Presiden Akui 12 Pelanggaran HAM, Komnas Perempuan Tuntut Hak Korban

Data terpilah jadi langkah awal penanganan korban

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengakui dan menyesali 12 kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Pengakuan ini berkenaan dengan tindak lanjut laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (TPP HAM) Berat Masa Lalu. 

Menanggapi hal ini, Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, mengatakan pemerintah perlu memberikan perhatian khusus pada kerentanan dan kebutuhan spesifik perempuan, terutama korban kekerasan seksual.

Karena ringkasan Eksekutif TPP HAM tercantum pengakuan tentang perkosaan dan kekerasan seksual lainnya, yang jadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai tindakan pelanggaran HAM berat.

"Komnas Perempuan mencatat bahwa sejumlah perempuan korban telah menjadi lansia dan penyandang disabilitas, dan tanpa dukungan dari pihak manapun. Karenanya, pendataan terpilah para korban pelanggaran HAM masa lalu, termasuk perempuan dan lansia, perlu dilakukan sebagai langkah konkret awal pemenuhan hak-hak korban," ujar Theresia dalam siaran pers, Selasa (17/1/2023).

1. Sebut korban Tragedi Mei 1998 masih takut dan enggan diidentifikasi

Presiden Akui 12 Pelanggaran HAM, Komnas Perempuan Tuntut Hak KorbanIlustrasi Kerusuhan Mei 1998. (IDN Times/Capture Buku Politik Huru Hara Mei 1998)

Komnas Perempuan menyebutkan, sejumlah korban kekerasan seksual dalam pelanggaran HAM Berat, seperti dalam kasus Tragedi Mei 1998, masih takut dan enggan untuk diidentifikasi.

Karenanya, kata Theresia, butuh proses penguatan jaminan pelindungan dan dukungan bagi saksi dan korban, maupun komunitas terdampak. Hal ini bisa dilakukan dengan pendekatan formal maupun kultural, sehingga tidak hanya terbatas pada lembaga yang berwenang untuk itu.

"Untuk mengenali lebih dalam mengenai kerentanan dan kebutuhan spesifik perempuan korban, pemerintah dapat mengacu pada laporan pemantauan Komnas Perempuan. Sebagai lembaga nasional HAM, Komnas Perempuan telah melakukan pemantauan pada kondisi perempuan dalam berbagai peristiwa yang berindikasi pelanggaran HAM Berat," kata dia.

2. Libatkan komunitas korban, khususnya perempuan penyintas

Presiden Akui 12 Pelanggaran HAM, Komnas Perempuan Tuntut Hak KorbanIlustrasi lansia (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Pemantauan yang dimaksud, kata Theresia, menyasar pada perempuan korban, baik langsung maupun tidak langsung, di antaranya mengenai pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya. Kemudian stigmastisasi, penghilangan hak-hak sipil politik dan sosial serta lainnya.

"Termasuk di dalam laporan pemantauan itu adalah yang terkait dengan peristiwa 1965, Tragedi Mei 98, dan peristiwa Rumah Geudong di Aceh 1989," kata dia.

Komnas Perempuan juga mendorong pemerintah untuk melibatkan komunitas korban, khususnya perempuan penyintas, dengan pendekatan partisipasi substantif dalam menindaklanjuti rekomendasi TPP HAM.

Pada isu penghilangan paksa dalam pelanggaran HAM berat, Komnas Perempuan juga telah menyerahkan kertas posisi terkait perspektif gender dalam tindak penghilangan paksa kepada DPR RI dan pemerintah. 

Baca Juga: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, Ini Kata Komnas HAM

3. Proses nonyudisial harus ditindaklanjuti secara konkret

Presiden Akui 12 Pelanggaran HAM, Komnas Perempuan Tuntut Hak KorbanIlustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam proses upaya penntasan kasus secara nonyudisial, Komnas Perempuan menyebut pemerintah perlu menindaklanjutinya secara konkret, dengan proses pengungkapan kebenaran yang akan berkontribusi kepada hak korban, memutus impunitas dan kepastian tidak berulangnya peristiwa yang sama.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya