KPPPA: Pentingnya Respons Gender dalam Penanggulangan Bencana

Penanganan pengungsian belum sepenuhnya sensitif gender

Jakarta, IDN Times - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Ratna Susianawati, mengungkapkan peran penting perempuan dalam upaya mitigasi bencana. Hal ini diungkapkan Ratna saat memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia bersama United Nations Population Fund (UNFPA). 

Ratna menyoroti fakta bahwa perempuan sering menjadi kelompok yang paling rentan dalam situasi darurat, namun juga bisa menjadi relawan yang tangguh dan berkontribusi signifikan dalam penanggulangan bencana.  

“Perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya umumnya mengalami dampak yang lebih signifikan dan peningkatan kerentanan dalam situasi bencana. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap fasilitas dasar, perpisahan dari keluarga dan komunitas, serta kurangnya privasi dan bantuan kemanusiaan yang responsif gender,” kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (23/8/2024).

1. Pentingnya peningkatan kapasitas perempuan

KPPPA: Pentingnya Respons Gender dalam Penanggulangan BencanaKemenPPPA memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia bersama dengan United Nations Population Fund (UNFPA) (dok. Humas KemenPPPA)

Maka peningkatan kapasitas perempuan menjadi fokus utama dalam program-program yang akan datang. Situasi bencana secara signifikan meningkatkan risiko terjadinya kekerasan, bahkan hingga empat kali lipat dibandingkan kondisi normal. Kenaikan kasus kekerasan telah tercatat dalam beberapa peristiwa bencana besar seperti di Aceh 2005-2006, Padang 2010, dan Sulawesi Tengah 2018-2019.

“Kekerasan berbasis gender merupakan ancaman serius yang membayangi perempuan dan anak perempuan, baik sebelum maupun selama bencana. Kenaikan signifikan kasus KBG dalam situasi darurat mengharuskan kita untuk bertindak tegas dan proaktif. Pencegahan dan penanganan KBG (kekerasan berbasis gender) harus menjadi prioritas utama, tanpa menunggu adanya bukti konkret. Adanya potensi ancaman sudah cukup menjadi alasan kuat untuk mengambil tindakan preventif,” ujar Ratna.

Baca Juga: Demonstrasi RUU Pilkada: Banjir Laporan Kekerasan ke YLBHI

2. Adanya Peraturan Menteri PPPA Nomor 13 Tahun 2020

KPPPA: Pentingnya Respons Gender dalam Penanggulangan BencanaKemenPPPA memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia bersama dengan United Nations Population Fund (UNFPA) (dok. Humas KemenPPPA)

KemenPPPA dan UNFA melaksanakan diseminasi hasil pembelajaran sub klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender, dan Pemberdayaan Perempuan (PP KBG PP), selama lima tahun terakhir, 2018-2023.

KemenPPPA sebagai koordinator sub klaster KBG berkomitmen untuk melindungi perempuan, anak, dan kelompok rentan dari risiko tinggi kekerasan di situasi bencana. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri PPPA Nomor 13 Tahun 2020, tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Bencana. 

“Sejak 2018 hingga 2024, telah terbentuk 12 sub klaster di berbagai daerah, didukung oleh regulasi daerah dan program orientasi standar minimal,” ujar Ratna.

Baca Juga: Tiga Lembaga Sinergi Data Kekerasan Perempuan, Upaya Turunkan Kasus 

3. Penanganan pengungsian belum sepenuhnya sensitif gender

KPPPA: Pentingnya Respons Gender dalam Penanggulangan BencanaKemenPPPA memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia bersama dengan United Nations Population Fund (UNFPA) (dok. Humas KemenPPPA)

Asesmen di lima area terdampak bencana: Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Sumatra Barat, dan Jawa Barat terangkum dalam Kaji Cepat Risiko Kekerasan Berbasis Gender dan Audit Keamanan/Keselamatan sub klaster PP KBG PP. Hasilnya masih ada berbagai tantangan yang dihadapi perempuan yang masih ada dalam penanggulangan bencana.

"Kaji cepat ini menunjukkan bahwa penanganan pengungsian masih belum sepenuhnya sensitif gender dan inklusif memadai. Dibutuhkan advokasi berkelanjutan dan kolaborasi lintas sektor yang lebih serius, dan terstruktur untuk mengurangi risiko kekerasan berbasis gender dalam penanggulangan bencana," kata Humanitarian Programme Analyst UNFPA Indonesia, Elisabeth Sidabutar.

4. Data terpilah jadi kunci

KPPPA: Pentingnya Respons Gender dalam Penanggulangan BencanaKerusakan bangunan akibat gempa di Kabupaten Batang, Minggu (7/7/2024). (Dok. BNPB)

Sementara, Deputi Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Prasinta Dewi, menyampaikan ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, usia, dan disabilitas atau Sex, Age, Disability Disaggregated Data (SADDD) juga menjadi kunci. 

Data SADDD memungkinkan respons bencana yang lebih inklusif dan tepat sasaran, memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Melalui Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014, tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana.

“BNPB terus berupaya mengintegrasikan pencegahan dan penanganan KBG ke dalam seluruh aspek koordinasi dan mekanisme perlindungan dalam kebencanaan,” kata Prasinta.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya