4 Dekade Tragedi Tanjung Priok, Amnesty: Negara Punya Utang Besar
Intinya Sih...
- Tragedi Tanjung Priok sudah berlalu selama 40 tahun
- Negara memiliki utang keadilan yang amat besar atas peristiwa ini
- Pancasila sulit bisa kembali jadi filosofi bangsa yang memuliakan persaudaraan universal serta keadilan sosial
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Tragedi Tanjung Priok sudah berlalu selama 40 tahun. Amnesty International Indonesia memandang bahwa negara punya utang keadilan yang sangat besar atas peristiwa ini.
"Negara memiliki utang keadilan yang amat besar. Sama seperti kasus Munir dan tragedi Semanggi II yang juga terjadi bulan ini, negara gagal mengungkap tuntas tragedi Priok, menuntut pelakunya, dan mengoreksi kebijakan yang menyebabkan tragedi itu. Kasus Priok terjadi akibat kebijakan monolitik negara yang represif atas nama Pancasila,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam keterangannya, Kamis (12/9/2024).
1. Sulit buat kembalikan Pancasila jadi filosofi bangsa
Dia mengatakan, selama empat dekade negara kehilangan kesempatan untuk menghidupkan lagi dasar negara Indonesia yang inklusif, yakni Pancasila. Dengan tidak menuntaskan tragedi ini, kata dia, Pancasila sulit bisa kembali jadi filosofi bangsa yang memuliakan persaudaraan universal serta keadilan sosial.
“Sebagaimana pesan Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal baru-baru ini. Kasus Priok menjadi bagian dari sejarah kelam bangsa ini,” kata dia.
Baca Juga: Rekam Jejak Rano Karno, Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta
2. Desak negara segera membuka kembali kasus
Editor’s picks
Usman mengatakan, pihak-pihak yang masih lolos dari hukum, yang pernah diproses berujung bebas, hingga mantan petinggi kebijakan serta pemegang komando keamanan yang bertanggung jawab tidak dituntut membuat impunitas makin melebar.
“Kami mendesak negara segera membuka kembali kasus ini dan mengusut tuntas siapa yang paling bertanggung jawab. Pengakuan 12 pelanggaran berat HAM oleh pemerintah tidak cukup untuk memberi rasa keadilan bagi korban. Proses yudisial harus tetap dilakukan, apalagi tragedi Tanjung Priok tidak termasuk 12 pelanggaran berat HAM yang diakui,” kata dia.
3. Negara gagal pulihkan reparasi yang layak bagi korban Tanjung Priok
Usman mengataka, negara gagal memulihkan reparasi yang layak bagi para korban konflik Tanjung Priok. Kasus ini, kata dia, tak boleh terulang karena merupakan kejahatan kemanusiaan.
“Yang tidak kalah penting, komitmen serius penyelesaian pelanggaran berat HAM mutlak diperlukan dari Presiden dan DPR. Itu termasuk harus segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Setiap Orang dari Penghilangan Paksa (ICPPED),” kata dia.
Diketahui, Komnas HAM menjelaskan ada 55 orang terluka dan 23 orang meninggal dunia akibat tindakan represif negara dalam tragedi Tanjung Priok yang berlangsung pada 1984. Banyak orang ditangkap tanpa proses hukum yang jelas dan beberapa di antaranya hilang.
Kasus Tanjung Priok, pembantaian 1965, Semanggi II dan pembunuhan Munir mencerminkan kelamnya bulan September dalam sejarah Indonesia. Oleh karena itulah, banyak kelompok dari generasi muda saat ini menyebut bulan ini sebagai September Hitam.
Baca Juga: Komnas Perempuan Bakal Gelar KdP, Upaya Hapus Kekerasan