Komnas Perempuan: Putusan Bebas Ronald Tannur Cederai Keadilan Korban

Sistem hukum di Indonesia belum mengatur femisida

Jakarta, IDN Times - Terdakwa kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian terhadap Dini Sera Afrianti atau Andini, Gregorius Ronald Tannur, divonis bebas oleh Ketua Majelis Hakim, Erintuah Damanik, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jawa Timur, Rabu (24/7/2024).

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai putusan tersebut mencederai pemenuhan hak atas keadilan korban dan keluarganya. Hal ini menjadi catatan buruk penegakan hukum kasus kekerasan terhadap perempuan, serta meneguhkan prasangka bahwa hukum tumpul ke atas namun tajam ke bawah. 

Komisioner Tiasri Wiandani menyampaikan kekecewaan pihaknya atas vonis bebas. Hal ini atas semua rangkaian perlakuan Ronald pada Dini, CCTV yang beredar, dan hasil visum et repertum yang menunjukkan adanya luka pada hati akibat benda tumpul dan bekas lindasan pada ban mobil Ronald. 

“Upaya terdakwa untuk menolong korban bukan berarti menghilangkan fakta bahwa terdakwa tidak melakukan penganiayaan, bahkan seharusnya dapat dilihat upaya pertolongan yang dilakukan terdakwa terlambat atau lalai yang menyebabkan korban tewas,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (28/7/2024).

1. Fenomena femisida intim yang ada di Indonesia

Komnas Perempuan: Putusan Bebas Ronald Tannur Cederai Keadilan KorbanRonald Tannur saat menjalani rekonstruksi di Blackhole KTV Surabaya, Selasa (10/10/2023). (IDN Times/Khusnul Hasana)

Dari sejumlah fakta yang ada korban mengalami penderitaan fisik dan berakhir dengan kematian. Kasus ini berkaitan dengan kondisi penanganan femisida di Indonesia. Komnas Perempuan sejak 2017 sudah memantau berita kematian pada perempuan. Pada 2023 dari pantauan yang ada terdapat 159 kasus dengan indikator femisida.

Pantauan setiap tahunnya menempatkan femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi sebagai jenis femisida tertinggi. Pada 2023, angkanya mencapai 67 persen.

Baca Juga: Ronald Tannur Divonis Bebas, Komisi Yudisial Didesak Gelar Investigasi

2. Sistem hukum di Indonesia belum mengatur femisida sebagai tindak pidana sendiri

Komnas Perempuan: Putusan Bebas Ronald Tannur Cederai Keadilan KorbanSidang tuntutan Ronald Tannur di Surabaya. (Dok. Istimewa)

Komisioner Siti Aminah Tardi menyampaikan sistem hukum di Indonesia belum mengatur femisida sebagai tindak pidana sendiri, namun dapat dijangkau dengan pasal-pasal pembunuhan berencana, pembunuhan, penganiayaan yang menyebabkan kematian dan kelalaian yang menyebabkan kematiaan.

Sementara untuk pemeriksaan kasus, Hakim telah diberikan panduan untuk menggali berbagai bentuk ketidakadilan gender yang dialami korban dan dampaknya melalui Perma 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum. 

“Kami mengapresiasi penyidik dan jaksa penuntut umum yang telah mengontruksikan kasus ini dengan dakwaan yang berlapis mulai dari pembunuhan, penganiayaan yang menyebabkan kematian, penganiayaan dan kelalaian yang menyebabkan kematiaan dan tidak hanya dengan menuntut pidana, namun menambahkan untuk membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp263,6 juta yang menunjukkan perspektif dan keberpihakan kepada keluarga korban khususnya anak korban yang kehilangan Ibu yang selama ini membiayainya. Kami mengharapkan pola penggabungan tuntutan pidana dan pembayaran ganti kerugian ini dapat diadopsi oleh jaksa penuntut umum lainnya,” kata dia.

3. Kebijakan pemulihan keluarga korban femisida

Komnas Perempuan: Putusan Bebas Ronald Tannur Cederai Keadilan KorbanKarangan bunga dari PDIP Kota Surabaya untuk hakim yang vonis bebas Ronald Tannur. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini menekankan kebijakan pemulihan keluarga korban femisida, berdasarkan penelitian di berbagai negara, merupakan langkah penting dalam menangani kasus pembunuhan perempuan. Kebijakan ini mencakup pemberian pendampingan psikologis, dukungan sebaya, dan bantuan finansial kepada keluarga korban.

“Kita memerlukan kebijakan pemulihan pada keluarga korban femisida karena dapat menjadi kunci untuk keluarga korban femisida yang terkena dampak secara psikis agar dapat memulihkan dirinya.  Juga restitusi dan bantuan finansial dari pemerintah juga berguna sekurangnya untuk mencegah kemiskinan absolut yang mungkin muncul akibat hilangnya perempuan dalam suatu keluarga," ujarnya.

4. Minta MA dan KY memberikan perhatian terhadap kasus ini

Komnas Perempuan: Putusan Bebas Ronald Tannur Cederai Keadilan KorbanTersangka kasus dugaan penganiayaan, Ronald (kanan) dihadirkan saat konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Jumat (6/10/2023). Polrestabes. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/tom.

Komnas Perempuan merekomendasikan agar Badan Pengawasan MA dan Komisi Yudisial untuk memberikan perhatiaan dan pengawasan terhadap pemeriksaan kasus ini, untuk hak atas keadilan dan pemulihan keluarga korban terpenuhi. Juga media massa dan masyarakat sipil untuk memantau upaya hukum pada tingkat kasasi.

Baca Juga: Vonis Bebas Ronald Tannur, ICRW: Hakim Sembrono!

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya