Putusan MK Dinilai Merusak Demokrasi dan Muluskan Dinasti Politik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan mantan atau yang sedang menjabat kepala daerah meski belum berusia 40 tahun, bisa mendaftar sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). Sejumlah masyarakat sipil dari kalangan akademisi, aktivis hingga ekonom mengaku prihatin dengan putusan MK tersebut.
Putusan itu juga dinilai memberikan karpet merah untuk putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang juga Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi cawapres. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid yang menjadi juru bicara dalam maklumat, menentang putusan MK.
"Kita menentang sebenarnya, dan kami sudah prediksi bahwa meskipun soal usia itu ditolak, sejak tadi malam sudah beredar itu informasi akan ada kekecualian untuk mereka yang pernah menjabat sebagai kepala daerah. Sama saja itu sebenarnya," ujar Usman, dikutip Selasa (17/10/2023).
Baca Juga: Korut Tetapkan Pengembangan Nuklir Jadi Konstitusi Negara
1. Sebut MK sebagai Mahkamah Keluarga
Usman menyebut, MK adalah Mahkamah Keluarga. Dia menyampaikan, Jokoisme telah menjelma menjadi Jokowigarki.
"Jadi pada akhirnya, dugaan publik, dugaan masyarakat sipil benar bahwa Mahkamah Konstitusi telah menjelma Mahkamah Keluarga. Jokoisme menjelma Jokowigarki," ucap dia.
Editor’s picks
Baca Juga: PDIP Yakin Jokowi Dukung Ganjar di Pilpres 2024
2. Muluskan dinasti politik
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Jenderal Transparency Internasional Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan, putusan MK bisa memuluskan dinasti politik. Menurutnya, dengan ditampilkannya praktik dinasti politik, membuat anak muda yang tidak memiliki jejaring, akan sulit bersaing menjadi pemimpin penerus.
"Dengan politik dinasti kita hanya mendapat pilihan yang terbatas, artinya pilihan yang mereka di karbit ini yang saya kira ini menjadi risiko bagi kita semua. Dan ini mengurangi makna demokrasi," kata Danang.
3. Jadi alarm bagi masyarakat
Danang menegaskan, ini menjadi alarm bagi masyarakat. Oleh karena itu, jangan sampai dinasti politik yang ditampilkan penguasa terus terjadi.
"Ini menjadi alarm bagi kita semua. Bukan membatasi anak muda, demokrasi memaksa anak muda dan kita semua untuk berprestasi, bekerja keras, agar mereka menjadi pilihan (pemimpin) dan memberi harapan. Kalau seperti ini (adanya dinasti politik) kan pilihannya terbatas," imbuhnya.