KontraS: Budaya Kekerasan Orde Baru Masih Membayangi Kepolisian

Adanya corak dan intensi untuk langkah-langkah militerisasi

Jakarta, IDN Times - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali meluncurkan Laporan bertepatan dengan dengan momen Hari Bhayangkara ke 78 yang diperingati pada 1 Juli 2024. KontraS mengungkapkan berbagai peristiwa kekerasan, penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM nampak tidak pernah tuntas dan selalu berulang dilakukan oleh institusi Kepolisian. 

Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya menjelaskan secara umum ada sejumlah faktor penyebab permasalahan yang membuat berbagai tindak kekerasan dan pelanggaran HAM di kepolisian terus terjadi.

“Kami masih melihat adanya bentuk kekerasan dan impunitas warisan orde baru dengan pola militerisasi, sekuritisasi yang kemudian masih menjangkiti institusi Kepolisian,” kata dia dalam konferensi pers Peluncuran Laporan Hari Bhayangkara 2024, di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2024).

1. Adanya corak dan intensi untuk melakukan sejumlah langkah-langkah militerisasi

KontraS: Budaya Kekerasan Orde Baru Masih Membayangi Kepolisianilustrasi Brimob (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Selama 26 tahun pasca tumbangnya orde baru, Dimas melihat kondisi yang ada belum berhasil membuat budaya dan praktik peninggalan orde naru sepenuhnya ditanggalkan oleh lembaga penegakan hukum termasuk Kepolisian.

“Meskipun kemudian institusi kepolisian dalam 26 tahun terakhir sudah lepas dari institusi angkatan bersenjata tetapi kami masih melihat ada corak dan ada intensi untuk melakukan sejumlah langkah-langkah militerisasi, langkah-langkah kekerasan, yang ini juga kemudian menjadi salah satu faktor dominan kenapa kemarin masih banyak catatan kekerasan dan catatan-catatan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kepolisian,” katanya.

Kemudian, Dimas melanjutkan, masih adanya satu celah ketiadaan hukuman yang setimpal kepada anggota-anggota kepolisian yang terbukti melakukan pelanggaran, baik itu pelanggaran hukum pelanggaran HAM maupun pelanggaran prosedural.

“Yang sama sekali dalam 26 tahun terakhir kami melihat masih belum ada mekanisme yang menghadirkan efek jera kepada anggota-anggota kepolisian yang melakukan tindakan pidana etik atau tindakan pelanggaran prosedur maupun tindakan pelanggaran hak asasi,” kata dia.

Baca Juga: Hari Bhayangkara ke-78, Kapolri Mohon Maaf Masih Banyak Kekurangan

2. Minimnya atau ketiadaan pengawasan dan sistem akuntabilitas

KontraS: Budaya Kekerasan Orde Baru Masih Membayangi KepolisianVonis Ringan Anak Buah Ferdy Sambo (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain itu, menurut dia, Kepolisian memiliki mekanisme pengawasan internal dan eksternal, namun masih terdapat banyak pelanggaran yang hanya diproses sebagai pelanggaran etik tanpa penindakan pidana.

“Berikutnya adalah kami juga melihat faktor minimnya atau ketiadaan pengawasan dan sistem akuntabilitas yang ada di kepolisian,” kata dia.

Menurut KontraS, data dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian menunjukkan adanya pelanggaran etik, prosedural, dan pidana yang seringkali tidak dikejar secara hukum. Hal ini dikhawatirkan menciptakan budaya impunitas yang kuat di dalam institusi Kepolisian, contoh kasus di institusi ini kata dia seperti kasus-kasus kontroversial yang terjadi pada Irjen Ferdy Sambo dan  IrjenTeddy Minahasa.

3. Kekhawatiran adanya overlaping, persaingan antarlembaga

KontraS: Budaya Kekerasan Orde Baru Masih Membayangi KepolisianIlustrasi keputusan (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, KontraS juga menyoroti persaingan antar lembaga yang semakin meluas, terutama terkait wacana revisi Undang-Undang Polri. Revisi ini, yang diinisiasi DPR ini kata dia menimbulkan kekhawatiran akan meningkatkan kehilangan kewenangan dari Kepolisian, yang berpotensi menyebabkan disharmoni dan konflik antar lembaga di Indonesia.

“Kami khawatirkan dengan adanya RUU ini tingkat overlanping kemungkinan dari kepolisian akan semakin besar, sehingga menghasilkan disharmonisasi dan upaya saling bertabrakan kewenangan,” katanya.

Baca Juga: HUT Bhayangkara, KontraS Catat 792 Orang Korban Kekerasan Polisi 

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya