Apa Arti Dissenting Opinion dalam Putusan MK?

Sempat dinyatakan dissenting opinion pada hakim konstitusi

Jakarta, IDN Times - Sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat tiga dari sembilan hakim konstitusi. Mereka yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Wahiduddin Adams.

Ketiga hakim konstitusi menilai seharusnya MK menolak permohonan pemohon, karena putusan perkara tersebut dinilai sebagai peristiwa aneh yang luar biasa. Hal ini pun menjadi sorotan publik.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat merasa ada keganjilan dalam proses pengambilan keputusan uji materi Pasal 168 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang mengatur soal batas usia capres dan cawapres.

"Meskipun ini tidak melanggar hukum acara, namun penundaan perkara a quo berpotensi menunda keadilan dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri," ujar Arief, Jakarta, Senin (16/10/2023).

Pada putusan perkara gugatan gelombang pertama, Ketua MK, Anwar Usman tidak ikut memutus perkara, dan ketidakhadiran ini berbuah putusan perkara ditolak dengan komposisi enam hakim menolak dan dua hakim dissenting opinion.

Pada perkara Nomor 90 dan 91, Anwar Usman ikut membahas dan memutus perkara tersebut, hasilnya perkara Nomor 90 dikabulkan sebagian. Ini membuat tiga hakim yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konsitusi Wahiduddin Adams menyatakan dissenting opinion.

Apa arti dissenting opinion dalam putusan MK? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: MK Sebut Menurunkan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres Diskriminatif

1. Arti dissenting opinion merupakan perbedaan pendapat di antara hakim

Apa Arti Dissenting Opinion dalam Putusan MK?Sidang putusan gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Dilansir dari artikel ilmiah berjudul Peran Dissenting Opinion Hakim Konstitusi Dalam Pembaharuan Hukum Nasional yang ditulis Sunny Ummul Firdaus dan kawan-kawan, dissenting opinion merupakan esensi kebebasan personal hakim untuk menemukan kebenaran materi. Perbedaan pendapat ini terjadi antara hakim (minoritas) dengan hakim lain atau putusan pengadilan.

Dissenting opinion merupakan perbedaan pendapat yang dibuat satu atau lebih anggota majelis hakim, yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil mayoritas anggota majelis hakim.

2. Dissenting opinion diatur dalam undang-undang

Apa Arti Dissenting Opinion dalam Putusan MK?Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan atas perkara 106/PUUXVIII/2020, di Gedung MK, Rabu (20/7/2022). (YouTube/Mahkamah Konstitusi RI)

Dissenting opinion diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) yaitu:

Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.

Hal serupa disampaikan Mantan Hakim Agung, Djoko Sarwoko dalam artikel yang berjudul Dissenting Opinion di Mata Mantan Hakim Agung, secara konsep dissenting opinion merupaka pendapat yang berbeda dari mayoritas.

Baca Juga: Pakar Ungkap Imbas Buruk jika MK Kabulkan Gugatan Usia Capres-Cawapres

3. Perbedaan dengan concurring opinion

Apa Arti Dissenting Opinion dalam Putusan MK?Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat sidang pengucapan uji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Ruang Sidang MK (dok. Humas Mahkamah Konstitusi)

Semula dissenting opinion dan concurring opinion dikenal dalam sistem hukum negara common law. Sejak 2004, Indonesia mengadopsinya dalam UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung.

Dissenting opinion dikeluarkan berdasarkan pertimbangan yang berbeda, yakni fakta hukum, pertimbangan hukum, dan amar putusannya berbeda.

Sedangkan concurring opinion, fakta hukumnya sama, pertimbangannya sama, tapi amar putusannya berbeda. Sebagai contoh, apabila dua hakim menyatakan terbukti dakwaan kesatu primair, satu hakim terbukti dakwaan kedua primair, dan dua hakim lainnya menyatakan bebas, maka satu hakim itu masuk kategori dissenting opinion.

Topik:

  • Rochmanudin
  • Mohamad Aria

Berita Terkini Lainnya