FSGI Catat Tiga Ponpes dengan Kasus Kekerasan Seksual Selama 2024
Intinya Sih...
- 62,5% kasus kekerasan seksual terjadi di lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama
- 37,5% kasus kekerasan seksual terjadi di jenjang SMP atau MTs bahkan Pondok Pesantren
- Kasus kekerasan seksual juga terjadi di sekolah berasrama, melibatkan oknum pendidik dan pengasuh asrama
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada delapan kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan. Data itu dirangkum FSGI sejak Januari hingga Agustus 2024.
“Artinya setiap bulan setidaknya ada satu kasus kekerasan seksual yang terjadi di Lembaga Pendidikan,” ujar Sekjen FSGI kata, Heru Purnomo dalam keterangannya dikutip Senin (12/8/2024).
Dari delapan kasus yang tercatat, 62,5 persen atau lima kasus terjadi di lembaga pendidikan yang berada di bawah Kementerian Agama. Tiga kasus di antaranya terjadi di satuan pendidikan berasrama. Selain itu, 37,5 persen dari kasus tersebut terjadi di jenjang pendidikan SMP atau MTs bahkan Pondok Pesantren, sementara 37,5 persen lainnya terjadi di jenjang SD atau MI.
1. Dua pendidik pesantren lecehkan 40 santri
Dalam catatan FSGI sepanjang 2024, kasus kekerasan di lembaga pendidikan berasrama kembali terjadi di sekolah berasrama. Pertama adalah Pondok Pesantren MTI di kabupaten Agam (Sumatera Barat).
“Dengan anak korban mencapai 40 satri dan pelaku dua oknum pendidik, salah satunya pengasuh asrama. Modusnya, anak korban dipanggil ke kamar pelaku untuk memijat yang kemudian anak korban dicabuli,” katanya.
Baca Juga: FSGI Ingatkan Bahaya Normalisasi Kekerasan di Lingkungan Pendidikan
2. Sebanyak 20 santriwati diraba payudaranya dengan dalih diberi sanksi
Kedua adalah Pondok Pesantren AI di kabupaten Karawang, Jawa Barat dengan anak korban mencapai 20 santriwati dan pelaku adalah pengasuh atau guru.
“Modusnya adalah memberi sanksi santriwati dengan membuka pakaian dan diraba payudaranya saat sedang mengaji,” kata dia.
Editor’s picks
Heru menjelaskan, pendisiplinan seharusnya dilakukan oleh guru perempuan atau ustadzah. Sanksi juga harusnya yang mendidik bukan merendahkan atau melecehkan.
“Pelaku sempat memberikan klarifikasi di media bahwa tidak ada kekerasan seksual di lembaga pendidikannya, namun setelah itu pelaku malah buron, kemungkinan pelaku melarikan diri setelah tahu ada pelaporan ke pihak kepolisian,” kata dia.
Baca Juga: Puluhan Santri di Karawang Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual
3. Kasus di Gresik, santriwati alami kekerasan seksual oleh kyai
Ketiga adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi di Pondok Pesantren di Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Ada satu anak korban yang merupakan santriwati di Ponpes tersebut. Dia sebelumnya dititipkan pemerintah daerah untuk melanjutkan pendidikan setelah mengalami kekerasan seksual dari tetangganya tahun 2021 ketika berusia 13 tahun.
“Namun, saat dititipkan di Ponpes ini diduga kuat malah mendapatkan kekerasan seksual dari pelaku yang merupakan Kyai yang juga pendidik di Ponpes tersebut. Kasus dalam proses penyelidikan oleh kepolisian,” katanya.
4. FSGI desak Kemenag sosialisasikan aturan cegah kekerasan seksual
Heru Purnomo mengecam kekerasan seksual terhadap anak di lembaga pendidikan dan mendukung kepolisian memproses kasus-kasus tersebut. Ia menekankan pentingnya penggunaan UU Perlindungan Anak, di mana hukuman dapat diperberat 1/3 jika pelaku adalah guru.
FSGI juga mendorong Kementerian Agama bertindak tegas, mengevaluasi, dan melindungi hak anak-anak, termasuk pemulihan psikologi dan fasilitasi perpindahan sekolah korban.
Selain itu, FSGI mendesak Kemenag untuk mensosialisasikan Peraturan Menteri Agama No. 73/2022 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan.