Komnas Khawatir UU KIA Teguhkan Peran Domestik Perempuan 

Keterampilan perawatan dan pengasuhan anak sebagai hak ibu

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberi catatan kritis muatan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada "Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA)" yang telah disahkan 4 Juni 2024.

Komnas Perempuan melihat, ada kecenderungan UU KIA meneguhkan perspektif pembakuan peran domestik perempuan, salah satunya ditunjukkan dengan perumusan mengenai hak ibu dan ayah. Hal yang disoroti adalah dalam Pasal 4 ayat 1 poin h. 

“UU ini hanya menyebutkan hak atas pendidikan pengembangan wawasan pengetahuan dan keterampilan tentang perawatan pengasuhan, pemberian makan dan tumbuh kembang anak sebagai hak ibu, dan tidak menjadi hak ayah,” Kata Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah dalam keterangan resminya, dikutip Senin (10/6/2024).

1. Perlu ada dorongan pelibatan aktif ayah untuk kesetaraan gender

Komnas Khawatir UU KIA Teguhkan Peran Domestik Perempuan Ilustrasi perkawinan anak. (dok. IDN Times)

Dia mengatakan, contoh lain dari kecenderungan pembakuan peran domestik ini tampak pada penambahan hak cuti pengasuhan anak yang lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki.

“Perlu ada reorientasi dalam pelaksanaan UU KIA ini agar pelibatan aktif ayah untuk mendorong kesetaraan gender dalam peran orang tua betul-betul terwujud,” kata dia.

Baca Juga: Komnas Perempuan Kritisi UU KIA: Teguhkan Peran Domestik Perempuan

2. UU KIA belum memuat langkah afirmasi lain soal edukasi karier

Komnas Khawatir UU KIA Teguhkan Peran Domestik Perempuan ilustrasi orang mengetik (pexels.com/Moose Photos)

Meski demikian, menurut Komnas Perempuan menambahan hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan pekerja adalah bagian dari upaya perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi perempuan.

Hal ini, kata komisioner Komnas Perempuan, Satyawanti Mashudi sejalan dengan Pasal 10 ayat (2) Kovenan Ekosob yang menyebutkan Perlindungan khusus harus diberikan kepada para ibu selama jangka waktu yang wajar sebelum dan sesudah melahirkan. Selama jangka waktu itu para ibu yang bekerja harus diberikan cuti dengan gaji atau cuti dengan jaminan sosial yang memadai. 

“Namun UU KIA belum memuat langkah afirmasi lain yang juga dibutuhkan, tentang edukasi bagi perempuan pekerja agar dapat kembali bekerja tanpa harus ketinggalan kariernya,” kata dia. 

3. Khawatir hak cuti hanya bisa dinikmati pekerja formal

Komnas Khawatir UU KIA Teguhkan Peran Domestik Perempuan Aksi kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Semarang. (IDN Times/Dok Humas Pemprov Jateng)

Konsentrasi pada seribu hari pertama kehidupan dan peran pengasuhan dapat menyebabkan perempuan terhambat dalam mengakses kesempatan pengembangan diri atau promosi karier.  

Sementara itu, komisioner dan juga Ketua Tim Perempuan Pekerja Komnas Perempuan Tiasri Wiandani mengkhawatirkan kesenjangan antara perempuan pekerja formal dan informal semakin luas dengan kehadiran UU KIA. 

“Hak-hak normatif tentang cuti yang disebutkan dalam Undang-Undang KIA ini hanya dapat dinikmati oleh pekerja sektor formal. Padahal, jumlah terbanyak perempuan pekerja ada di sektor informal,” kata dia.

Baca Juga: UU KIA Hanya Beri Cuti 3 Bulan, Bisa Ditambah Jika Ada Kondisi Khusus

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya