Usman Hamid: Jokowi Mau 100 Kali ke Papua Tak akan Redam Konflik

Situasi kekerasan tak berubah bila didekati dari isu ekonomi

Jakarta, IDN Times - Direktur eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid, mengkritik cara pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam menghadapi tingkat kekerasan di Papua yang semakin meningkat. Ia mengatakan, situasi di Papua tidak serta merta membaik hanya dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi semata. Itu sebabnya, meski jadi presiden yang paling sering berkunjung ke Bumi Cendrawasih tetapi justru volume tindak kekerasan semakin tinggi. 

"Gak ada hubungannya (19 kali Jokowi ke Papua). Mau 100 kali (ke Papua), kalau paradigmanya gak berubah (dalam menyelesaikan isu Papua) ya gak akan berubah (situasi di Papua)," ujar Usman ketika berbincang di program Gen Z Memilih by IDN Times, dikutip Jumat (15/12/2023). 

Ia pun menyentil cara capres nomor urut dua, Prabowo Subianto, yang justru ingin meneruskan kebijakan Jokowi itu dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Papua. Sebab, berdasarkan data dari riset yang dirilis oleh Lembaga Ketahanan Nasional pada Februari 2023, angka kekerasan di Papua justru semakin meningkat meski pertumbuhan ekonomi pelan-pelan naik. 

"Hasil risetnya justru menunjukkan pertumbuhan ekonomi gagal meredam konflik di Papua. Bahkan, di riset itu juga dikatakan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi malah semakin tinggi tingkat kekerasannya. Artinya, ada yang salah dari kebijakan pendekatan pertumbuhan ekonomi. Itu yang mau diteruskan oleh Pak Prabowo?" kata dia.  

Pernyataan Usman itu untuk mengkritisi respons dari para capres di debat putaran pertama. Isu pertama yang muncul langsung mengenai isu konflik kekerasan di Papua. 

1. LIPI paparkan empat pangkal penyebab konflik di Papua

Usman Hamid: Jokowi Mau 100 Kali ke Papua Tak akan Redam KonflikAcara peresmian Pelataran Totem Dunia di Waterfront City, Pangururan, Kab. Samosir berlangsung meriah pada hari Kamis, (23/11). Tim Kesenian Kamoro dari Papua mengenakan pakaian adat berlayar menuju lokasi menggunakan kapal. Tokoh Adat Samosir menyambut Tim Kesenian Papua diiringi Tortor Adat Batak. (dok. PTFI)

Lebih lanjut, di dalam diskusi itu, Usman menyitir hasil riset yang pernah dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengenai pangkal konflik kekerasan di Papua. Pertama, warga Papua terpinggirkan selama puluhan tahun. 

"Kedua, menurut LIPI, konflik kekerasan di Papua dipicu kegagalan pembangunan. Hanya dikeruk emasnya, tapi gak ada apa-apa. Tidak ada perbaikan layanan kesehatan hingga sanitasi," tutur dia. 

Penyebab ketiga, terjadi pelanggaran HAM di Papua. "Warga protes malah direpresi. Itu memiliki sejarah yang panjang. Mungkin saat ini sejarawan Papua sedang menyusun 60 tahun pelanggaran HAM di Papua," ujarnya. 

Penyebab keempat, kata Usman, yakni soal polemik integrasi di Papua. Sebagian menilai masuknya Papua ke wilayah Indonesia sah. Tetapi, sebagian lagi ada yang berpikir sebaliknya. 

"Karena sifat Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) bukan one man one vote," katanya lagi. 

Usman menyayangkan respons Prabowo yang menyinggung dugaan ada keterlibatan pihak asing ingin Papua lepas dari Indonesia. Baginya hal tersebut mengingatkan fenomena perang dingin, karena selalu menaruh kecurigaan pada pihak asing. 

"Jadi, penyebab permasalahan di negara kita, selalu disebabkan oleh asing. Itu kecenderungan untuk menutupi diri dari kekurangan," tutur dia. 

Alih-alih menyalahkan pihak lain, Prabowo seharusnya melakukan autokritik ke dalam. Sambil melihat kekeliruan apa yang dibuat oleh pemerintah sehingga berkontribusi terhadap naiknya konflik kekerasan di Papua. 

Baca Juga: Timnas: Slogan Wakanda No More, Indonesia Forever Inisiatif Anies

2. Warga Papua sudah menginginkan ada dialog dengan pemerintah pusat

Usman Hamid: Jokowi Mau 100 Kali ke Papua Tak akan Redam KonflikMassa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua menggelar aksi di depan Asrama Papua, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (1/12/2023). (ANTARA FOTO/Hasrul Said)

Alih-alih menginginkan pertumbuhan ekonomi, kata Usman, warga Papua ingin agar bisa berdialog dengan pemerintah di Jakarta. Aspirasi itu sudah lama sekali diserukan. 

"Tiap kali saya bertemu warga Papua, itu intinya. Mau gak Jakarta berdialog?" kata Usman. 

Ia kemudian mengenang pertemuan di Swiss yang juga dihadiri oleh Alissa Wahid. Dalam pertemuan itu, perwakilan warga Papua termasuk kelompok yang pro kemerdekaan menginginkan adanya dialog dengan pemerintah di Jakarta. Sebab, mereka terinspirasi cara-cara yang digunakan oleh mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang menggunakan cara bermartabat untuk menyelesaikan isu Papua. 

"Seorang Antropolog terkenal Muridan Satrio Widjojo, pernah mengatakan bahwa dialog itu tidak membunuh," kata dia. 

Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan yang menyinggung bahwa salah satu solusi dari konflik kekerasan di Papua adalah dialog. Hanya Prabowo yang mengungkit adanya campur tangan pihak asing terkait eskalasi konflik kekerasan di Tanah Papua. 

"Anies bahkan menyebut bukan sekedar menghilangkan tindak kekerasan di Papua tetapi juga menciptakan rasa keadilan. Di situ Prabowo terlihat mulai gamang dan akhirnya ikut setuju dengan pernyataan Ganjar dan Anies," ujarnya lagi. 

3. Amnesty International Indonesia sepakat bahwa situasi demokrasi menurun

Usman Hamid: Jokowi Mau 100 Kali ke Papua Tak akan Redam KonflikTiga paslon presiden dan wakil presiden saat mengikuti debat di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Usman juga menyinggung soal pernyataan ketiga capres mengenai turunya kualitas demokrasi di Tanah Air. Ia mengutip respons Anies yang menyebut ada tiga indikator bahwa situasi demokrasi di Indonesia memburuk. 

"Kata Anies, pertama, ketiadaan kebebasan berekspresi, tidak adanya oposisi dan lemahnya sistem integritas pemilu," kata Usman. 

Ganjar pun ikut mengamini memburuknya demokrasi di Tanah Air. Sehingga, peristiwa intimidasi yang dialami oleh seniman Butet Kertaradjasa hingga Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek Huang, tak boleh berulang. 

Uniknya, kata Usman, Prabowo jadi pihak yang berada di posisi yang menilai demokrasi di Indonesia masih baik-baik saja. "Prabowo justru menyebut tidak ada yang salah dengan demokrasi di Indonesia dan baik-baik saja. Bahkan, dia mengatakan kepada Anies bila tak ada demokrasi maka Anies tidak bisa jadi gubernur," ujarnya. 

Usman mempertanyakan situasi itu terjadi pada 2017. Ketika itu para kaum intelektual masih menilai demokrasi Indonesia masih berjalan dengan baik. Tetapi, kebebasan berekspresi sudah dibatasi dan tak adanya oposisi, kata Usman, sudah terlihat. 

Salah satu penyebab absennya oposisi karena adanya penggunaan aparat hukum untuk mengendalikan lawan politik. Hal tersebut sudah nampak. Mulai dari sejumlah kepala daerah, tokoh media yang kemudian membentuk Perindo, hingga Ketum Golkar, sempat merasakan fenomena itu. 

"Setelah posisinya mendukung pemerintah, baru proses hukum terhadap mereka berhenti. Ini yang disebut sebagai weaponizing law enforcement atau memperalat lembaga penegak hukum untuk tujuan politik," tutur dia. 

https://www.youtube.com/embed/ZedyW9SlrPY

Baca Juga: Anies: Ribuan Milenial dan Gen Z Alami Kekerasan saat Mengkritik

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya