Ini Empat Poin yang Dibahas DPR Dalam Revisi UU TNI

Dasco sebut akan tuntaskan pembahasan revisi UU TNI

Intinya Sih...

  • Belum ada pembahasan detail mengenai revisi UU TNI
  • Bocoran poin-poin yang bakal direvisi di dalam UU TNI

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin mengatakan, belum ada pembahasan detail mengenai apa saja yang akan direvisi dari Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tetapi, ia tak menampik revisi UU TNI kini menjadi inisiatif dari DPR. 

Meski belum membahas secara detail apa saja yang bakal direvisi di dalam UU TNI, Hasanuddin memberikan empat poin bocoran yang bakal dibahas di dalam revisi tersebut. 

"Substansinya seperti apa, saya juga belum dapat. Saya pribadi hanya dapat bocoran-bocoran tetapi saya tidak bisa membukanya ke publik dulu. Pertama, mengenai status Tentara Nasional Indonesia," ujar Hasanuddin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (28/5/2024). 

Kedua, mengenai usia dinas. Poin ketiga yang akan direvisi status hubungan antara TNI dengan Kemenhan dan masalah-masalah anggaran lainnya. 

Wacana revisi UU TNI ini telah menjadi sorotan sejak awal 2023 lalu. Ketika itu dokumen draf revisi UU yang masih dalam pembahasan tahap awal sudah bocor ke ruang publik. Padahal, seharusnya tidak beredar dulu. 

Salah satu yang menjadi sorotan di dalam revisi UU TNI, yaitu upaya perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira aktif TNI. 

Baca Juga: Pengamat: Penempatan Polisi Militer di Kejagung Langgar UU TNI

1. Koalisi masyarakat sipil tolak revisi UU TNI yang dilakukan di masa lame duck

Ini Empat Poin yang Dibahas DPR Dalam Revisi UU TNIKetua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia, Julius Ibrani. (Tangkapan layar YouTube KontraS)

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengaku turut mendapatkan bocoran apa saja poin-poin yang bakal direvisi di dalam UU TNI. Salah satunya, memperluas ruang bagi perwira aktif di TNI agar bisa lebih banyak yang duduk di jabatan sipil.

Hal itu, kata Julius, berpotensi membuka ruang kembalinya dwi fungsi ABRI, seperti yang pernah dipraktikan di era Orde Baru yang otoritarian. Di dalam draf RUU TNI, poin itu tercantum pada pasal 47 poin 2. 

"Upaya perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif dalam draf revisi UU TNI dapat membuka ruang baru bagi TNI berpolitik. Hal itu menjadi kemunduran jalannya reformasi dan proses demokrasi tahun 1998," ujar Julius, mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan di dalam keterangan tertulis, hari ini. 

Di dalam agenda reformasi, militer ditempatkan sebagai alat pertahanan negara. Menurutnya, mereka dididik, dilatih, dan dipersiapkan untuk berperang. 

"Militer tidak didesain untuk menduduki jabatan-jabatan sipil. Penempatan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara tidak hanya keliru, melainkan itu juga akan memperlemah profesionalitas militer itu sendiri," tutur dia. 

Selain itu, bila revisi UU TNI tersebut tetap disahkan maka kebijakan yang selama ini keliru dengan menempatkan anggota TNI aktif di lembaga negara seperti BNPB, BUMN hingga Kementerian ESDM, dipandang legal. Belakangan, bahkan ada perwira aktif TNI yang menduduki jabatan sebagai kepala daerah seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat dan Penjabat Gubernur Provinsi Aceh. 

Baca Juga: Menpan RB: Jabatan Sipil yang Bisa Diisi TNI/Polri Masih Terbatas

2. Kewenangan presiden untuk mengerahkan dan pengguna kekuatan TNI diusulkan dicabut

Ini Empat Poin yang Dibahas DPR Dalam Revisi UU TNIPresiden Joko "Jokowi" Widodo mengajak presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menjamu mantan PM Singapura, Lee Hsien Long saat ke Bogor. (www.instagram.com/@jokowi)

Poin lain yang dipandang bermasalah di dalam revisi UU TNI, yaitu dicabutnya kewenangan presiden untuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI. Ketentuan tersebut, kata Julius, seharusnya tetap dipertahankan dan tak boleh dicabut di dalam UU TNI. 

"UUD 1945 hasil amandemen pasal 10 menyatakan bahwa presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU). Hal itu kemudian diturunkan menjadi UU Nomor 3 tahun 2022 pasal 14 mengenai pertahanan negara. Di dalamnya tertulis, presiden berwenang dan bertanggung jawab atas pengerahan kekuatan TNI," ujar Julius. 

Ia menambahkan, bila kewenangan presiden itu dihapus di dalam UU TNI, maka dapat berbahaya. Sebab, hal tersebut seolah kembali di masa lalu, di mana TNI dapat bergerak menghadapi masalah keamanan dalam negeri dengan dalih operasi militer selain perang (OMSP) tanpa melalui keputusan presiden. 

"Hal itu melanggar prinsip supremasi sipil sebagai prinsip dasar dalam negara demokrasi dalam menata hubungan sipil-militer yang demokratis," kata dia. 

3. Wakil Ketua DPR sebut ada permintaan untuk revisi UU TNI

Ini Empat Poin yang Dibahas DPR Dalam Revisi UU TNIKetua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ada permintaan merevisi UU Polri dan UU TNI. 

"Ada permintaan untuk melakukan revisi UU Polri dan UU TNI agar dapat sama dengan UU Kejaksaan tentang masa pensiun dan masa berakhirnya jabatan fungsional," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada 20 Mei 2024 lalu. 

Politikus Partai Gerindra itu juga menuturkan revisi UU Polri dan UU TNI sempat tertunda karena pelaksanaan Pemilu 2024. Karena itu, usai pemilu, DPR bakal menuntaskan revisi UU Polri dan UU TNI.

“Nah, sekarang itu supaya juga semua sama di antara para penegak hukum ini, kami kemudian melakukan juga revisi," kata politisi Partai Gerindra itu. 

https://www.youtube.com/embed/zTDNyu4vp-s

Baca Juga: Pengamat: Penempatan Polisi Militer di Kejagung Langgar UU TNI

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya