KPK Batal Klarifikasi Kaesang-Bobby, Pakar: Dampak dari Revisi UU

KPK kini jadi lembaga negara di bawah presiden

Intinya Sih...

  • KPK batal meminta klarifikasi terhadap Bobby Nasution dan Kaesang Pangarep terkait dugaan penerimaan fasilitas jet pribadi
  • UU KPK Nomor 19 tahun 2019 membuat KPK menjadi bagian dari rumpun eksekutif, dengan pegawainya berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN)

Jakarta, IDN Times - Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang batal meminta klarifikasi terhadap Bobby Nasution dan Kaesang Pangarep terkait dugaan penerimaan fasilitas jet pribadi, sudah bisa diprediksi oleh sejumlah pihak. Hal itu merupakan dampak dari revisi Undang-Undang KPK. 

Putra bungsu Presiden Joko "Jokowi" Widodo itu terungkap menumpang jet pribadi jenis gulfstream saat plesiran ke Amerika Serikat (AS) pada Agustus lalu. Sedangkan, Bobby justru mengakui menerima fasilitas jet pribadi dari seorang pengusaha di Medan untuk perjalanan domestik. 

Akademisi dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari mengatakan, di bawah UU KPK Nomor 19 tahun 2019, komisi antirasuah itu menjadi bagian dari rumpun eksekutif. Hal itu tertulis di pasal 3 yang berbunyi 'KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.' Sedangkan, di UU sebelumnya, Nomor 30 tahun 2002, tidak tertulis bahwa KPK masuk ke dalam rumpun eksekutif. 

Konsekuensi lain dari revisi UU KPK Nomor 19 tahun 2019, yakni pegawainya berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal, atasan tertinggi ASN merupakan presiden. 

"Mengingat suasana politik dan KPK berada di bawah rumpun eksekutif, KPK adalah lembaga yang sudah dirancang untuk dilemahkan oleh presiden sendiri. Maka, agak sulit bila KPK bisa bersikap berani terhadap keluarga ini," ujar Feri ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, Senin (9/9/2024). 

Ia pun tak yakin komisi antirasuah bisa tetap independen meskipun Presiden Joko "Jokowi" Widodo bakal lengser pada 20 Oktober mendatang.

"Sulit bagi KPK di bawah undang-undang ini akan betul-betul bisa bekerja demi kepentingan pemberantasan korupsi," tutur dia. 

1. Jokowi diduga sudah pernah cawe-cawe KPK dalam kasus e-KTP Setya Novanto

KPK Batal Klarifikasi Kaesang-Bobby, Pakar: Dampak dari Revisi UUPresiden Joko "Jokowi" Widodo meresmikan empat seksi dari proyek jalan tol Sigli-Banda Aceh pada Senin (9/9/2024). (YouTube/Sekretariat Presiden)

Sementara, Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Danang Widyoko mengatakan, upaya cawe-cawe Jokowi sudah pernah diungkap oleh mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo. Jokowi ketika itu meminta kepada komisi antirasuah agar menyetop pengusutan terhadap politikus Partai Golkar Setya Novanto dalam dugaan rasuah proyek KTP Elektronik. Saat itu, UU KPK belum direvisi. 

"Praktik tersebut saya kira sangat mungkin sudah diulang lagi oleh presiden yang sekarang. Oleh karena itu sangat sulit bagi KPK bergerak," ujar Danang ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon hari ini. 

Apalagi, kata Danang, dugaan penerimaan gratifikasi kepada Kaesang dan Erina Gudono, masih membutuhkan penelusuran lebih lanjut. Sebab, dugaan pemberian gratifikasi itu tidak langsung diarahkan ke presiden. 

"Kasus gratifikasi ini kan tidak otomatis. Artinya, butuh investigasi lebih lanjut. Apa sih yang dipertukarkan dengan pemberian fasilitas private jet itu? Kebijakan apa yang diharapkan dengan ditukar pemberikan fasilitas mewah itu? Saya kira itu perlu dikejar lebih lanjut oleh KPK," tutur dia. 

Danang pun menduga kuat fasilitas jet pribadi bagi Kaesang sesungguhnya ditujukan bagi Jokowi. Artinya, yang disasar oleh perusahaan pemilik jet pribadi adalah kebijakan Jokowi yang menguntungkan secara bisnis. 

"Karena presiden kan tidak mungkin langsung di-service dengan jet pribadi. Jadi, anggota keluarga dan menantu yang diberikan service. Tetapi, itu membutuhkan pembuktian hukum," katanya. 

Baca Juga: Mahfud: KPK Harusnya Langsung Selidiki Dugaan Gratifikasi Kaesang

2. KPK pernah bui Rafael Alun yang bermula dari gaya hedon anaknya

KPK Batal Klarifikasi Kaesang-Bobby, Pakar: Dampak dari Revisi UUTerdakwa Rafael Alun Trisambodo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)

Argumen komisi antirasuah mereka tak berwenang memeriksa Kaesang lantaran bukan penyelenggara negara justru dibantah oleh sikap KPK sendiri. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan, KPK pernah mengusut kasus rasuah yang melibatkan pegawai Dirjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo. Padahal, itu semua bermula dari gaya hidup hedon putranya, Mario Dandy. 

"Rafael Alun kini mendekam di penjara justru terungkap korupsi karena anaknya yang bergaya hedon dan flexing. Anak RA yang mengendarai mobil mewah tertangkap tangan menganiaya seseorang," kata Mahfud dalam cuitannya di platform X, dikutip pada 6 September 2024 lalu. 

KPK kemudian melacak kaitan harta dan jabatan ayah pelaku penganiayaan tersebut. Dari sana terbongkar, harta kekayaan yang berlimpah diperoleh dengan cara banyak menerima suap dan korupsi. 

"KPK memproses, RA pun dipenjara," ucap dia. 

Dalam sidang pada Januari 2024 lalu, hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 14 tahun bui, denda Rp500 juta dan membayar uang pengganti Rp10 miliar. 

3. Keluarga Jokowi kena sanksi sosial

KPK Batal Klarifikasi Kaesang-Bobby, Pakar: Dampak dari Revisi UUKaesang Pangarep dan Erina Gudono (instagram.com/kaesangp)

Menurut Feri, meskipun Kaesang dan Bobby belum mendapatkan sanksi pidana, tetapi keduanya sudah disanksi oleh masyarakat. Bahkan, sanksi itu sampai menyasar ke hal pribadi keluarga presiden. 

"Mana ada keluarga presiden sampai dibicarakan bau ketek dan bau badannya. Itu kan sanksi sosial yang luar biasa," kata pemeran film dokumenter 'Dirty Vote' itu. 

Sementara, direktorat gratifikasi KPK membatalkan kebijakan untuk memanggil dan meminta klarifikasi kepada Kaesang. Juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, mengatakan, KPK kini fokus untuk menindaklanjuti dua laporan terhadap Kaesang yang masuk lewat Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM). Alhasil, KPK malah akan memanggil dua pelapor Kaesang ke Gedung Merah Putih. 

"Kenapa difokuskan ke sana (Direktorat PLPM)? Karena jangkauannya lebih jauh lagi dilakukan oleh PLPM terkait kewenangannya," ujar Tessa di Gedung Merah Putih pada 4 September 2024.

Ia menjelaskan, Direktorat PLPM memverifikasi laporan sekitar dua hari. Kemudian, laporan akan ditelaah sekitar 8-14 hari.

Baca Juga: Disindir Kader PSI, Mahfud Jelaskan soal Numpang Jet Pribadi JK

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya