Kematian Afif Maulana Menambah Deretan Dugaan Kasus Penyiksaan Aparat
Intinya Sih...
- Kasus penyiksaan anak di Padang menambah daftar panjang kekerasan aparat pada masyarakat, salah satunya Afif Maulana (13) yang meninggal dengan bekas luka-luka kekerasan.
- Kejadian serupa sering terjadi dalam proses hukum untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka, seperti kasus mutilasi di Nusa Tenggara Barat yang melibatkan kekerasan.
- Bermunculannya kasus penyiksaan menunjukkan tidak adanya penegakan hukum yang transparan, akuntabel, jujur dan adil terhadap para pelaku penyiksaan, menurut Koordinator Tim Advokasi Internasional dari Komisi Nasional Perempuan.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kasus dugaan penyiksaan polisi terhadap beberapa anak di Kota Padang, Sumatra Barat menambah daftar panjang kasus kekerasan aparat pada masyarakat. Diduga salah satu anak meninggal karena mendapat kekerasan, dia adalah Afif Maulana (13).
Direktur LBH Padang, Indira Suryani, mengungkapkan AM ditemukan meninggal di bawah Jembatan Batang Kuranji, Padang, dengan bekas luka-luka kekerasan.
“Kami menduga tidak hanya AM, tapi anak-anak lainnya mendapat penyiksaan yang diduga dilakukan aparat. Mereka ditangkap dan disiksa karena dituduh melakukan tawuran,” kata Indira, dalam diskusi Hari Anti-Penyiksaan Internasional, Rabu (26/6/2024).
Indira mengatakan LBH Padang sudah melapor pada Propam Polda Sumatra Barat dengan mengawal kasus ini agar memperoleh keadilan bagi para korban. Kasus ini menambah deret fenomena penyiksaan oleh aparat penegak hukum yang ada di Tanah Air.
1. Kekerasan kerap dilakukan aparat agar mendapat pengakuan dari tersangka
Berkenaan dengan hari anti penyiksaan, kejadian serupa sering kali dilaporkan terjadi dalam proses hukum untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka.
Pengacara publik di Nusa Tenggara Barat, Yan Mangandar Putra, saat mendampingi sejumlah warga di Kabupaten Dompu yang menjadi terpidana mati atas kasus mutilasi menceritakan kekerasan kerap dilibatkan dalam proses hukum.
Kelima warga dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi (PT) Mataram pada 18 Januari 2018 terkait kasus mutilasi dan kini mereka tengah menunggu Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.
Yan mengungkapkan, sebelumnya polisi di Dompu memeriksa enam tersangka dalam kasus pembunuhan yang disertai mutilasi itu.
“Para tersangka mengalami kekerasan oleh karena penyidik merekayasa agar mereka mengakui telah melakukan pembunuhan berencana dengan cara mayat korban dimutilasi. Selama sekitar 2 minggu mereka, terutama dua tersangka di antaranya, sering mengalami penyiksaan,” ujar Yan.
Baca Juga: Jejak Sepatu di Punggung Afif Maulana: 6 Tulang Rusuk Patah Paru Robek
2. Kasus penyiksaan muncul karena hukum tak transparan
Editor’s picks
Koordinator Tim Advokasi Internasional dari Komisi Nasional Perempuan, Sondang Frishka Simanjuntak mengungkapkan, terus bermunculannya kasus penyiksaan menunjukkan tidak adanya penegakan hukum yang transparan, akuntabel, jujur dan adil terhadap para pelaku penyiksaan.
“Mekanisme internal yang menekankan hukuman administratif cenderung melegalkan impunitas. Begitu pula kurangnya pemahaman dan pengetahuan petugas penegak hukum mengenai hak-hak para tahanan,” kata Sondang.
Baca Juga: Kronologi Afif Maulana Tewas Diduga Dianiaya Polisi di Padang
3. Jangan normalisasi serangan
Sebagai jalan keluar menghentikan penyiksaan, Sondang mendesak pihak berwenang harus segera berhenti menormalisasi berbagai bentuk kekerasan, dimulai kekerasan berbasis gender.
“Serangan-serangan seperti Sergap, Buser, penangkapan cepat yang diekspos ke publik dan dipermalukan ini kan dinormalisasi. Jadi harus segera dihentikan, bahkan main hakim sendiri juga harus segera diselesaikan," katanya
4. Pemasangan body camera saat lakukan penangkapan
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional, Benny Jozua Mamoto, mengungkapkan kasus-kasus penyiksaan aparat harus segera dihentikan. Salah satu caranya, merekomendasikan kepada Polri perlunya penggunaan peralatan pendukung untuk mencegah kekerasan.
“Seperti pemasangan CCTV di ruang pemeriksaan dan ruang tahanan. Lalu penggunaan body camera bagi anggota yang bertugas di lapangan saat penangkapan, surveillance, penanganan unjuk rasa dan lain-lain,” ujar Benny.