Paiman Raharjo, dari Sekuriti hingga Jadi Wakil Menteri

Paiman juga merupakan Rektor Universitas Moestopo (Beragama)

Jakarta, IDN Times - Sosok Paiman Raharjo sempat menjadi perhatian publik ketika Presiden Joko "Jokowi" Widodo melantiknya menjadi Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/7/2023).

Paiman menggantikan posisi Budi Arie Setiadi yang diangkat oleh Presiden Jokowi menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).

Paiman, merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Dia menjalani kehidupan dengan ekonomi sulit. Bahkan, Paiman merantau dari tempat kelahirannya di Klaten, Jawa Tengah ke Jakarta dengan membawa ijazah SMP. Meski demikian, Paiman gigih dalam bekerja dan belajar.

Paiman rela bekerja sebagai tukang sapu jalanan hingga sekuriti untuk menambah biaya sekolah dan kuliahnya. Hingga akhirnya, pria kelahiran tahun 1967 itu bisa membuktikan diri. Kini, ia pun sudah meraih profesor dan menjabat sebagai Rektor Universitas Moestopo (Beragama).

IDN Times melakukan wawancara khusus dengan Paiman dalam program Gen Z memilih episode 23. Berikut wawancaranya!

Baca Juga: Profil Paiman Raharjo, dari Satpam Hingga Dipilih Jokowi Jadi Wamendes

Prof Paiman kan sempat menjadi tukang sapu, satpam, hingga sekarang rektor, bisa diceritakan bagaimana prosesnya?

Memang benar, saya mengawali karier dari seorang tukang sapu jalanan, kemudian saya menjadi tukang sapu di Yayasan Gembala Baik di Jatinegara, itu tahun 1985. Saat itu, setelah saya lulus SMP tahun 1984, saya memilih tidak melanjutkan sekolah karena saya berharap, adik-adik saya yang bisa sekolah.

Kemudian, saya merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan hanya bekal lulusan SMP sehingga saya hanya bisa jad tukang sapu jalanan. Setelah itu, saya dimasukan di Yayasan Gembala Baik, sebuah yayasan yang memiliki pendidikan TK, SD, SMP Santa Maria yang ada di Jatinegara. Setelah saya di situ, saya mendekati suster asrama, namanya suster Bernade, 'Suster, saya ingin melanjutkan sekolah'. 'Emang kamu bisa bagi waktu?' 'Bisa'. 'Memang cita-citamu apa, Paiman?' 'Ingin jadi Presiden'. 'Ah ketinggian Paiman cita-citamu'.

Akhirnya saya dimasukkan di STM Budaya, di Matraman. Setelah saya lulus STM, maka saya minta pindah menjadi satpam dan saya minta shift malam. Maka, saya siangnya bisa sekolah (kuliah), alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk belajar.

Akhirnya saya kuliah, setelah saya lulus S1, saya keluar dari Santa Maria, tahun 1994 kemudian saya membuka usaha jasa pengetikan, fotokopi, percetakan, dan sebagainya sambil kemudian saya melanjutkan S2.

Tahun 1997 saya jadi dosen di Universitas Moestopo. Setelah jadi dosen, saya melanjutkan S2, melanjutkan S3 di Unpad sehingga saya di kampus itu memang dari karier sangat bawah, menjadi dosen, menjadi kasubag, menjadi kaprodi, menjadi wadek, menjadi sekretaris direktur, menjadi direktur, menjadi pj rektor, baru menjadi rektor definitif.

Baca Juga: Presiden Jokowi Lantik 5 Wakil Menteri, Ini Daftarnya

Waktu itu kan tidak bisa melanjutkan sekolah dari SMP ke SMA, memang seberapa terbatasnya ekonomi keluarga saat itu?

Memang keluarga saya sangat besar, anaknya ada 8, saya nomor 4. Sebenarnya kalau kita lihat dari sejarah keluarga, saya orang mampu, karena dulunya mbah saya itu punya lumbung pangan yang dibagikan ke warga saat penjajahan Jepang.

Cuma, karena dulu terlena, mbah-mbah saya tanah itu tidak ada suratnya kemudian digugat dan kemudian kalah dan kita menjadi sangat sederhana. Bapak saya hanya seorang petani biasa, ibu saya jualan tahu dan jadah sehingga memang sangat keterbatasan. Tapi sebetulnya untuk saya sendiri sekolah bisa, tapi saya memilih untuk adik-adik saya bisa sekolah, maka saya memilih mandiri.

 

Di Jakarta ada saudara?

Ada, kakak saya yang nomor satu sama kakak saya yang nomor dua.

 

Pas datang ke Jakarta, tinggalnya sama kakak?

Gak, saya gak tinggal sama kakak, tinggal cuma tiga hari. Saat saya menjadi sapu jalanan, saya tinggal di emperan toko, terus di masjid. Pernah saya juga diuber-uber Satpol PP karena tidur di emperan. Setelah itu saya dimasukan oleh kakak saya di Yayasan Gembala Baik karena melihat saya sering batuk-batuk gara-gara tidurnya di emperan.

Baca Juga: Maulid Nabi, Jokowi dan Menag Ajak Umat Islam Tauladani Rasulullah SAW

Berapa lama hidup di jalanan?

Paiman Raharjo, dari Sekuriti hingga Jadi Wakil MenteriWakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Prof. Paiman Raharjo (IDN Times/Fauzan)

Kurang lebih sekitar 7 bulan.

 

Keluarga memang sekarang gimana, keluar rumah hanya membawa ijazah SMP dan akhirnya menjadi profesor?

Saya kira saudara-saudara dan teman dekat saya bangg, karena melihat sosok saya yang dulu ibaratnya tidak memiliki arti, tetapi dewasanya saya punya arti dan bisa guru besar.

Tidak mudah, ya, karena saya kan sambil bekerja, sekolah juga, saya bisnis juga. Jadi kalau profesor itu tidak semua orang bisa meraih, karena profesor itu merupakan jabatan fungsional tertinggi, yaitu guru besar dan alhamdulillah saya merupakan orang tercepat memperoleh guru besar karena saya hanya dua bulan satu minggu, saya bisa memperoleh guru besar.

Tentunya orangtua saya bangga dan ini menjadi motivasi bagi keluarga dan bahkan bagi tetangga saya, yang dulu tetangga saya memandang pendidikan itu tidak penting, tetapi setelah saya bergelar sarjana, master, doktor kemudian mencapai guru besar, itu termotivasi, 'oh anaknya Pak Parto saja bisa mencapai cita-cita yang begitu tinggi, maka termotivasi. Maka, rata-rata pendidikan di kampung saya itu sudah 70 persen lah SMA dan perguruan tinggi.

Orangtua saya, bapak sudah meninggal 2013, saya memperoleh gelar guru besar itu 2015. Tapi, ibu saya masih ada sekarang berumur 95 tahun.

Ada juga yang bertanya-tanya, seorang rektor kemudian menjadi wakil menteri. Prof Paiman juga kan disebutkan sebagai relawan Pak Jokowi, sejak kapan?

Kalau saya dekat dengan tokoh-tokoh, dekat semua, dengan Pak Prabowo itu dekat, Bu Mega juga dekat, keluarga Pak Karno juga seperti keluarga saya. Terus dengan Gus Dur, Pak Habibie, Pak SBY, dan Pak SBY pernah saya undang ke kampus.

Kemudian terkait dengan kedekatan dengan Pak Jokowi, memang kita dulu pernah mengadakan sebuah kongres asosiasi pedagang kaki lima di Solo, di situ kenal tahun 2010, kemudian saya bilang 'Pak, ke Jakarta nanti kita usung dengan calon independen.' Mulai 2011 kita dekat dan seterusnya dan saya kenalkan Pak Jokowi dengan Pak Wagub, Prijanto, nah di situ lah keakraban. Terjadilah saya ingin mengusung wali kota yang memiliki segudang prestasi, bisa menjadi pemimpin lebih tinggi levelnya.

Tapi, saat itu saya katakan ke Mas Jokowi, 'Mas, nanti Mas menang dan kelak Mas jadi Presiden'. Mas Jokowi kan tersenyum. Jadi memang saya dekat dengan beliau, waktu 2008 juga pernah saya undang ke kampus sebagai wali kota yang berhasil. Di situlah hubungan saya baik dengan Pak Jokowi.

Dulu juga saya mendirikan relawan Kibar (2011), setelah itu mendirikan Rumah Kreasi Indonesia Hebat, saya juga bentuk Sedulur Jokowi tahun 2012. Kemudian pada Pemilu 2014, kita bergerilya karena kami meyakini Pak Jokowi orang yang bisa dipercaya untuk mengemban amanah sebagai presiden.

 

Sejak saat itu, ada janji politik gak, relawan akan dikasih jabatan?

Tidak ada, karena kami dengan sukarela bergerak untuk melakukan perubahan di DKI, karena saat itu kita menilai gubernur sebelumnya, sudah itu-itu saja yang menjadi programnya. Jadi, tidak ada janji-janji karena memang kita murni keluar dari lubuk hati kemudian ingin menjadi Jakarta lebih baik.

Bahkan saya pernah ditawari untuk membeli kaus, tapi saya bilang terima kasih Pak Jokowi, kasih saja ke relawan lain dan saya masih mampu untuk membuat atribut sendiri. Saya katakan itu.

https://www.youtube.com/embed/16G_a9PxACE

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya