Puspen: Penambahan Usia Pensiun Prajurit di RUU TNI Melalui Kajian

Fokus RUU TNI di usia pensiun bukan pemisahan dari Kemhan

Intinya Sih...

  • Kepala Pusat Penerangan TNI merespons penambahan batas usia pensiun prajurit dalam draf RUU TNI. Batas usia pensiun perwira TNI menjadi 60 tahun, sementara tamtama dan bintara menjadi 58 tahun. RUU TNI direvisi untuk menyesuaikan dengan UU ASN, namun menuai penolakan dari Koalisi Masyarakat Sipil.

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar, merespons soal penambahan batas usia pensiun prajurit yang terdapat dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 (RUU TNI). Menurut dia penambahan batas usia pensiun telah melalui pembahasan dan kajian.

Diketahui, dalam draf RUU TNI, batas usia bagi perwira TNI menjadi 60 tahun, yang sebelumnya 58 tahun. Sedangkan, batas usia pensiun bagi prajurit berpangkat tamtama dan bintara dinaikan menjadi 58 tahun, yang sebelumnya 53 tahun. 

"Usulan perpanjangan usia pensiun sudah melalui pembahasan dan analisis. Disesuaikan dengan usia produktif masyarakat Indonesia," ujar Nugraha dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5/2024). 

Sementara, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Agtas, mengatakan adanya perubahan batas usia pensiun bagi prajurit TNI, disesuaikan dengan batas usia Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, salah satu pendorongnya karena poin batas usia pensiun pernah digugat hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Jadi seperti UU TNI, dulu kan digugat itu terkait umur oleh prajurit-prajurit TNI, karena usia pensiun tamtama dan bintara itu 53 tahun. Nah, sekarang ini kita sesuaikan semua sama dengan Polri. Begitu juga di dalam Undang-Undang ASN," ujar Supratman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2024). 

1. UU TNI direvisi demi menyesuaikan UU ASN

Puspen: Penambahan Usia Pensiun Prajurit di RUU TNI Melalui KajianKetua DPP PKS, Mardani Ali Sera bicara mengenai RUU TNI yang dikebut jadi usul inisiatif DPR. (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara, dalam pandangan anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR, Mardani Ali Sera, salah satu alasan UU TNI turut direvisi, lantaran demi menyesuaikan dengan UU ASN. Dalam undang-undang itu juga memuat perubahan usia pensiun. Mardani mengatakan sejauh ini RUU TNI sudah dibahas dua kali. 

"Di Baleg dibahas. Tapi yang meluluk dibahas tentang usia pensiun," ujar Mardani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari ini. 

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan, dalam UU ASN, usia pensiun telah dimundurkan ke usia 60 tahun. Hal tersebut mempertimbangkan angka harapan hidup yang tinggi. Selain itu, ASN masih bisa mengabdi walaupun sudah berusia 55 tahun. 

Baca Juga: Draf RUU TNI: Batas Usia Pensiun Diperpanjang Jadi 58-65 Tahun

2. Personel TNI-Polri tak boleh migrasi ke wilayah sipil, kecuali sudah keluar dari institusi

Puspen: Penambahan Usia Pensiun Prajurit di RUU TNI Melalui KajianIlustrasi prajurit TNI ketika disalami oleh Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto. (Dokumentasi Puspen TNI)

Lebih lanjut, Mardani memastikan, prajurit TNI tetap akan profesional di bidangnya. Tidak boleh ada migrasi TNI atau Polri ke wilayah sipil, kecuali prajurit TNI atau Polri itu sudah mundur dari institusinya masing-masing. 

"UU ASN tetap membatasi migrasi dari wilayah TNI-Polri ke wilayah sipil. Kebetulan saya ada di Panja dan kami betul-betul kawal itu," kata Mardani. 

Namun, pada kenyataannya dalam draf RUU TNI di Pasal 47 ayat (2) tertulis prajurit aktif bisa mengisi posisi jabatan sipil di 10 instansi. Mulai dari kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, SAR (Search and Rescue) nasional, narkotika nasional, hingga Mahkamah Agung (MA). 

Kementerian atau lembaga di luar 10 instansi tadi juga tidak tertutup kemungkinan bisa diisi prajurit TNI aktif. "Asal ada ketentuan dari presiden," demikian isi draf RUU TNI. 

Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga lain di luar 10 instansi yang bisa diisi prajurit TNI aktif, juga menyesuaikan pada aturan di organisasi kementerian dan lembaga yang ingin dimasuki. 

3. Koalisi Masyarakat Sipil tolak RUU TNI yang dilakukan pada masa lame duck

Puspen: Penambahan Usia Pensiun Prajurit di RUU TNI Melalui KajianKetua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia, Julius Ibrani. (Tangkapan layar YouTube KontraS)

Sebelumnya, draf RUU TNI mendapatkan penolakan dari Koalisi Masyarakat Sipil. Salah satunya, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI). Ketua PBHI, Julis Ibrani, mengaku mendapatkan bocoran apa saja poin-poin yang bakal direvisi dalam UU TNI.

Salah satunya, memperluas ruang bagi perwira aktif di TNI agar bisa lebih banyak duduk di jabatan sipil. Hal itu, kata Julius, berpotensi membuka ruang kembalinya dwifungsi ABRI, seperti yang pernah dipraktikan pada pemerintahan Orde Baru yang otoritarian. Dalam draf RUU TNI, poin tersebut tercantum dalam Pasal 47 poin 2.

"Upaya perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif dalam draf revisi UU TNI dapat membuka ruang baru bagi TNI berpolitik. Hal itu menjadi kemunduran jalannya reformasi dan proses demokrasi 1998," ujar Julius, mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, dalam keterangan tertulis, Selasa, 28 Mei 2024. 

Julius mengatakan dalam agenda reformasi, militer ditempatkan sebagai alat pertahanan negara. Menurutnya, mereka dididik, dilatih, dan dipersiapkan untuk berperang, bukan untuk berpolitik atau menduduki jabatan di pemerintahan.

"Militer tidak didesain untuk menduduki jabatan-jabatan sipil. Penempatan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara tidak hanya keliru, melainkan itu juga akan memperlemah profesionalitas militer itu sendiri," tutur dia.

Selain itu, bila RUU TNI tetap disahkan, kebijakan yang selama ini keliru dengan menempatkan anggota TNI aktif di lembaga negara seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dipandang legal.

Belakangan, kata Julius, bahkan ada perwira aktif TNI yang menduduki jabatan sebagai kepala daerah, seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat dan Penjabat Gubernur Provinsi Aceh.

https://www.youtube.com/embed/zTDNyu4vp-s

Baca Juga: DPR Bantah Kebut Revisi UU TNI, Muatan Perubahan Terbatas

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya