Panglima TNI Tak Setop Kasus Heli AW-101, Tunggu Hasil Audit dari BPK

Mantan KSAU Agus Supriatna pernah dipanggil KPK pada 2018

Jakarta, IDN Times - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa mengatakan, tidak menyetop penyidikan internal mengenai dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101. Saat ini, ia mengaku sedang menanti proses audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan nominal kerugian negara dari pembelian helikopter tersebut. 

"Sebetulnya, kami juga sedang menunggu (audit BPK), karena kan ini memang menjadi tanggung jawab BPK RI. Jadi, kami masih terbuka kok. Kami juga masih terbuka bila KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terus melanjutkan (kasus ini)," ungkap Andika usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Senin 6 Juni 2022 lalu. 

Ia pun mengaku bakal tetap bersikap transparan terhadap apapun hasil audit dari BPK. "Apapun hasilnya (audit BPK), kami pasti terbuka," kata dia. 

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) itu juga terbuka dan siap berkoordinasi dengan KPK untuk mengusut kasus itu. Sebelumnya, komisi antirasuah sudah menahan tersangka dari pihak sipil yakni Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway. Dia disebut sebagai Direktur PT Diratama Jaya Mandiri atau PT DJM dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang atau PT KCG.

Siapa sebelumnya dari unsur TNI yang ditetapkan menjadi tersangka oleh POM TNI?

1. Puspom TNI telah menetapkan lima orang jadi tersangka

Panglima TNI Tak Setop Kasus Heli AW-101, Tunggu Hasil Audit dari BPKHelikopter Agusta Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada 2017 silam. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Puspom TNI sebelumnya telah menetapkan lima tersangka dari unsur militer yakni Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachry Adamy. Fachry adalah mantan pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU periode 2016-2017.

Kemudian, tersangka lainnya yaitu Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas (staf pembantu pimpinan bidang pengurusan pelayanan keuangan) Mabesau; Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau; Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau; dan Marsekal Muda TNI (Purn) SB selaku Staf Khusus Kasau (mantan Asrena KSAU). Sementara, dari unsur sipil hanya Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh. 

PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah meneken kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp514 miliar. Tetapi, setelah mereka teken kontrak dengan TNI AU, nilai jual helikopter itu naik menjadi Rp738 miliar. Namun, pada 2021 lalu, Direktur Penyidikan komisi antirasuah ketika itu, Irjen (Pol) Setyo Budiyanto, menyebut bahwa TNI sudah menghentikan proses penyidikan dugaan korupsi pembelian heli angkut itu. 

Padahal, pada 2017 lalu, Panglima TNI ketika itu Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menyebut, pembelian helikopter militer buatan Inggris-Italia itu berpotensi merugikan negara sebesar Rp220 miliar. Ketika masih dipimpin Agus Rahardjo, KPK mengaku kesulitan menelusuri perkara ini.

Mantan KSAU, Agus Supriyatna, menjadi satu-satunya pejabat tinggi TNI yang bersedia datang ke Gedung KPK untuk dimintai keterangan soal pembelian helikopter tersebut. Tetapi, saat ditanya oleh penyidik, Agus memilih bungkam dengan alasan terikat sumpah prajurit dan tak bisa menyampaikan informasi yang bersifat rahasia negara. 

Baca Juga: Eks KSAU Heran Mengapa Pembelian Heli AW-101 Baru Diributkan Sekarang

2. Eks KSAU heran pembelian heli AW-101 baru diributkan belakangan ini

Panglima TNI Tak Setop Kasus Heli AW-101, Tunggu Hasil Audit dari BPKEks Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal (Purn) Agus Supriatna ketika pada 2018 memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)

Sementara, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna mengaku heran mengapa pembelian Heli AW-101 ini baru diributkan dua tahun setelah dibeli. Agus akhirnya bersedia hadir memenuhi panggilan penyidik komisi antirasuah pada 2018 lalu. Ketika itu, ia mengaku diperiksa selama tujuh jam. 

Ketika itu, Agus tiba didampingi kuasa hukum dan seorang personel provost. Ia mengaku hanya dimintai keterangan biasa saja. 

"Pemeriksaan biasa ini dipanggil," ujar Agus berbicara kepada media pada 2018 lalu.

Ia bersaksi untuk tersangka Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh. Agus hadir karena di pemanggilan sebelumnya pada 11 Mei, ia absen dengan alasan tak menerima surat pemanggilan.

Dalam pemeriksaan yang berlangsung pada 3 Januari lalu, Agus menolak memberikan keterangan kepada penyidik, karena informasi yang ia ungkap berpotensi menyangkut rahasia negara. Sebab, pembelian helikopter pabrikan Inggris-Italia itu dilakukan ketika ia masih menjabat sebagai KSAU. 

Usai diperiksa, Ia mengatakan, sejak awal tak ingin ada keributan soal pembelian helikopter tersebut. Ia menduga, justru ada pihak-pihak tertentu yang sengaja memancing kegaduhan. Padahal, isu pembelian helikopter ini bisa diselesaikan secara kondusif.

"Sebetulnya kan ini bisa duduk bersama, semua level menteri, panglima (TNI) saat ini, dan dulu kami pecahkan masalah ini bersama," ujar Agus yang ditemui di gedung KPK.

Semua pihak, katanya lagi, bisa berdiskusi, sebetulnya letak permasalahannya ada di mana. "Jangan karena masing-masing merasa hebat, benar dan memiliki kekekuasaan," tutur dia.

Ia menjelaskan, pembelian heli AW-101 pada 2016 lalu itu dianggap sebagai dugaan perbuatan korupsi oleh seorang 'pembuat masalah.' Padahal, dulu ketika ia masih menjabat sebagai KSAU tak ada satu pihak pun yang menanyakan soal pembelian heli tersebut. Tetapi, begitu ia pensiun, pembelian heli itu baru dinyatakan bermasalah.

Sayangnya, Agus tak bersedia menjelaskan siapa individu yang ia cap sebagai 'pembuat masalah'.

"Karena AW-101 ini, teman-teman juga tahu (ini jadi ribut). Coba tanya kepada yang membuat masalah ini, tahu gak UU APBN. Tahu gak mekanisme anggaran APBN itu seperti apa. Kalau (dia) tahu, maka gak mungkin melakukan ini," kata dia lagi.

Ia kemudian merujuk ke beberapa peraturan seperti Permen Pertahanan Nomor 17 Tahun 2011, lalu peraturan Panglima TNI Nomor 23 Tahun 2012.

3. KPK sudah tahan tersangka dari unsur sipil

Panglima TNI Tak Setop Kasus Heli AW-101, Tunggu Hasil Audit dari BPKKPK menahan tersangka dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 TNI AU, Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway (IDN Times/Aryodamar)

Sementara, KPK sudah menahan satu-satunya tersangka dari unsur sipil yakni Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway pada 24 Mei 2022 lalu. Ia bakal ditahan hingga 12 Juni 2022 di rutan Gedung Merah Putih. 

"Tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap IKS berupa penahanan selama 20 hari, terhitung mulai 24 Mei sampai 12 Juni 2022," ujar Ketua KPK Komjen (Purn) Firli Bahuri, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Firli mengatakan, Irfan akhirnya ditahan usai penyidik mengumpulkan informasi dan data terkait. Bahkan, KPK sudah memeriksa puluhan saksi dalam kasus ini.

"Tim Penyidik (telah) memeriksa sekitar 30 orang saksi," kata dia. 

Baca Juga: KPK Tahan Tersangka Dugaan Korupsi Helikopter AW-101 TNI AU

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya