Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Malah Ditunda DPR

Ribuan kasus dilaporkan ke Komnas Perempuan selama 2021

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) masih jauh dari angan-angan, karena batal diputuskan pada rapat paripurna. Indonesia saat ini masuk dalam darurat kekerasan seksual karena banyak kasus kekerasan seksual muncul belakangan ini.

Suara pemberontakan dengan belum disahkannya RUU TPKS disampaikan anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luluk Nur Hamidah, yang menginterupsi rapat paripurna (rapur) DPR.

Hal itu dilakukan sebelum Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan pidato kemarin. Luluk meminta agar RUU TPKS segera disahkan menjadi usulan DPR pada saat rapat paripurna berlangsung kala itu.

"Saat ini ada ratusan ribu korban kekerasan seksual di luar sana dan sebagian bahkan ada di gedung ini, benar-benar berharap atas kebijaksanaan pimpinan dan kita semua agar dalam forum yang terhormat ini kita bisa bersama-sama mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR," ujar Luluk di ruang rapat paripurna Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16 Desember 2021.

Baca Juga: Guru Ngaji Cabuli 10 Anak, Komnas PA: Depok Zona Merah Kekerasan Seksual

1. Ribuan kasus dilaporkan ke Komnas Perempuan selama 2021

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Malah Ditunda DPRKetua Komnas Perempuan Andy Yentriyani

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengungkapkan banyak kasus kekerasan pada perempuan yang luput dari pandangan mata banyak pihak, baik itu masyarakat hingga pemerintah karena pandemik COVID-19.

"Karena perhatian kita atau pun perhatian dari penyelenggara negara ini banyak sekali terkait dengan penyelenggaraan pandemik," kata dia dalam konferensi pers daring Amnesty International Indonesia, Senin, 13 Desember 2021.

Sepanjang 2021, kata Andy, laporan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan sangat tinggi atau mengalami lonjakan dari tahun sebelumnya. Sejak Januari hingga Oktober sudah ada 4.500 kasus yang diadukan kepada lembaganya.

"Artinya, sudah dua kali lipat dari yang kami terima pada 2020, sekalipun proses verifikasinya masih berjalan," ujar dia.

2. RUU TPKS penting guna memberikan ruang aman

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Malah Ditunda DPRIlustrasi demo pengesahan RUU PKS (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Catatan Akhir Tahun (Catahu) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta mencatat sejumlah kasus kekerasan seksual. Dari 1.321 aduan yang masuk ke LBH Apik Jakarta, di antaranya ada 66 kasus kekerasan seksual dewasa.

Karena itu, keberadaan RUU TPKS atau yang dulu dinamakan RUU PKS jadi hal yang penting untuk memberikan ruang aman bagi perempuan dan kelompok rentan.

“Di samping melakukan revisi atau mendorong kebijakan lain yang mengakomodir kepentingan perempuan korban, menjamin adanya akses keadilan bagi perempuan, sehingga hak-hak perempuan menjadi terjamin dan terlindungi oleh negara,” tulis LBH Apik Jakarta, dikutip Jumat (17/12/2021).

3. RUU TPKS harus dimulai di sidang selanjutnya

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Malah Ditunda DPRANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) bahkan menyayangkan tidak ditetapkannya RUU TPKS menjadi inisiatif DPR. Mereka menyerukan agar RUU TPKS harus dimulai ketika sidang selanjutnya.

“Setelah itu, Badan Musyawarah DPR harus segera menentukan, apakah RUU TPKS akan dibahas dalam rapat komisi/rapat gabungan komisi/rapat baleg atau panitia khusus lintas komisi, untuk kemudian dibahas bersama pemerintah,” tulis ICJR dalam keterangannya, dikutip Jumat (17/12/2021).

Berdasarkan draf RUU TPKS versi Baleg pada 8 Desember 2021, ICJR mengapresiasi adanya perkembangan substansi draf yang mengarah pada kemajuan, mulai dari pengaturan ketentuan tindak pidana yang mengarah pada penghindaran duplikasi pengaturan yang sudah ada, masuknya ketentuan tindak pidana berkaitan dengan pelecehan seksual dalam ranah elektronik, hingga mengakomodasi substansi yang sempat hilang mengenai sikap aparat penegak hukum dalam berinteraksi dengan korban kekerasan seksual.

Baca Juga: Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak di NTT Terhambat Banyak Hal

4. Darurat kekerasan seksual di Indonesia, kasusnya bermunculan

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Malah Ditunda DPR15 Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan (IDN Times/Aditya Pratama)

Belakangan banyak kasus kekerasan seksual terungkap, mulai dari kekerasan seksual dan pemaksaan aborsi yang dialami seorang perempuan berinisial NW di Mojokerto, Jawa Timur. NW bahkan mengakhiri hidupnya karena kekerasan seksual berulang dan pemaksaan aborsi oleh pria kenalannya yang merupakan seorang polisi.

NW terjebak dalam siklus hubungan kekasih yang mengeksploitasi dirinya secara seksual, hingga kehamilan yang tak diinginkan dan berujung pada pemaksaan aborsi. 

Kemudian kasus pemerkosaan berujung kehamilan yang menimpa 13 santri di Bandung, Jawa Barat, oleh guru pesantren berinisial HW. Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional pesantren tersebut.

Tak hanya itu, baru-baru ini di Depok, Jawa Barat, juga terungkap kasus pencabulan yang dilakukan guru ngaji berinisial MMS (52) terhadap 10 muridnya yang berusia di bawah umur.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menilai Kota Depok merupakan zona merah kasus kekerasan seksual.

"Depok itu sudah dua tahun yang lalu (saya) mengatakan, Depok ini sudah zona merah terhadap kejahatan seksual, baik itu di lingkungan rumah terdekat atau di lingkungan sekolah, maupun satuan pendidikan, ini terbukti," ucap Arist di Depok, Kamis, 16 Desember 2021.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya