ECPAT: Peminat Seks pada Anak Secara Global Lebih Tinggi dari Judol

Pelaku rata-rata punya orientasi seks menyimpang

Intinya Sih...

  • Eksploitasi seksual anak memiliki pasar global tinggi, melebihi judi online.
  • Uang dari kejahatan narkoba digunakan untuk membeli konten porno anak dan melakukan kekerasan seksual pada anak.
  • Anak-anak bisa jadi korban trafficking of children oleh turis dengan orientasi seks menyimpang, yang dianggap mereka seperti "junk food".

Jakarta, IDN Times -  Koordinator End Child Prostitution Child Pornography & Trafficking of Children (ECPAT) Ahmad Sofian mengatakan, eksploitasi seksual pada anak memiliki pasar global yang tinggi peminatnya. Kondisi eksploitasi anak yakni prostitusi dan pornografi anak dianggap lebih besar pangsa pasarnya dibanding judi online

“Jadi sebenarnya eksploitasi seksual itu bentuknya banyak, sebagai objek seks komersial itu adalah prostitusi anak dan pornografi anak. Ini pasar global sangat tinggi permintaannya, melebihi ya menurut saya melebihi judi online yang sekarang lagi marak,” kata dia dalam podcast PPATK bertajuk “Berantas Eksploitasi Seksual Anak Bersama PJK dan ECPAT Indonesia ft. Ahmad Sofian”, Jumat (2/8/2024).

Baca Juga: KPAI Soroti Eksploitasi dan Pornografi Anak, Transaksi Capai Rp127 M

1. Transaksi eksploitasi anak berasal dari uang kejahatan

ECPAT: Peminat Seks pada Anak Secara Global Lebih Tinggi dari Judolilustrasi rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)

Dia menjelaskan, tindak pidana asal untuk membeli konten atau eksploitasi seksual pada anak terjadi dari kejahatan juga, misalnya kejahatan narkoba.

“Uang dari kejahatan narkoba digunakan untuk belanja seks online pada anak,” kata dia.

2. Mekanisme bagaimana seks anak dilakukan

ECPAT: Peminat Seks pada Anak Secara Global Lebih Tinggi dari Judolilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Media daringlah yang jadi tempat mereka membeli konten porno anak dan juga memulai aksi melakukan kekerasan seksual pada anak. Sofian pun menjelaskan bagaimana mekanisme anak-anak bisa jadi korban kekerasan, dan terjebak pada situasi trafficking of children.

“Jadi misalnya turis dari negara X pengen membeli prostitusi anak dari negara Indonesia, mereka tinggal pilih aja di platformnya, udah mereka pilih udah mereka bayar, begitu mereka traveling ke Indonesia itu anak tinggal diantar ke hotel atau dimana si turis tadi itu, si traveler tadi itu singgah, misalnya ke Bali, ke Lombok, tempat-tempat lain,” kata dia.

3. Belum ada data pasti, tapi sering ada lapor soal turis terlibat prostitusi anak

ECPAT: Peminat Seks pada Anak Secara Global Lebih Tinggi dari JudolIlustrasi Perlindungan Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Namun sayangnya, ECPAT belum memiliki angka yang pasti dari negara mana peminat prostitusi anak online. Namun pihaknya sering mendapat laporan kasus-kasus turis yang melakukan eksploitasi anak.

“Dia lihat. Jadi turis-turis yang punya kesadaran bahwa prostitusi anak itu adalah kejahatan, melapor. Ngelapor kadang ke ECPAT Internasional, kadang ECPAT Internasional memberi rujukan kepada ECPAT Indonesia. Karena ECPAT itu ada di 104 negara. Kantor pusatnya ada di Bangkok,” kata dia.

4. Pelaku rata-rata punya orientasi seks menyimpang

ECPAT: Peminat Seks pada Anak Secara Global Lebih Tinggi dari JudolGrafis soal Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia mengatakan, para pembeli seks yang disebut dengan child sex offender itu memang punya kelainan atau punya orientasi seksual menyimpang.

"Jadi belanja seks pada anak itu disamakan dengan belanja makanan siap saji, setelah membeli KFC, pengen beli McDonald's pengen beli Popeye ya jadi dia ingin coba semuanya," kata Ahmad.

Dia menjelaskan, pelaku menganggap anak-anak seperti junk food. Kemudian para pelaku kejahatan seksual ini memang mampu secara finansial.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya