Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan Brutal

Alarm femisida, namun belum ada metode statistik datanya

Jakarta, IDN Times - Maraknya perempuan yang jadi korban pembunuhan menjadi alarm terkait femisida. Beberapa kasus di antaranya adalah kasus wanita dalam koper di Cikarang, kasus istri dimutilasi di Ciamis, Jawa Barat dan istri yang dibacok oleh suaminya karena mengingau di Minahasa Selatan, belum lagi kasus perempuan yang jenazahnya ditemukan di Pulau Pari yang dibuang dari Jembatan Besi.

Komnas Perempuan menyebut bahwa femisida adalah pembunuhan perempuan karena jenis kelamin atau gendernya dan sebagai akibat dari eskalasi kekerasan berbasis gender sebelumnya.

Kantor PBB United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengatakan, pembunuhan terkait gender terhadap perempuan dan anak perempuan (femisida) merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling ekstrem dan brutal, dan terjadi di seluruh dunia tanpa terkecuali.

Namun, berbeda dengan jenis kekerasan terhadap perempuan lainnya, hingga saat ini belum ada metode statistik standar baik di tingkat global maupun regional untuk mendefinisikan dan mengukur pembunuhan tersebut secara akurat.

1. Femisida intim marak terjadi di Indonesia

Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan BrutalFenomena femisida yang terjadi belakangan ini (IDNTimes/Aditya Pratama)

Komnas Perempuan secara nasional mencatat dari pemberitaan bahwa pada 2020 kasus indikasi femisida yang kuat terpantau 95 kasus, kemudian pada 2021 ada 237 kasus, 2022 ada 307 kasus dan 2023 terpantau ada 159 kasus. 

Terdapat lima provinsi tertinggi dalam pemberitaan dengan indikasi femisida, yaitu Jawa Timur dengan 28 kasus, Jawa Barat dengan 24 kasus, Jawa Tengah dengan 18 kasus, Sumatra Utara dengan 10 kasus dan Riau dengan delapan kasus.

Femisida intim yakni pembunuhan dari suami, mantan suami, pacar, atau mantan pacar hingga pasangan kohabitasi jadi jenis tertinggi.

Dalam laporan Femisida 2023 Komnas Perempuan, dari 159 kasus yang dilaporkan, tercatat 162 jenis femisida. Sebagian kasus memuat dua jenis femisida, seperti pembunuhan terhadap ibu dan anaknya.

Data tahun 2023 menunjukkan bahwa femisida intim, yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar, atau pasangan kohabitasi, mendominasi pemberitaan dengan 67 persen dari total kasus, atau sebanyak 109 kasus. Femisida intim terbagi menjadi beberapa jenis, termasuk Kekerasan terhadap Istri (KTI), Kekerasan Dalam Pacaran (KDP), Kekerasan Mantan Pacar (KMP), dan Kekerasan Mantan Suami (KMS). 

 

Baca Juga: Komnas Perempuan Sebut Film Vina Cirebon Eksploitasi Tragedi Femisida

2. Lebih dari lima perempuan dan anak perempuan dibunuh setiap jam

Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan BrutalIlustrasi kasus pembunuhan. IDN Times/Cije Khalifatullah

Sebuah studi baru oleh UNODC dan UN Women menunjukkan menjelaskan rata-rata, lebih dari lima perempuan atau anak perempuan dibunuh setiap jam oleh seseorang dari keluarga mereka sendiri pada 2021. 

Dari semua perempuan dan anak perempuan yang sengaja dibunuh tahun lalu, sekitar 56 persen dibunuh oleh pasangan intim atau anggota keluarga lainnya (45.000 dari 81.100), menunjukkan bahwa rumah bukanlah tempat yang aman bagi banyak perempuan dan anak perempuan. Sementara itu, 11 persen dari semua pembunuhan pria terjadi di ranah pribadi.

Meski angka-angka yang ada dinilai mengkhawatirkan, skala sebenarnya dari femisida, yang mengacu pada pembunuhan perempuan hanya karena mereka adalah perempuan dianggap lebih tinggi, karena terlalu banyak korban femisida yang masih tidak terhitung.

Baca Juga: Fenomena Femisida di Indonesia: Realitas Ancaman Keamanan Perempuan

3. Tak ada cukup informasi yang dicatat untuk identifikasi pembunuhan sebagai femisida

Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan BrutalPelaku Pembunuhan Terhadap Wanita Paruh Baya Diamankan di Mapolsek Lembang. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Mengingat ketidakkonsistenan dalam definisi dan kriteria antar negara, untuk sekitar empat dari sepuluh perempuan dan anak perempuan yang dibunuh dengan sengaja pada tahun 2021, tidak cukup informasi yang dicatat untuk mengidentifikasi pembunuhan tersebut sebagai femisida, terutama jika itu terjadi di ranah publik.

Direktur Eksekutif UN Women Sima Bahous menjelaskan di balik setiap statistik femisida terdapat kisah seorang perempuan atau anak perempuan yang telah dikecewakan. Kematian ini bisa dicegah dengan alat dan pengetahuan yang sudah ada.

"Organisasi hak-hak perempuan sudah memantau data dan mengadvokasi perubahan kebijakan dan akuntabilitas. Sekarang kita membutuhkan tindakan bersama di seluruh masyarakat yang akan memenuhi hak perempuan dan anak perempuan untuk merasa dan aman, di rumah, di jalanan, dan di mana saja," kata dia.

4. Belum ada hukum khusus tentang femisida di Indonesia

Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan Brutalilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Komisioner Komnas Perempuan Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menyoroti belum adanya perlindungan khusus tentang femisida.

“Untuk perlindungan secara hukum belum ada hukum khusus tentang femisida, namun merujuk pada pasal-pasal pembunuhan atau pasal-pasal pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian,” kata dia kepada IDN Times.

Aparat penegak hukum dalam hal ini perlu menggali motivasi gender untuk jadikan alasan memberatkan pelaku.

5. Perlakuan jasad korban dengan kekejaman

Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan BrutalJenazah EF disebut petugas dalam kondisi utuh baik jenazah maupun kain kafannya.(IDN Times/Foto : Gufron)

Kasus kekerasan hingga berujung kematian oleh pasangan intim juga erat kaitannya dengan KDRT. Dalam hal ini, Ami sapaan karib Siti Aminah menjelaskan perlu ada panduan penilaian tingkat bahaya atau danger assessment setiap orang khususnya perempuan, lembaga layanan korban hingga polisi dan petugas kesehatan terkait KDRT.

Dia menjelaskan, salah satu karakteristik femisida adalah kekerasan yang sadis dan perlakuan terhadap jenazah yang merendahkan martabat korban. 

Pada 2023, ada 10 kasus di mana jasad korban diperlakukan dengan kekejaman, seperti diperkosa, dilucuti pakaiannya, dimutilasi, dan dibuang ke tempat-tempat di luar TKP seperti sungai, got atau parit dan bahkan di pinggir jalan.

Perbedaan mendasar antara femisida dan homicide adalah motivasi gender yang menjadi akar penyebab femisida, yang berasal dari ketidakadilan gender terhadap perempuan.

Baca Juga: Anak Korban Pembunuhan Dalam Koper Minta Pelaku Dihukum Berat 

6. Komnas Perempuan dorongan pembuatan femisida watch

Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan BrutalIlustrasi TKP (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam kondisi ini, Komnas Perempuan meminta pemerintah untuk membentuk femisida watch, yakni guna mengenali dan membangun mekanisme pencegahan, penanganan, dan pemulihan pada korban.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, laporan femisida dari Komnas Perempuan muncul karena ketiadaan data nasional tentang hal tersebut.

Pentingnya femisida watch itu berkenaan dengan pelaksanaan dari rekomendasi umum komite CEDAW No. 35 tahun 2017

“Pantauan melalui pemberitaan memiliki keterbatasan, karena femisida bisa tidak terdeteksi melalui kata kunci yang digunakan, perbedaan waktu pemberitaan dengan waktu terjadinya femisida serta tidak mendapatkan kontruksi kasus secara utuh, hanya didasarkan pada indikasi dari informasi yang dituliskan oleh wartawan. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengumpulkan, menganalisis dan mempublikasikan data statistik tentang femisida,” kata Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya