Perludem: Putusan MK Berdampak ke Demokrasi, Bukan Cuma Satu Parpol

Putusan MK menyegarkan demokrasi di Indonesia

Intinya Sih...

  • Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 tidak hanya menguntungkan satu parpol, tetapi menyegarkan demokrasi di Indonesia.
  • Diperbolehkannya parpol tanpa kursi di DPRD untuk mengusung calon kepala daerah dalam Pilkada 2024, termasuk PDIP dan Golkar.
  • Putusan MK dianggap menyuburkan praktik demokrasi, menolak politik kartel, dan oligarki yang tidak inklusif.

Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengungkapkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.60/PUU-XXII/2024 tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu alias salah satu partai politik (parpol) saja.

"Apa yang salah dari putusan MK? Putusan ini bukan putusan yang dibacakan yang hanya berdampak pada satu orang, tiga hari sebelum pendaftaran calon, tidak. Ini putusan yang punya dampak pada demokrasi, pada seluruh partai politik, pada seluruh pemilih, semua pemilih," ujar Titi dalam sebuah diskusi yang digelar oleh INTEGRITY dan CALS, di Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Adapun salah satu poin dalam Putusan MK tersebut adalah diperbolehkannya parpol atau gabungan parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD mengusung calon kepala daerah dalam Pilkada 2024.

1. PDIP jadi salah satu partai yang diuntungkan

Perludem: Putusan MK Berdampak ke Demokrasi, Bukan Cuma Satu ParpolPDIP mengumumkan dukungan pada calon kepala daerah pada Kamis (22/8/2024). (IDN Times/Aryodamar)

Kendati begitu, Titi tidak menampik bahwa PDI Perjuangan (PDIP) bakal jadi salah satu partai yang akan memanfaatkan Putusan MK tersebut dalam Pilkada 2024 di DKI Jakarta.

"Partai politik mungkin yang akan memanfaatkan di DKI Jakarta adalah PDIP. Yang memanfaatkan di Banten, Golkar karena katanya Bu Airin gak bisa maju, Bu Airin tidak dapat tiket, suaranya kurang dari 25 persen dan ursinya kurang dari 20 persen. Jadi semua merata dapat dampak insentif dari Putusan MK," tutur Titi.

Maka dari itu, Putusan MK tersebut dianggap Titi justru menyuburkan praktik demokrasi di Indonesia dan menyegarkan pilihan inklusif bagi rakyat.

Baca Juga: Baleg: Anggota Absen Rapat Pengesahan RUU Pilkada Mungkin Dilarang Istri

2. Pihak yang menolak Putusan MK adalah oligarki

Perludem: Putusan MK Berdampak ke Demokrasi, Bukan Cuma Satu ParpolPresiden Joko Widodo mengenakan baju adat Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Lebih lanjut Titi menjelaskan, pihak yang tidak berbahagia atas Putusan MK tersebut hanyalah oligarki dan politik kartel.

Menurut Titi, politik kartel dan oligarki hanya bisa dilawan dengan politik yang inklusif dan dengan pilihan politik yang lebih beragam.

"Jadi bagi saya, pihak-pihak yang menolak putusan MK nomor 60 adalah pihak-pihak yang sesungguhnya menolak keragaman politik, menolak demokrasi yang inklusif, dan menolak demokrasi yang sehat," kata dia.

Baca Juga: PDIP: Tak Ada Lembaga Politik di Negara Lain yang Utak-atik Putusan MK

3. Revisi UU Pilkada oleh DPR bentuk pembegalan konstitusi

Perludem: Putusan MK Berdampak ke Demokrasi, Bukan Cuma Satu ParpolSuasana pembahasan revisi UU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (21/8/2024). (IDN Times/Amir Faisol).

Sebelumnya, Titi menilai langkah DPR RI yang merevisi Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada) pasca-putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 adalah sebuah pembegalan konstitusi.

"Hari ini kita dipertontonkan pembegalan konstitusi oleh orang yang saat pemilu meminta dan meyakinkan rakyat supaya memberi mandat dan suaranya pada mereka. Ternyata suara rakyat langsung dibuang mereka ke comberan," ujar Titi.

Titi menyebutkan putusan MK sudah terang benderang, semua partai politik, baik yang memiliki perwakilan di DPRD maupun tidak, berhak mengajukan calon kepala daerah pada Pilkada 2024.

"Jelas putusan MK final dan mengikat serta berlaku serta merta bagi semua pihak atau erga omnes. Kalau sampai disimpangi maka telah terjadi pembangkangan konstitusi, dan bila terus dibiarlan berlanjut, maka Pilkada 2024 adalah inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan," kata dia.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya