Usung Pramono yang Tak Pernah Masuk Radar Survei, PDIP Sengaja Kalah?

Pramono ikut minta izin ke Jokowi sebelum maju pilkada

Intinya Sih...

  • PDI Perjuangan mengusung Pramono Anung di Pilkada Jakarta 2024, meski elektabilitasnya tidak terlalu tinggi menurut survei.
  • Keputusan Megawati Soekarnoputri menunjuk Pramono memicu reaksi bingung dari sang istri dan Pramono sendiri.
  • Pramono mulai melakukan safari ke sejumlah media setelah diusung sebagai calon gubernur Jakarta, menyadari mayoritas pemilih pilkada adalah generasi Z.

Jakarta, IDN Times - Keputusan PDI Perjuangan (PDIP) untuk mengusung Pramono Anung di Pilkada Jakarta 2024 mengejutkan publik. Sebab, pria yang menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara itu tak pernah masuk ke dalam radar sejumlah lembaga survei. Umumnya, elektabilitas menjadi salah satu pertimbangan bagi partai untuk mengajukan calon di kontestasi politik. 

Tetapi, tiba-tiba Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menunjuk Pramono untuk berpasangan dengan Rano Karno maju Pilkada DKI Jakarta. Dalam wawancara khusus dengan IDN Times, Pramono mengaku baru tahu diajukan menjadi calon gubernur Jakarta pada Senin (26/8/2024). Ketika itu, Mega hendak mengumumkan calon kepala daerah tahap ke-3. 

"Saya sudah putuskan untuk calon Gubernur DKI, kamu yang maju, Pram. Saya katakan 'Mbak (Mega), jangan bercanda dong, Mbak!' Tapi, Bu Mega tetap bersikeras memilih saya. 'Kamu minta izin sekarang sama istri dan Presiden.' Hari itu juga saya dalam kondisi kebingungan, saya sudah mengatakan tidak, tetapi Ibu meminta agar mengontak istri," ujar Pramono dalam program Gen Z Memilih by IDN Times yang tayang di YouTube, dikutip Jumat (30/8/2024). 

Sementara, sang istri justru heran mengapa Pramono yang diajukan menjadi calon gubernur Jakarta. Sang istri kemudian meminta agar Pramono tidak langsung menerima tawaran Mega itu. 

Di sisi lain, Pramono sudah merelakan bekerja di balik layar sejak 2015 lalu. Sehingga, menurutnya tak heran bila namanya tidak masuk ke dalam radar sejumlah lembaga survei. 

"Sehingga, kalau ditanyakan apakah ada yang kenal Pramono Anung di Jakarta? Kalau elite mungkin iya kenal, tapi kalau grass root, saya yakin enggak," katanya. 

1. Pramono Anung mulai safari ke media untuk mengenalkan diri

Usung Pramono yang Tak Pernah Masuk Radar Survei, PDIP Sengaja Kalah?Pramono Anung saat berada di kantor IDN HQ pada Kamis (29/8/2024). (IDN Times/Herka Yanis)

Lantaran sadar namanya belum dikenal luas oleh publik di Jakarta, maka sejak diusung secara resmi sebagai calon gubernur Jakarta, Pramono mulai safari ke sejumlah media. Bahkan dalam waktu satu hari, politkus PDIP yang sudah bersama Mega selama 27 tahun itu, bisa hadir di dalam tujuh acara. 

"Saya kan sudah hampir delapan tahun terakhir, praktis tidak mau diwawancarai atau tampil di ruang publik. Karena yang saya unggah di akun media sosial hanya cucu, kegiatan bersepeda dan aktivitas sehari-hari," katanya. 

Pramono pun turut menyadari bahwa mayoritas calon pemilih di pilkada adalah pemilih pemula. Mayoritas di antara mereka berusia di bawah 30 tahun atau masuk kelompok generasi Z.

Maka, Pramono berusaha mengenal karakter pemilih pemula dari kedua anaknya. Pramono mengatakan, kerap mendampingi putrinya menonton pertunjukan musik kesukaan anak muda. 

"Bapakmu sebenarnya belajar dari kamu banyak. Kamu nonton BTS, bapakmu yang nemenin, kamu nonton Peggy Gou bapakmu yang nemenin. Kamu nonton boyband Korea Super Junior itu bapakmu juga yang nemenin. Di situ kan bapak juga happy-happy aja. Kamu gen Z bukan? Anak saya itu masuk gen Z," tutur dia. 

Baca Juga: Pramono Anung-Rano Karno Jalani Tes Kesehatan di RSUD Tarakan Jakarta

2. Mega pilih Pramono diduga sebagai jalan tengah

Usung Pramono yang Tak Pernah Masuk Radar Survei, PDIP Sengaja Kalah?Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri berbincang dengan Pramono Anung (dok. PDIP)

Sementara, dalam pandangan peneliti utama Indikator Politik Indonesia (IPI), Bawono Kumoro, pemilihan nama Pramono untuk diajukan sebagai calon gubernur sudah dipertimbangkan secara mendalam oleh Mega. Apalagi bila harus mengutamakan kader, maka Mega bisa saja memilih Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. Sebab, Ahok selalu berada di urutan kedua sejumlah lembaga survei, termasuk IPI. 

"Saya kira ini merupakan bagian dari jalan tengah. Mungkin saja dengan dipilihnya nama Mas Pram ini merupakan jalan tengah antara PDIP, Bu Mega, dengan Pak Jokowi dan Pak Prabowo," ujar Bawono ketika berbincang di program Gen Z Memilih by IDN Times yang tayang di YouTube pada Rabu kemarin. 

Ia tak menampik bila PDIP mengajukan nama Anies Baswedan atau Ahok, maka peluang kemenangan bisa lebih besar. Tetapi, residu Pilkada Jakarta 2017 lalu masih terasa hingga saat ini. 

"Kalau memilih nama Anies, masih ada residu Pilkada Jakarta 2017 lalu, seperti politik identitas. Bila mengajukan nama Ahok, masih ada resistensi dari pemilih di Jakarta. Mungkin akan menimbulkan gejolak, meskipun tidak sebesar 8 tahun lalu," katanya. 

Hal tersebut, dalam pandangan Bawono, tidak diinginkan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo atau Prabowo yang bakal dilantik satu bulan ke depan. "Mungkin ada komunikasi di antara ketiga orang ini, bisa kah yang diajukan meski dari internal, tapi kader lain? Dipilih kemudian nama Pramono Anung," tutur dia. 

Bawono mengingatkan posisi Pramono di Istana hampir selalu menempel dengan Jokowi. Hal itu tidak terlepas dari posisinya sebagai Menteri Sekretaris Kabinet. 

"Kedekatan dia secara fisik dan politik dengan Pak Jokowi, diduga memudahkannya untuk menebak apa yang ada di dalam pikiran Pak Jokowi. Sementara, bagi Mega, Pramono Anung adalah salah satu kader yang setia. Dia sudah di PDIP selama 27 tahun. Jadi, sudah top class lah dari sisi loyalitas," imbuhnya. 

3. Elektabilitas tak selalu jadi jaminan bisa menang di Pilkada Jakarta

Usung Pramono yang Tak Pernah Masuk Radar Survei, PDIP Sengaja Kalah?Elektabilitas tiga tokoh di sejumlah survei untuk Pilkada Jakarta. (IDN Times/Sukma Shakti)

Lebih lanjut, dalam pandangan Bawono, elektabilitas yang tinggi di sejumlah survei belum menjadi jaminan pasti bakal menang di Pilkada Jakarta. Ia memberikan contoh ketika Jokowi dan Ahok maju di Pilkada 2012 lalu. 

"Di awal-awal Pilkada, namanya masih kalah jauh (elektabilitas) dibandingkan Pak Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli ketika itu. Tapi, hasil akhirnya kan tetap Pak Jokowi memenangkan Pilkada meskipun dalam dua putaran," kata Bawono.

Sehingga, berdasarkan pengalaman tersebut, ia menduga itu yang menjadi alasan PDIP berani mencalonkan paket paslon Pramono Anung-Rano Karno. Ia pun turut mengingatkan bahwa aturan Pilkada di Jakarta akan ada putaran kedua bila tidak ada paslon yang berhasil meraih suara 50 persen+1. 

"Ada kemungkinan Pilkada Jakarta tahun ini juga seperti itu karena kan ada tiga poros. Bila begitu kan, paslon yang belum meraih suara 50 persen+1 maka harus dilanjutkan ke putaran kedua," tutur dia. 

https://www.youtube.com/embed/3d3CfsoGdnM

Baca Juga: PDIP Harap Anies Bisa Jadi Tim Pemenangan Pramono-Rano di Pilkada DKI

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya