Eks Bupati Langkat Divonis Bebas, Komnas HAM: Cederai Keadilan Publik

Terbit lolos dari hukuman bui untuk perdagangan manusia

Intinya Sih...

  • Komnas HAM menghormati putusan hakim yang membebaskan Terbit Rencana Perangin-Angin dari kasus TPPO, meski jaksa menuntut 14 tahun bui
  • Anis Hidayah menyesalkan vonis bebas bagi Terbit karena tidak memberikan keadilan kepada korban TPPO yang meninggal di rumah kerangkeng milik Terbit
  • Proses peradilan dinilai berlarut-larut dan rekomendasi Komnas HAM tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim dalam kasus ini

Jakarta, IDN Times - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah menghormati putusan hakim di Pengadilan Negeri Stabat di Langkat yang menjatuhkan vonis bebas bagi Terbit Rencana Perangin-Angin di kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Padahal, jaksa menuntut Terbit 14 tahun bui. 

Anis mengatakan Komnas HAM di kepemimpinan periode sebelumnya sudah membentuk tim investigasi dan menghasilkan beberapa rekomendasi. Salah satunya mendorong proses peradilan yang kredibel, profesional dan memberikan rasa adil bagi korban TPPO. Sebab, empat korban TPPO yang sempat ditahan di rumah kerangkeng milik Terbit meninggal dunia. 

"Harusnya dengan tuntutan jaksa 14 tahun bui, hakim juga bekerja keras untuk memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan yang memadai. Selaras dengan investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM pada tahun 2022 lalu," ujar Anis kepada media di Jakarta pada Selasa (9/7/2024). 

Lebih lanjut, ia menyesalkan vonis bebas bagi Terbit. Sebab, hal tersebut menandakan impunitas tanpa penghukuman. 

"Sekaligus putusan bebas itu mencederai rasa keadilan bagi para korban. Di antara mereka kan ada yang meninggal dunia. Saya rasa putusan itu juga mencederai keadilan bagi publik," imbuhnya. 

1. Rekomendasi dari investigasi Komnas HAM tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim

Eks Bupati Langkat Divonis Bebas, Komnas HAM: Cederai Keadilan PublikKomisioner Komnas HAM, Anis Hidayah di kantor Komnas HAM. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Anis juga menyesalkan karena rekomendasi Komnas HAM yang dibuat berdasarkan investigasi pada 2022 lalu tidak dijadikan bahan pertimbangan oleh majelis hakim. Ia pun bertanya-tanya mengapa eks Bupati Langkat itu bisa divonis bebas. Padahal, ia diduga kuat adalah dalang dari TPPO. 

Sementara, anak buah Terbit yang mengelola kerangkeng manusia justru divonis tiga tahun bui. "Orang yang mempekerjakan pegawai di rumah kerangkeng itu malah dibebaskan. Ini menjadi tanda tanya bagi kita semua," kata Anis. 

Ia mempertanyakan perspektif hakim terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Padahal, Terbit adalah pemilik kerangkeng manusia yang diduga menjadi penjara perbudakan modern. 

Kerangkeng manusia itu disebut bakal digunakan untuk memenjarakan pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit, yang pada waktu itu masih menjabat sebagai Bupati Langkat.

Terbit juga sempat mengklaim kerangkeng manusia berukuran 6 x 6 meter yang terbagi dua kamar itu merupakan sel pembinaan pelaku penyalahgunaan narkoba. Tetapi, polisi menyebut kerangkeng manusia yang dimaksud belum berizin. Di sisi lain, Badan Narkotika Nasional (BNN) turut menegaskan kerangkeng itu tidak bisa disebut sebagai tempat rehabilitasi.

Baca Juga: Jaksa Kasasi untuk Vonis Bebas Eks Bupati Langkat Terbit Rencana

2. Proses peradilan bagi eks Bupati Langkat berlarut-larut

Eks Bupati Langkat Divonis Bebas, Komnas HAM: Cederai Keadilan PublikKerangkeng manusia milik eks Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin. (Dokumentasi Migrant Care)

Catatan lain dari Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, proses peradilan bagi Terbit dinilai berlarut-larut. Padahal, sebelumnya kasus kerangkeng manusia itu sempat menjadi sorotan nasional. Namun, Terbit baru menjalani sidang perdana untuk kasus TPPO pada September 2023 lalu. 

"Kasus TPPO ini akhirnya jadi suruat (perhatian) karena terdapat kasus-kasus lain yang sangat viral. Termasuk kasus (pembunuhan) Vina," kata Anis. 

Dalam pandangannya proses peradilan suatu kasus tidak boleh terpengaruh dari tinggi atau rendahnya atensi publik kepada kasus tersebut. Meskipun ada adagium populer 'no viral no justice.'

"Tetapi putusan ini berpotensi melahirkan pelanggaran HAM, terutama hak atas keadilan bagi para korban. Di mana ada yang meninggal dunia dan mereka mengalami penderitaan cukup lama. Karena praktik perbudakan manusia itu berlangsung selama 12 tahun," imbuhnya.

3. Komnas HAM dukung jaksa ajukan banding vonis bebas eks Bupati Langkat

Eks Bupati Langkat Divonis Bebas, Komnas HAM: Cederai Keadilan PublikIlustrasi borgol. (IDN Times)

Anis mengatakan hingga kini Komnas HAM belum memutuskan langkah lebih lanjut terkait vonis bebas bagi eks Bupati Langkat. Tetapi, pada dasarnya, kata Anis, Komnas HAM mendukung upaya banding yang diajukan oleh jaksa. 

"Karena sekali lagi vonis ini mencederai rasa keadilan bagi korban dan kita semua yang selama beberapa tahun mengikuti kasus ini. Kasus ini meninggalkan luka sangat dalam," ujar Anis. 

Sebab, di republik yang sudah merdeka lebih dari 70 tahun, namun masih ditemukan praktik perbudakan modern. 

https://www.youtube.com/embed/_nTO44akFYM

Baca Juga: Dituntut 14 Tahun, Eks Bupati Langkat Terbit Rencana Divonis Bebas

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya