Telah Ada Sejak Zaman Kuno, Ini Sejarah Pajak Judi Warisan VOC

Tak hanya memungut pajak, VOC juga memberlakukan sanksi

Jakarta, IDN Times - Saat ini judi online tengah ramai diperbincangkan, terlebih beberapa waktu lalu ramai diberitakan seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta diduga bermain judi slot sewaktu rapat. Maraknya judi online berdampak pada menjamurnya situs-situs judi online yang membuat masyarakat kecanduan.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengklaim telah memblokir ratusan ribu situs dan aplikasi judi. Akan tetapi, penyakit ini tak juga sirna.

"Saya berdiskusi dengan banyak pihak yang bilang 'ya sudah, dipajakin aja. misalnya dibuat terang pajak, kalau tidak kita bisa kacau," ujar Menkominfo, Budi Arie Setiadi.

Lalu bagaimanakah sejarah judi di Indonesia? Apakah dengan pajak judi bisa dinetralisir?

1. Rumah judi dibuka pertama kali di Indonesia pada tahun 1620

Telah Ada Sejak Zaman Kuno, Ini Sejarah Pajak Judi Warisan VOCilustrasi kapal-kapal VOC (colonialvoyage.com)

Judi berasal dari China dan telah dimainkan sejak zaman kuno. Pada masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), penduduk Batavia khususnya etnis Tionghoa kerap menghabiskan waktunya untuk berjudi. Rumah judi pertama kali dibuka di Indonesia pada tahun 1620.

"Izin membuka rumah judi diberikan Gubernur Jenderal JP Coin kepada seorang Kapitan Cina, Souw Beng Koeng," ujar Arsiparis, Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia.

Pada awal abad ke-18, kawasan Ji Lak Keng berdiri rumah-rumah judi, madat, dan bordil mewah. Menurut Windoro Adi dalam Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi, lantai bawah rumah umumnya digunakan untuk menghisap madat dan berjudi, sementara lantai atas dimanfaatkan untuk prostitusi.

Baca Juga: Bareskrim Pastikan Wulan Guritno Tak Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

2. VOC melihat judi sebagai celah pemasukan yang melandasi ditetapkannya peraturan pajak judi

Telah Ada Sejak Zaman Kuno, Ini Sejarah Pajak Judi Warisan VOCilustrasi judi online (IDN Times/Aditya Pratama)

Besarnya minat terhadap judi mendorong VOC memberlakukan aturan untuk mengendalikan perjudian yakni larangan beroperasi di hari minggu, hari raya, dan hari peribadatan kota serta jam operasional rumah judi dari jam 06.00 hingga 21.00.

"Kalau terjadi pelanggaran, yang kena denda bukan hanya yang pegang lisensi melainkan yang juga bermain judi," ucap Mona.

VOC yang melihat judi sebagai celah pemasukan, kemudian menetapkan pajak judi seperti halnya pajak kepala orang-orang Tionghoa. Peraturan ini dilandasi oleh Keputusan Pemerintah Tahun 1849 Nomor 52 tentang peraturan pertama sewa pajak perjudian.

Lisensi pajak akan diberikan kepada orang-orang Tionghoa yang telah memperoleh izin untuk mengoperasikan sewa pajak dari pemerintah setempat.

"Pasal 11 menetapkan, rumah judi hanya boleh menerima orang-orang Tionghoa dewasa yang sudah berusia enam belas tahun. Mereka yang melanggar aturan didenda 200 gulden dan penyewa pajak dikenai keharusan membayar 1000 gulden untuk setiap klien ilegal yang ditemukan," ujar Abdul Wahid dilansir dari buku Politik Perpajakan Kolonial di Indonesia: Antara Eksploitasi dan Resistensi.

3. Judi tidak hanya menyasar wanita Tionghoa tetapi juga ibu-ibu bumiputera

Telah Ada Sejak Zaman Kuno, Ini Sejarah Pajak Judi Warisan VOCilustrasi judi online (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam berjudi, masyarakat Tionghoa menyebutnya main ceki dengan kartunya berwarna kuning bertulisan Cina. Berjudi dengan kartu ceki bukan hanya dikenal di Indonesia, tapi juga kalangan Tionghoa di Singapura dan Malaysia.

Dokter gigi Presiden Sukarno, Drg Oei Hong Kiam menyebutkan banyak wanita Tionghoa yang senang berjudi.

"Mereka membentuk kelompok judi, di lokasi judi pada masa Ali Sadikin, tidak sedikit para ibu berjudi. Bukan hanya encim-encim, tetapi para ibu bumiputera," ujar Drg Oei Hong Kiam dilansir dalam buku Oei Hong Kiam: Dokter Gigi Soekarno.

4. Budaya judi dimanfaatkan Ali Sadikin dengan membangun berbagai lokalisasi, hasilnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur Jakarta

Telah Ada Sejak Zaman Kuno, Ini Sejarah Pajak Judi Warisan VOCAli Sadikin (pustakajaya.com)

Pada masa Gubernur DKI, Ali Sadikin, lokalisasi judi terletak di kawasan Ancol dan di samping Sarinah, di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, yang kini menjadi Jakarta Theatre. 

"Setelah masa Bang Ali dan lokalisasi judi dilarang, banyak orang berduit yang ingin membuka kembali lokalisasi judi, tapi tidak pernah mendapat izin. Sebab, judi berpengaruh besar terhadap Indonesia, khususnya masyarakat kelompok bawah," kata Drg Oei Hong Kiam.

Sebelumnya, budaya berjudi dimanfaatkan oleh Ali Sadikin ketika menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1966-1977. Bang Ali menegaskan judi hanya diperbolehkan untuk orang Tionghoa dan membuka berbagai lokalisasi perjudian di Ibu Kota.

Dana dari hasil judi ini digunakan untuk membangun sarana dan prasarana seperti jalan, sekolah, dan puskesmas di Jakarta.

"Bapak-bapak kalau tidak setuju dan masih mau tinggal di Jakarta, sebaiknya beli helikopter. Jalan-jalan di Jakarta dibangun dengan pajak judi," ujar Bang Ali dilansir dari buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977.

Baca Juga: Akun YouTube DPR RI Diretas, Video Judi Online Diunggah

5. Judi merusak kehidupan masyarakat, Presiden Soeharto menghapus segala bentuk perjudian pada 1 April 1980

Telah Ada Sejak Zaman Kuno, Ini Sejarah Pajak Judi Warisan VOCilustrasi perjudian (IDN Times/Aditya Pratama)

Tak terhitung banyaknya orang yang kaya raya menjadi melarat karena judi. Terlebih ketika dibukanya hwa-hwee, yang pecandunya sampai ke kampung-kampung, efeknya jauh lebih hebat daripada judi buntut.

Setelah Ali Sadikin purna, pajak judi dirasakan merupakan ganjalan bagi Pemda DKI walaupun merupakan pendapatan yang cukup potensial. Secara bertahap pajak judi dihapuskan, karena berbagai jenis judi tetap meluas sampai ke pelosok-pelosok kampung.

Penghapusan pajak judi berakibat pada Pemda DKI yang kehilangan pajak Rp3 miliar atau setara Rp96 miliar jika saat ini. 

Gubernur DKI Tjokropanolo yang menggantikan Ali Sadikin, secara bertahap turut menghapuskan praktik judi seperti judi jackpot yang banyak melibatkan anak-anak sekolah. Usaha Bang Nolly ini didukung oleh keputusan Presiden Soeharto yang pada 1 Aprill 1980 menghapus segala bentuk perjudian.

6. Sempat dihapuskan, pemerintah mengeluarkan judi bola yang dorong masyarakat ke jurang klenik dan pecandu

Telah Ada Sejak Zaman Kuno, Ini Sejarah Pajak Judi Warisan VOCilustrasi judi online (IDN Times/Aditya Pratama)

Tetapi pada tahun 1985, pemerintah menjalankan kebijakan judi olahraga yang dinamai Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas). Melalui program ini, warga membeli kupon untuk menerka hasil seri-menang-kalah pertandingan liga sepakbola divisi utama.

Pada tahun 1986, Porkas kemudian berganti menjadi Sumbangan Olahraga Berhadiah (SOB). Bedanya dengan Porkas, SOB mempertaruhkan skor pertandingan. Judi yang disponsori pemerintah ini kemudian menjadi Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB) yang lebih dekat ke jenis lotere karena pembeli kupon harus menebak angka yang dikeluarkan bandar. 

Daya rusak judi ala pemerintah itu membuat masyarakat candu. Berbagai klenik dilakukan masyarakat untuk menebak nomor. Setelah melalui aksi unjuk rasa oleh umat Islam selama berhari-hari, SDSB akhirnya dihapuskan pada 1993.

7. Tak ada judi yang berhasil dikendalikan melalui pajak dan legalisasi

Telah Ada Sejak Zaman Kuno, Ini Sejarah Pajak Judi Warisan VOCIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Sepanjang sejarah Indonesia, tak pernah ada cerita judi berhasil dikendalikan melalui pajak atau legalisasi. Upaya pemajakan ataupun legalisasi pada akhirnya tak mampu menahan judi pada lokasi atau kalangan tertentu saja. 

Judi tetap merasuki dan menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan merusak kehidupan banyak orang.

Baca Juga: Promosi Judi Online, Sule hingga Ayu Ting Ting Diadukan ke Polisi

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya