WALHI: Rempang Eco-City Tak Pernah Dikonsultasikan ke Masyarakat

Proyek ini disebut punya kecacatan yang serius

Jakarta, IDN Times - Proyek Rempang Eco-City disebut sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sangat bermasalah. Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi, yang merupakan bagian dari gerakan Solidaritas Nasional untuk Rempang menyoroti bagaimana payung hukum proyek ini baru disahkan pada 28 Agustus 2023.

Payung hukum yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

“Proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak,” kata dia dalam keterangan tertulis, dilansir Kamis (14/9/2023).

Baca Juga: Fakta-Fakta Rempang Eco-City, PSN Jokowi yang Picu Konflik Rempang

1. Pembangunan PSN di Indonesia kental mobilisasi aparat

WALHI: Rempang Eco-City Tak Pernah Dikonsultasikan ke MasyarakatSolidaritas Nasional untuk Rempang (IDN Times/Rachma Syifa Faiza Rachel)

Zenzi menilai, hampir dalam setiap pembangunan PSN di Indonesia, pemerintah selalu memobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat.

Dalam PSN, kata dia, pengadaan tanahnya pun selalu merampas tanah masyarakat yang tidak pernah diberikan hak atas tanah oleh pemerintah.

Baca Juga: Rempang Eco-City Jadi Pusaran Konflik, Ini Profil Xinyi Group

2. Proyek ini punya kecacatan yang serius

WALHI: Rempang Eco-City Tak Pernah Dikonsultasikan ke MasyarakatIlustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, Ketua Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Zainal Arifin, mengatakan, proyek ini punya kecacatan yang serius. Di antaranya tidak adanya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) serta tak ada peruntukan ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). 

Bahkan menurutnya, sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diberikan oleh Kementerian ATR/BPN pada Badan Pengembangan (BP) Batam untuk mengelola Pulau Rempang sampai sekarang tidak dapat dibuktikan. Termasuk belum adanya pelepasan status kawasan hutan dari KLHK.

“Dalam pembangunan proyek Rempang Eco-City, dapat dipastikan banyak kecacatan prosedur serta persoalan lingkungan hidup,” katanya.

Baca Juga: Kapolri Kirim 4 Kompi Tambahan ke Rempang 

3. Permasalahan soal HPL

WALHI: Rempang Eco-City Tak Pernah Dikonsultasikan ke MasyarakatIlustrasi Perumahan. IDN Times/Arief Rahmat

Selain itu, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, berpendapat, HPL merupakan jenis hak atas tanah yang baru. HPL dapat dipastikan tidak ada landasannya di dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Meski demikian, HPL sangat kuat digunakan oleh pemerintah Jokowi untuk kepentingan investasi.

“Ketika sebuah badan atau lembaga diberikan HPL, badan atau lembaga tersebut dapat bertransaksi dengan pihak ketiga untuk memberikan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), bahkan Sertifikat Hak Milik (SHM). Di sinilah letak persoalan yang sangat berbahaya,” kata dia.

Baca Juga: Kapolri soal Rempang: Ada Sosialisasi Tapi Komunikasi Tak Berjalan

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya