Pakar Hukum: Revisi UU Wantimpres Diduga untuk Keperluan Jokowi

Dewan Pertimbangan Agung sudah dihapus dari UUD 1945

Intinya Sih...

  • Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menduga revisi UU Wantimpres di penghujung masa kerja parlemen 2019-2024 untuk kepentingan Presiden Jokowi.
  • Feri menilai perubahan Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung hanya sekedar bagi-bagi jabatan politik dan anggaran yang akan digunakan.
  •  

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menduga revisi Undang-Undang (UU) Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di penghujung masa kerja parlemen 2019-2024 untuk keperluan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Sebab, revisi undang-undang itu tidak pernah dimasukan ke dalam daftar program legislasi nasional 2020-2024. Selain itu, di dalam draf revisi UU Wantimpres Pasal 1A tertulis penamaan Dewan Pertimbangan Presiden diubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).  

"Revisi UU Wantimpres itu mengandung muatan politis yang kental. Sebab, ngapain juga pemerintahan mau berakhir pada Oktober 2024, tiba-tiba dibahas sebuah undang-undang yang urgensinya tidak berkaitan dengan kepentingan publik luas?" ujar Feri ketika dihubungi, Selasa (16/7/2024). 

"Sehingga, wajar saja pembahasan undang-undang ini hendak dijadikan jembatan transisi pemerintahan Presiden Jokowi menuju ke pemerintahan Prabowo. Sayangnya, karena ini melanggar konstitusi keberadaan DPA ke depan tentu inkonstitusional dan lebih ke arah akomodasi ruang politik," katanya. 

Ia menggarisbawahi, apabila Jokowi dijadikan Ketua Wantimpres usai lengser, maka situasinya berbeda. Di dalam UU Nomor 19 Tahun 2006, posisi Wantimpres berada di bawah presiden. 

"Artinya, wantimpres menjadi bawahan presiden. Sementara, bila dibentuk lembaga baru, maka mungkin marwah politiknya bisa lebih tinggi karena posisinya DPA mau tidak mau disejajarkan dengan Presiden," ujarnya. 

Baca Juga: Puan Tak Mau RUU Wantimpres yang Dikebut Baleg Menyalahi UUD 45

1. Perubahan Wantimpres jadi DPA tak lebih dari bagi-bagi jabatan

Pakar Hukum: Revisi UU Wantimpres Diduga untuk Keperluan JokowiGedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)

Feri tak menampik bahwa perubahan Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung tidak lebih dari bagi-bagi jabatan politik. Meskipun hal itu dibantah oleh anggota parlemen, termasuk Wakil Ketua Komisi VII, Eddy Soeparno. 

"Bagi saya ini jelas bancakan politik. Konsekuensi dari pergantian wantimpres menjadi DPA tentu kebutuhan anggaran negara akan jauh lebih besar. Penggunaan anggarannya akan terletak di bawah lembaga baru itu," ujar Feri. 

Posisi DPA menjadi lebih tinggi dari wantimpres lantaran di dalam undang-undang yang direvisi menempatkan DPA sebagai lembaga negara dan sejajar dengan presiden. Meski tugasnya sama-sama memberikan masukan bagi presiden yang tengah berkuasa. 

"Sementara, Wantimpres karena berada di bawah presiden, sepanjang anggaran itu tidak akan bertabrakan dengan kepentingan presiden, tentu akan diberikan. Tapi, sudah pasti nominalnya tidak akan besar," kata pemeran film dokumenter 'Dirty Vote' itu. 

Dalam pandangannya, perubahan nomenklatur dari wantimpres ke DPA hanya sekedar kebutuhan politik dan anggaran yang akan digunakan. 

Baca Juga: Jokowi Ogah Tanggapi soal Wantimpres Jadi Dewan Pertimbangan Agung

2. Lembaga DPA sudah dihapus di dalam UUD 1945

Pakar Hukum: Revisi UU Wantimpres Diduga untuk Keperluan JokowiIlustrasi pembuatan undang-undang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Feri menegaskan, dalam UUD 1945, nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung sudah dihapus. Ia mengaku bingung dengan pilihan nomenklatur pemerintah ketika mengubah nama lembaga wantimpres menjadi DPA. 

"Karena dengan digantinya nomenklatur itu, maka dengan sendirinya gagasan itu telah bertentangan dengan UUD 1945 karena UUD sudah dihapus," ujar Feri. 

Ia turut menyoroti praktik penyusunan undang-undang yang direvisi secara kilat. Menurutnya, parlemen tidak melibatkan partisipasi publik seperti yang tertulis di dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Pasal 96. 

"Di dalam undang-undang itu tertulis harus berbicara dan melibatkan publik (dalam penyusunan undang-undang). Setidaknya berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi, publik wajib diberikan tiga haknya," kata dia. 

Ketiganya adalah hak untuk memberikan masukan dalam sebuah rancangan undang-undang, hak menerima masukan publik, dan hak mendapatkan penjelasan seandainya masukan tersebut ditolak. 

"Artinya, RUU tidak sekedar melanggar konstitusi tetapi juga melanggar hak publik untuk berpartisipasi," ucap dia. 

Baca Juga: Prabowo Makin Sering Ketemu Jokowi Jelang Pilkada 2024

3. Jokowi mengaku usai lengser ingin pensiun

Pakar Hukum: Revisi UU Wantimpres Diduga untuk Keperluan JokowiPresiden Jokowi memimpin upacara Prasetya Perwira (Praspa) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa (16/7/2024). (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Sementara, Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika diminta responsnya soal rencana revisi UU Wantimpres mengatakan, rencananya tidak berubah. Usai lengser dari posisi Presiden, Jokowi hendak kembali ke Solo menjadi warga negara biasa. 

"Sampai saat ini rencana saya masih belum berubah," ujar Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma pada Selasa. 

https://www.youtube.com/embed/2-AfarSp7P0

Baca Juga: Puan Sebut RUU Wantimpres Berpeluang Diketok Era Prabowo

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya