TNI Cek Dugaan Bocornya Data BAIS di Dark Web

Data-data dibocorkan oleh kelompok yang menamakan MoonzHaxor

Jakarta, IDN Times - Ketika Pusat Data Nasional (PDN) mati mendadak karena serangan siber, peretas yang menamakan diri MoonzHaxor mengklaim sudah meretas data-data milik Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.

Data-data itu kemudian diunggah di dark web untuk dijual. Namun, tidak diketahui berapa tarif yang dipasang untuk data-data yang diklaim milik BAIS itu. Informasi ini disampaikan melalui akun media sosial bernama Falcon Feeds. 

"Anggota kenamaan di Breach Forum, MoonzHaxor, telah mengunggah dokumen dari BAIS. Data yang bocor termasuk contoh dokumen dengan data keseluruhan yang siap untuk dijual. Peretasan ini terjadi pascainsiden serupa yang berlangsung pada 2021 lalu. Ketika itu data-data yang ada di jaringan internal Badan Intelijen Negara (BIN) dibobol oleh kelompok peretas asal China," demikian yang tertulis di medsos Falcon Feeds, dikutip pada Selasa (26/6/2024). 

Ketika dikonfirmasi ke Mabes TNI, mereka mengaku masih melakukan pemeriksaan apakah betul ada data-data yang sudah dicuri. Namun belum ada hasil.

"Terkait akun Twitter Falcon Feed yang me-release bahwa data BAIS TNI diretas, sampai saat ini masih dalam pengecekan oleh tim siber TNI," ujar Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Nugraha Gumilar, melalui pesan pendek kepada IDN Times, Selasa. 

Baca Juga: Ma'ruf Minta Investigasi Serangan Siber Pusat Data Nasional Kominfo

1. Warganet menjuluki Indonesia negara paling terbuka

TNI Cek Dugaan Bocornya Data BAIS di Dark WebDokumen milik Badan Intelijen Strategis yang bocor darkweb. (Tangkapan layar Twitter Falcon Feeds)

Peristiwa dugaan pembobolan data milik BAIS TNI yang kembali berulang tidak membuat publik terkejut. Mereka malah menyindir Indonesia sebagai negara yang aksesnya sangat terbuka dan mudah untuk diretas. 

"Open source mulu, Pak, database-nya. Gampang banget nih dicolong data negara sama hacker," ujar warganet di media sosial. 

"Saya meyakini data paling besar yang sifatnya terbuka disediakan oleh Pemerintah Indonesia. Lol," kata warganet dalam Bahasa Inggris di medsos. 

"Mohon maaf nih, ngomong cyber security mah kejauhan. Itu di dinas-dinas pemda yang gak bisa menyalakan komputer masih ada. Yang gak bisa pakai Microsoft Excel masih luar biasa banyak, pakai fungsi kali bagi atau tambah kurang aja gak bisa. Ini ngomongin server dan database," kata warganet lain. 

Baca Juga: Pakar TI Sarankan Kemenkominfo Tak Usah Bayar Tebusan Ransomware

2. BSSN akui data milik INAFIS Polri memang bocor

TNI Cek Dugaan Bocornya Data BAIS di Dark WebPeretas unggah informasi bahwa mereka berhasil membobol data milik INAFIS Polri. (Dokumentasi tangkapan layar media sosial)

Sebelumnya, peretas data BAIS TNI sudah lebih dulu membobol data milik Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) Polri. MoonzHaxor mengatakan, ia berhasil membobol data sensitif seperti gambar sidik jari anggota INAFIS, gambar wajah anggota INAFIS, dan aplikasi INAFIS SpringBoot. Pelaku menjual data-data itu di dark web dengan harga terjangkau, yaitu 1.000 dollar Amerika Serikat atau setara Rp16,3 juta. 

Soal pembobolan data INAFIS Polri ini diakui oleh Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN). Namun, mereka berdalih data yang dibobol oleh peretas adalah data-data lama. 

"Terkait dengan dugaan insiden pada INAFIS yang ada di kepolisian, jadi hasil koordinasi kita dengan kepolisian, nanti boleh ditanyakan kepada mereka lebih lanjut," ujar Kepala BSSN, Hinsa Siburian, ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemkominfo, Jakarta Pusat, pada 25 Juni 2024 lalu. 

"Karena data ini kan ditemukannya dari dark web sama dengan pasar gelap. Jadi tentu kita crosscheck. Kami konfirmasi dengan kepolisian apa benar ini data kalian? Mereka bilang itu ada data memang data lama," imbuhnya. 

Baca Juga: Pusat Data Diretas, Layanan Imigrasi Pindah ke Amazon Web Service

3. Kebocoran data yang terjadi tidak pernah diinvestigasi

TNI Cek Dugaan Bocornya Data BAIS di Dark Webilustrasi Peretasan (unsplash.com/Mika Baumeister)

Peristiwa pembobolan data milik BAIS TNI dan INAFIS Polri bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Bahkan, pada 2021 lalu, data milik Badan Intelijen Negara (BIN) pun ikut dicuri lalu dijual di dark web. 

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat ELSAM menilai, berulangnya peristiwa pembobolan data lantaran tidak pernah ada investigasi lanjutan yang akuntabel.

"Setiap kali terjadi insiden kebocoran data yang melibatkan institusi publik, hampir tidak ditemukan adanya suatu proses investigasi yang dilakukan secara akuntabel," tulis ELSAM dalam keterangan pers pada 2021 lalu. 

"Padahal adanya laporan investigasi yang akuntabel ini tidak hanya penting bagi pengendali data, tetapi juga untuk memastikan pemenuhan hak‐hak subjek data, termasuk di dalamnya hak pemulihan yang efektif," lanjut keterangan tersebut.

https://www.youtube.com/embed/iAkaQIlOVBg

Baca Juga: BSSN: Gangguan Pusat Data Nasional Ulah Brain Cipher Ransomware

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya