Ibu Tega Antar Anak Diperkosa, KPAI Minta Korban Tak Diberi Stigma 

Dukungan rehabilitasi pada T harus dilakukan

Intinya Sih...

  • KPAI mendesak agar T, korban pemerkosaan oleh kepala sekolah di Sumenep, Jawa Timur, tidak mendapat stigma.
  • Pemerintah daerah Sumenep harus menyediakan tenaga profesional seperti psikolog, pekerja sosial, pengacara untuk pelayanan pemulihan dan pendampingan hukum bagi korban.
  • Penanganan hukum kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada anak dengan pelaku dewasa harus tuntas dan tidak mengenal penyelesaian di luar peradilan formal.

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar T (13) korban pemerkosaan oleh kepala sekolah di Sumenep, Jawa Timur, tidak mendapat stigma.

T menjadi korban pemerkosaan usai ibu kandungnya berinisial E tega mengantarkannya untuk diperkosa seorang pria berinisial J (41) yang merupakan kepala sekolah.

Komisioner KPAI, Dian Sasmita berharap korban dapat pelayanan pemulihan dan pendampingan hukum sesuai haknya dengan cepat.

"Termasuk hak anak atas akses pendidikan harus dijamin juga. Tentunya dengan mekanisme yang menyesuaikan kondisi anak. Menjauhkan anak dari stigma dan mendukung rehabilitasinya,” kata dia kepada IDN Times, dikutip Selasa (3/9/2024.

1. Hak anak dapat psikolog hingga pengacara

Ibu Tega Antar Anak Diperkosa, KPAI Minta Korban Tak Diberi Stigma Keluarga korban laporkan kasus ini ke KPAI pada Selasa, 30 Juli 2024 (Instagram/Komisi.co)

Dia menjelaskan, pemerintah daerah Sumenep dengan lembaga layanan yang ada yakni UPTD PPA harus segera menyediakan tenaga profesional seperti psikolog, pekerja sosial, pengacara.

Baca Juga: Ibu di Sumenep Antar Putri Kandung untuk Diperkosa, KPAI Buka Suara

2. Tidak ada penanganan hukum di luar peradilan formal

Ibu Tega Antar Anak Diperkosa, KPAI Minta Korban Tak Diberi Stigma Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia juga menjelaskan bahwa penanganan hukum kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada anak dengan pelaku dewasa harus tuntas dan tidak mengenal penyelesaian di luar peradilan formal yang ada dalam Pasal 23 UU TPKS atau istilah restorative justice.

“Termasuk penyidik harus memberitahukan hak restitusi kepada korban dan LPSK. Ini penting dan menjadi hak anak korban atas penderitaan yang dialami,” kata dia.

Baca Juga: Pilu Siswi SD di Sumenep, Diantar Ibu untuk Diperkosa Kepala Sekolah

3. . Masyarakat perlu ambil bagian kawal kasus TPKS anak

Ibu Tega Antar Anak Diperkosa, KPAI Minta Korban Tak Diberi Stigma Ibu di Sumenep, Jawa Timur tega antar anak diperkosa oleh Kepala Sekolah, kini sudah ditangkap polisi (Dok. Polres Sumenep)

Dian mengatakan, setiap kekerasan pada anak harus ditangani secara serius oleh penegak hukum dan pemerintah daerah. Masyarakat juga perlu ambil bagian mengawal kasus-kasus TPKS pada anak.

"Sehingga pelaku tidak lepas dari tanggung jawab pidana. Serta bersama-sama melakukan edukasi untuk pencegahan kekerasaan," kata dia.

Jika masyarakat melihat atau mengalami kekerasan seksual baik pada anak atau perempuan, ada beberapa kontak aduan yang bisa diakses. Pertama adalah Layanan SAPA 129 dari KemenPPPA, yakni di 021-129 atau WhatsApp 08111-129-129.

Pengaduan dapat dilakukan ke nomor telepon e-mail pengaduan, yakni pengaduan@komnasperempuan.go.id atau ke media sosial Komnas Perempuan.

Pengajuan perlindungan ke LPSK dapat melalui call center di nomor 148, WhatsApp di nomor 085770010048, dan melalui akun media sosial LPSK.

Tak hanya itu, pelaporan juga bisa dilakukan ke kantor polisi. Jika kekerasan seksual terjadi di Kota Jakarta Selatan, maka pelaporan bisa dilakukan ke Polres Jakarta Selatan.

Siapkan dokumen dan kartu identitas ke Unit Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dan buat laporan.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya