Komnas Perempuan: KDRT Berkelanjutan Bisa Berujung pada Femisida

Peringatan perjalanan 20 tahun UU PKDRT

Intinya Sih...

  • Komnas Perempuan catat KDRT paling banyak terjadi pada KTI, mencapai 70% dari kasus
  • Femisida merupakan pembunuhan perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam, atau penguasaan
  • UU PKDRT telah berusia dua dasawarsa dan masih perlu perhatian khusus dalam pencegahan dan perlindungan femisida

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mencatat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan baik ke Komnas Perempuan atau ke organisasi pengada layanan.

Adapun KDRT yang paling banyak terjadi setiap tahunnya adalah Kekerasan terhadap Istri (KTI) yang berada di urutan pertama sebanyak 70 persen dari keseluruhan kasus. KDRT yang menimpa perempuan bahkan bisa berujung pada kematian atau tindakan mengakhiri hidup.  

“Tahun 2020 hingga saat ini, Komnas Perempuan mengembangkan pengetahuan tentang femisida dan menemukan bahwa femisida relasi intim menempati urutan tertinggi. Ditemukan pula bahwa KDRT berkelanjutan tak hanya bereskalasi pembunuhan terhadap istri oleh pasangan, melainkan juga kondisi sakit-sakitan yang berujung kematian dan tindakan mengakhiri hidup oleh perempuan korban,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat, dalam keterangannya dikutip Jumat (27/9/2024).

Baca Juga: Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan Brutal

1. KDRT beririsan dan diperburuk dengan beberapa kejahatan

Komnas Perempuan: KDRT Berkelanjutan Bisa Berujung pada FemisidaIlustrasi kekerasan. (IDN Times Nathan Manaloe/Sam_InotJKT)

Istilah femisida mulai digunakan di Catatan Tahunan (CATAHU) 2017. Sebenarnya pada CATAHU 2005 tercatat kematian korban yang disebabkan eskalasi KDRT, namun belum menggunakan istilah femisida. Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang didorong oleh kebencian, dendam hingga penguasaan pada perempuan.

Dalam perkembangannya, KDRT beririsan dan diperburuk dengan kejahatan siber seperti Non Consensual Intimate Image (NCII), pinjaman online, kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE), tindak pidana perdagangan orang (TPPO) untuk tujuan eksploitasi seksual, tradisi budaya di antaranya perhambaan di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Komnas Perempuan juga menjelaskan, KDRT kerap berlapis dan interaksional, termasuk dalam kondisi disabilitas. KDRT juga menimbulkan ketakutan, penderitaan berat fisik dan psikis hingga gangguan mental. Bahkan bisa berujung kematian atau femisida.

2. Seharusnya KDRT dapat dicegah agar tidak berujung pada femisida

Komnas Perempuan: KDRT Berkelanjutan Bisa Berujung pada FemisidaDugaan kasus kekerasan yang dilakukan tokoh agama sekaligus caleg pada istri. (Dok. Istimewa)

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menjelaskan, fenomena femisida intim tampak dari pemantauan atas pemberitaan media massa tahun 2023 yakni ada 162 jenis femisida. Pembunuhan yang dilakukan oleh suami, pacar, mantan suami dan mantan pacar atau pasangan kohabitasi, mencapai 67 persen dari keseluruhan kasus femisida yang diberitakan atau 109 kasus. 

Dalam lingkup rumah tangga selain femisida intim, juga terjadi femisida atas nama kehormatan (honour killing), yaitu pembunuhan perempuan yang dilakukan demi menjaga kehormatan keluarga atau komunitas karena dianggap melakukan pelanggaran norma keluarga atau komunitas, perzinahan, diperkosa, atau hamil di luar nikah.

“Sebagai puncak kekerasan berbasis gender, seharusnya KDRT dapat dicegah agar tidak berujung dengan femisida. Untuk itu semua pihak harus mengenali potensi femisida dan segera memberikan bantuan dan perlindungan. UU PKDRT sendiri sebenarnya telah mengamanatkan mekanisme perintah perlindungan, baik perlindungan sementara maupun perintah perlindungan dari pengadilan, agar kekerasan tidak berulang dan memburuk”  ujarnya.

3. Kasus femisida perlu mendapat perhatian khusus

Komnas Perempuan: KDRT Berkelanjutan Bisa Berujung pada Femisidailustrasi penganiayaan perempuan (IDN Times/Sukma Shakti)

Pada tahun ini Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) telah memasuki usia dua dasawarsa. UU PKDRT disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2004 dan diundangkan pada 22 September 2004.

Selama dua dasawarsa tersebut, Komnas Perempuan mencatat, kasus femisida perlu mendapat perhatian khusus, apalagi belum adanya kebijakan pencegahan dan perlindungan optimal.

Kemudian diksi femisida belum terintegrasi dalam kebijakan atau perundang-undangan nasional, dan kasus-kasus yang terjadi dinilai semakin kompleks dan belum dikenali secara luas. Komnas Perempuan mengapresiasi capaian kemajuan dalam rentang dua puluh tahun keberlakuan UU PKDRT, dan mengajak seluruh pihak mengoptimalkan pelaksanaan UU PKDRT agar mampu mencapai tujuannya untuk mencegah KDRT, menindak pelaku KDRT dan melindungi korban.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya