Sentil Luhut, Susi: Kok Cara Karantina Pejabat dan Masyarakat Beda?

Pejabat juga dapat dispensasi karantina kurang dari 10 hari

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mempertanyakan adanya perbedaan penerapan kebijakan karantina bagi pejabat dan masyarakat. Sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor 25 Tahun 2021, para pejabat eselon I dan di atasnya, termasuk anggota DPR, boleh menjalankan karantina di rumah usai kembali dari luar negeri. Namun, perjalanan ke luar negeri itu harus untuk dinas. 

Di sisi lain, SE itu juga menyatakan bahwa pejabat eselon I dan di atasnya berhak memperoleh dispensasi tak merampungkan masa karantina, jika untuk kepentingan pekerjaan. 

Menurut Susi, aturan itu bersifat diskriminatif. Sementara, virus Sars-CoV-2 tak memilih status seseorang untuk diinfeksi. 

"Mohon pencerahan, kenapa pejabat dan orang penting boleh karantina di rumah sendiri? Kenapa yang boleh berhemat atau jadi pelit cuma pejabat/(orang-orang) VIP? Kenapa masyarakat tidak boleh pelit atau berhemat? Kenapa cara karantina berbeda-beda?" tanya Susi melalui akun Twitter-nya, Selasa 21 Desember 2021. 

Susi melayangkan pertanyaan itu di media sosial untuk mengomentari pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan. Di dalam jumpa pers pada Senin, 20 Desember 2021 lalu, Luhut menyentil warga yang memiliki kemampuan finansial untuk ke luar negeri tetapi memilih karantina di fasilitas milik pemerintah secara gratis. 

Apa dampak dari kebijakan diskriminatif tersebut terhadap penanganan pandemik COVID-19? Apalagi varian baru Omicron kini diperkirakan bakal meluas di masyarakat. 

1. Susi menilai wajar masyarakat ingin dikarantina tanpa keluarkan biaya

Sentil Luhut, Susi: Kok Cara Karantina Pejabat dan Masyarakat Beda?Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat (IDN Times/Besse Fadhilah)

Menurut Susi, perbedaan perlakuan kebijakan karantina bagi pejabat dan masyarakat jelas diskriminatif serta bias kelas. Padahal, virus tidak akan pandang bulu ketika ingin menginfeksi tubuh manusia. 

"Wajar, bila masyarakat maunya (dikarantina) gratis. Pejabatnya juga boleh gratis di rumah sendiri," kata perempuan yang menjadi CEO maskapai Susi Air itu. 

Ia kemudian teringat dengan kebijakan penanganan pandemik lainnya yang juga dianggap diskriminatif, yakni penerapan tes swab PCR. Saat itu, tes swab PCR diberlakukan hanya bagi pengguna transportasi udara. Sedangkan, bagi pengguna transportasi laut dan darat, screening hanya dengan tes antigen. 

"Sekarang, kan orang tua sudah mulai divaksinasi, (jadi) antigen saja sudah cukup. Anak-anak boleh tes swab PCR karena belum divaksinasi," tutur dia lagi. 

Pertanyaan Susi di media sosial mendapat respons positif dari warganet. Menurut warganet, komentar Susi mewakili tanda tanya mereka juga. 

"Nah! Komen Bu Susi mewakili (pertanyaan) saya. Saya joged-joged dulu ah," tulis seorang warganet menimpali pertanyaan Susi di Twitter. 

"Mohon maaf, Bu. COVID-19 yang sekarang ini adalah virus yang sudah bisa mendeteksi status seseorang. Sehingga, yang kemungkinan terserang adalah rakyat biasa. Sedangkan, pejabat atau orang sok penting dijaman aman dari virus ini," kata warganet lainnya. 

Baca Juga: BNPB Akui Ada Diskresi bagi Pejabat Bisa Karantina di Rumah

2. Pejabat tinggi diberikan dispensasi karantina agar pelaksanaan tugasnya tidak terganggu

Sentil Luhut, Susi: Kok Cara Karantina Pejabat dan Masyarakat Beda?Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito ketika memberikan keterangan pers pada Kamis, 9 Desember 2021 (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

Sementara, dalam pemberian keterangan pers pada 16 Desember 2021 lalu, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, pejabat tinggi diberi dispensasi agar mereka tetap dapat memberikan pelayanan bagi publik. Meski begitu, Wiku menegaskan, dispensasi yang diberikan tetap memperhatikan ketentuan yang ada serta selektif. 

"Pemberian diskresi berupa kewenangan pemilihan tempat fasilitas karantina mandiri ataupun pengurangan durasi karantina kepada pejabat eselon 1 ke atas, yang melakukan tugas kenegaraan, semata-mata adalah untuk memastikan pelayan publik dapat tetap menjalankan tugasnya untuk kepentingan masyarakat," ujar Wiku seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden. 

Ia juga menjelaskan bahwa dispensasi menjalankan karantina mandiri di rumah atau durasi masa karantina dikurangi, hanya berlaku untuk pejabat tinggi tersebut. Anggota keluarganya tak mendapat dispensasi serupa.

3. Detail biaya karantina mandiri di hotel selama pandemik COVID-19

Sentil Luhut, Susi: Kok Cara Karantina Pejabat dan Masyarakat Beda?Ilustrasi karantina mandiri di Hotel Fairmont Jakarta Pusat (www.fairmont.com)

Berikut ini adalah detail perkiraan harga karantina mandiri selama 10 hari di hotel yang datanya diperoleh dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI):

  • Hotel bintang 2: Rp6.750.000 hingga Rp7.240.000
  • Hotel bintang 3: Rp7.740.000 hingga Rp9.175.000
  • Hotel bintang 4: Rp9.225.000 hingga Rp11.425.000
  • Hotel bintang 5: Rp12.425.000 hingga Rp16.000.000
  • Hotel di atas bintang 5: Rp17.000.000 hingga Rp21.000.000

Berikut ini adalah perkiraan biaya menginap di hotel bila masa karantina mandiri ditambah menjadi 14 hari:

  • Hotel bintang 2: Rp9.050.000 hingga Rp9.900.000
  • Hotel bintang 3: Rp10.400.000 hingga Rp11.525.000
  • Hotel bintang 4: Rp12.525.000 hingga Rp14.965.000
  • Hotel bintang 5: Rp16.965.000 hingga Rp21.500.000
  • Hotel di atas bintang 5: Rp23.500.000 hingga Rp26.500.000.

Biaya karantina di hotel yang mahal itulah yang dikeluhkan oleh masyarakat. Sedangkan, pejabat tinggi yang mendapatkan dispensasi karantina di rumah tak perlu merogoh kocek yang demikian mahal.

Satgas menyatakan, harga tersebut sudah mencakup biaya kamar, makan tiga kali sehari, laundry lima potong baju per hari, transportasi bandara menuju ke hotel hingga dua kali tes swab PCR. Biaya tersebut juga mencakup komponen biaya tenaga kesehatan yang memantau tamu, keamanan, dan laboratorium selama di hotel. 

"Tamu bisa check out (meninggalkan hotel) bila dua tes swab PCR-nya sudah menunjukkan hasil negatif, kemudian diberikan surat keterangan," ungkap Wiku. 

Ia juga menyarankan kepada WNI dan warga asing yang ingin masuk ke Indonesia untuk melakukan pemesanan melalui situs D-Hots yakni https://quarantinehotelsjakarta.com/.

Menurut Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, tarif karantina di hotel tersebut cenderung flat dan tidak akan mengalami perubahan secara mendadak. Itu sebabnya, kata dia, bagi sejumlah pengelola hotel, menyediakan kamar untuk digunakan sebagai tempat karantina mandiri dinilai tak menarik secara finansial.

Baca Juga: Catat! Ini Kisaran Biaya Harga Hotel untuk Karantina Mandiri  

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya