Aniaya Pacar hingga Tewas, Anak Anggota DPR Harus Beri Restitusi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mengatakan, kasus penganiayaan terhadap Dini Sera Afrianti atau Andini (29) hingga menyebabkan dia tewas oleh pacarnya, Gregorius Ronald Tannur (31) yang merupakan anak anggota DPR, adalah femisida.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi berharap, pelaku memberikan restitusi atau ganti rugi kepada keluarga Andini.
“Terlebih dalam kasus ini korban adalah perempuan kepala keluarga dengan satu orang anak, yang menyebabkan anak akan kehilangan penopang kehidupannya. Juga negara memberikan pemulihan psikologis terhadap anak dan keluarga yang ditinggalkan,” kata Ami sapaan karib Siti Aminah kepada IDN Times, Sabtu (7/10/2023).
Baca Juga: Ronald Anak Anggota DPR RI Juga Lindas Andini dengan Mobil
1. Kasus ini adalah femisida, puncak kekerasan terhadap perempuan
Ami menjelaskan, kasus ini adalah femisida dalam hubungan intim atau femicide intimate partner violence. Namun, istilah yang merupakan bentuk dan puncak kekerasan terhadap perempuan ini belum dikenal di Indonesia.
Sehingga, “kita masih memperlakukan pembunuhan terhadap perempuan sebagai pembunuhan biasa (homicide). Padahal terdapat latar belakang, dan alasan yang didasarkan pada dominasi atau kekuasaan patriarki,” kata dia.
2. Saatnya pemeriksaan kasus femisida mempertimbangkan kekerasan yang dialami korban sebelum tewas
Editor’s picks
Komnas Perempuan mendefinisikan femisida sebagai pembunuhan terhadap perempuan, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya dan berlapis, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan, serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa, dan kepuasan sadistik.
Ami menjelaskan, secara hukum pidana materiil di Indonesia, penanganannya merujuk pada pasal-pasal tentang pembunuhan, atau penganiayaan yang menyebabkan kematian.
“Namun, sudah saatnya khususnya pemeriksaan kasus femisida mempertimbangkan bentuk-bentuk ketidakadilan yang pernah dialami korban, termasuk kekerasan sebelum ia tewas. Dengan memahami hal ini, membantu hakim untuk menjatuhkan hukuman yang proporsional pada pelaku,” katanya.
3. Berharap polisi bisa dokumentasikan kasus pembunuhan sesuai kategori
Dia berharap, polisi bisa mendokumentasikan kasus-kasus pembunuhan berdasarkan pilah gender, motif, relasi korban-pelaku, yang dapat membantu negara punya data femisida secara nasional.
“Untuk itu kita harus memahami siklus kekerasan dan mencari atau memberi bantuan pada korban KDP atau KDRT istri, agar kekerasannya tidak berakhir dengan kematian,” kata dia.
Baca Juga: 5 Fakta Ronald Tannur Anak Anggota DPR RI Aniaya Andini hingga Tewas