan tetap berjuang untuk ini harus jadi. Agar membuat Indonesia menjadi lebih baik, maka perlu kasus ini diusut tuntas. 

Karena Cak Munir ini justru orang yang menaikan martabat bangsa lho karena berbicara mengenai HAM. Martabat Indonesia jadi naik, kita bisa menikmati demokrasi hari ini karena kerja-kerja almarhum juga. 

Bagaimana ketakutan luar biasa yang dialami selama Orde Baru, Cak Munir yang berani bicara. Beliau berani menuding langsung para pelakunya. Itu belum ada orang-orang lain yang melakukan itu. 

Kalau ini diusut tuntas maka akan menjadi lompatan yang luar biasa menurutku. Tapi, kalau ini gagal, kita tetap harus berjuang sebagai komitmen. Gak boleh berhenti. Kita desak lagi Komnas HAM, apa alasannya.

Bila kasus Munir tidak dimasukan sebagai pelanggaran berat HAM, apakah pegiat HAM semakin terancam?

Itu sudah pasti. Semua lini akan terancam. Kamu nanti berbicara begini akan dikriminalisasi dan akan balik pelan-pelan (kondisinya menyerupai Orba). Tiba-tiba ada orang yang akan hilang pelan-pelan, dibunuh dan disiksa secara kasat mata.

Tapi, gak ada pelaku yang diproses hukum. Kita lihat saja contohnya di Kanjuruhan. Jelas 135 orang meninggal, tapi yang disalahkan angin. Piye tho?

Apa hakimnya mabok? Coba, anakmu ada di situ dan menjadi korban, apa kamu akan bilang peristiwa itu karena angin?

Isu HAM biasanya akan selalu diungkit jelang pemilu. Bagaimana Anda merespons janji-janji yang mungkin akan diucap oleh bakal capres terkait kasus Munir?

Mereka akan kecewa karena aku akan selalu menolak, sejak awal. Mungkin mereka akan kapok juga mendekati dan coba menawari aku (soal penuntasan kasus Munir). 

Topik:

  • Sunariyah
  • Mohamad Aria

Berita Terkini Lainnya